Obito meletakkan sebuah boneka beruang di sana. Matanya lagi-lagi memandang sendu tempat tidur yang kosong. Seolah-olah membayangkan ada bayi yang sedang tersenyum padanya, dengan tangan mungil berusaha menggapai jemarinya.
Rin tidak mengerti, kenapa akhir-akhir ini Obito terlihat murung. Sungguh ironis ketika seharusnya pria itu berada di tengah-tengah kebahagiaan menantikan seorang anak.
"Rin?"
Seketika Rin terkesiap menyadari tatapan Obito sekarang tertuju padanya. Dirinya baru saja ketahuan. Canggung kakinya melangkah ke dalam, dia menghampiri Obito yang masih berdiri di samping boks bayi.
"Kenapa bangun?"
"Aku terbangun karena harus ke toilet. Apa yang kaulakukan di sini tengah malam begini, Obito?"
"Tidak ada. Aku hanya tidak bisa tidur, dan aku tidak tahu mau melakukan apa. Jadi, aku ke sini," Jawab Obito sembari sekali lagi membenahi letak bantal dan guling, juga boneka muda yang tadi dia taruh di sana.
Ketika Rin mengangkat kepalanya untuk tersenyum pada Obito, senyumnya langsung terhapus melihat Obito memegangi kening sementara matanya terpejam erat, wajahnya berubah pucat.
Tangan Obito mencengkram erat pinggiran boks, cepat-cepat Rin menahan tubuhnya sebelum benar-benar jatuh ke lantai. Pria itu berusaha berdiri tegak, tapi dia justru terhuyung nyaris roboh. Rin langsung membantunya untuk bersandar.
"Obito, ada apa denganmu?" Ucapnya panik.
Rin mengusap wajah Obito yang masih tampak pucat, dan keningnya mengilap karena keringat dingin. Wajah Rin sendiri panik, juga ketakutan.
"Obito!" Rin segera membantu Obito berdiri saat melihat pria itu masih meringis kesakitan. Rin segera menggunakan ninjutsu medisnya untuk mengobati Obito.
Berhasil, Obito tidak lagi mengerang kesakitan. Ekspresinya berubah menjadi lebih rileks, dengan nafasnya yang terengah-engah. Rin tidak mengerti kenapa pria itu tiba-tiba saja seperti ini. Dengan lembut Rin membantu Obito berdiri untuk mengantarkan pria itu ke dalam kamarnya.
Dengan lembut pula, Rin menyelimuti suaminya setelah pria itu terbaring damai. Sementara Rin sendiri mengambilkan air minum di atas nakas dan memberikannya pada Obito.
"Obito, sudah merasa lebih baik?" Tanya Rin. Rin mendapati Obito mengangguk, wanita itu kemudian perlahan duduk disebelahnya. Meletakkan kepala Obito pelan-pelan agar duduk diatas pahanya. Sementara tangannya menyentuh kening hingga puncak kepala Obito, mengelusnya beberapa kali.
Obito terlihat sangat menikmati perlakuan istrinya. Rin mengelus kepalanya berulang-ulang, "Apa yang kau rasakan?"
Obito menjawab dengan suaranya yang lembut, "Aku tidak tahu. Kepalaku pusing sepanjang hari. Perutku juga sempat mual. Dan entah kenapa tadi tiba-tiba saja kepala ku sakit."
Rin mengerutkan kening khawatir, "Besok aku mengantarmu ke rumah sakit ya?" Tanyanya lembut.
Obito menggeleng dengan senyuman yang manis, "Tidak, aku mungkin hanya kelelahan. Aku terlalu banyak aktivitas."
Rin tiba-tiba merasa bersalah. "Kau benar, maafkan aku.. seharusnya aku bisa mengurusmu, bukan kau yang mengurusku."
Obito lagi-lagi menggeleng, "Hanya saja, aku tidak ma membiarkan dua malaikatku kenapa-kenapa. Percayalah, aku baik-baik saja."
Rin tersenyum dan meraih jemari-jemari Obito, "Arigatou.." Desahnya. "Apa kau lapar? Akan kubuatkan makanan kesukaanmu. Tidak boleh menolak-" Ucapnya saat melihat Obito hendak memprotesnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate { Obito X Rin }
FanfictionWanita itu, lebih suka menyibukkan dirinya sebagai ninja medis dari pada berada di sini, di tengah orang-orang yang putus asa. Nohara Rin yang putus asa untuk melepaskan diri dari cintanya karena Hatake Kakashi menikah dengan orang lain. "𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯...