Obito bersikap lebih perhatian terhadap kepayahan yang Rin alami dalam kehamilan trimester pertama ini. Hampir seluruh pekerjaan rumah diambil alih olehnya jika sempat dikerjakan sebelum berangkat bekerja atau sepulangnya.
Seperti ; mencuci pakaian, membuat sarapan, bahkan membersihkan rumah. Obito juga rajin membelikan buah-buahan segar, lalu mengupasnya untuk Rin demi meminimalisir rasa mual dan pusingnya.
Perlakuan semacam itu selalu membuat hati Rin hangat. Tanpa sadar tangan Rin bergerak mengelus perutnya yang masih rata. Sementara ia melihat televisi dan tertawa. Rin tersenyum pada Obito yang baru saja naik ke atas tempat tidur dan duduk di sebelahnya.
"Kenapa kau belum tidur?" Tanya Obito, mengusap pelan kepala Rin.
"Sekarang rasanya sulit untuk cepat mengantuk. Aku lelah, tapi tidak bisa memejamkan mata."
Obito menggeser duduknya lebih dekat pada Rin. Seperti kejutan, pria itu mulai memijat tengkuk Rin dengan lembut. Rin membiarkannya, menikmati setiap pijatannya dengan mata terpejam. Bukan hanya sentuhan, tapi juga bentuk perhatiannya.
"Aku merasa seperti di surga," guraunya.
Obito hanya tertawa kecil. Sementara pijatan lembutnya membuat Rin semakin nyaman dan rileks. Ibarat baterai yang semula kosong, kini tiba-tiba penuh terisi dengan tenaga baru. Entah karena
Obito memiliki bakat terpendam dalam urusan pijat-memijat, atau itu lebih dipengaruhi oleh perhatiannya."Kau masih merasa pusing dan mual?" Tanya Obito.
"Hm, pagi hari. Malam seperti ini tidak terlalu parah, aku hanya sedikit pusing. Tapi sekarang jauh lebih baik karena pijatanmu." Jawab Rin menoleh pada Obito, memberinya senyuman terima kasih yang hangat.
"Apa yang tadi kau lihat sampai tertawa sendiri?"
"Oh, itu. Sebuah acara lucu. Kau mau melihatnya juga?"
Sebelum Obito menjawab, Rin menyalakan televisi yang sempat ia matikan. Ternyata acara itu acara tentang bayi laki-laki mereka yang sedang merangkak mengejar sang ayah. Tingkah-polahnya lucu dan menggemaskan, membuat Rin tersenyum, kadang tertawa kecil.
"Bayi yang menggemaskan, ya?" Ucap Rin. "Katanya, Lima tahun menikah baru memiliki anak setelah dia dan suaminya menjalani program bayi tabung yang ke dua kalinya, usahanya yang pertama gagal."
Obito masih bergeming menatap layar telivisi dengan tatapan kosong. Sudah jelas dia tidak memperhatikan video itu dari tadi.
"Obito-kun, kau tahu kenapa aku membicarakan ini?"
Onyx Obito berpindah pada Rin. "Kau ingin membicarakan soal bayi kita?"
"Beberapa pasangan butuh bekerja keras dan bersabar sedemikian lama untuk mendapatkan anak. Tuhan sudah sangat baik memberi kita hadiah itu begitu cepat. Apa kau tidak merasa begitu?"
Obito tersenyum manis, "Kau benar."
"Ketika dia hadir di sini, berkembang hari demi hari di dalam perutku, aku dapat merasakannya. Kasih sayang itu tumbuh seiring dengan pertumbuhannya. Anak kita hidup seiring detak jantungku, bernapas bersama helaan napasku. Dia adalah bagian dari diriku."
Kepala Rin terangkat, menatap Obito di sebelahnya. "Begitulah cinta seorang ibu. Kau sudah merasakannya walaupun beliau dia sudah tiada, karena itu adalah apa yang dilakukan ibumu padamu, Obito ..."
Saat itu tatapan mata Obito melembut, mungkin hatinya telah tersentuh oleh kesungguhan Rin yang mengalir tulus di wajahnya.
Rin perlahan berteser kesamping. Diraihnya tangan Obito ditempelkan ke perutnya. Rin mengusap punggungnya, memberikan sentuhan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate { Obito X Rin }
Fiksi PenggemarWanita itu, lebih suka menyibukkan dirinya sebagai ninja medis dari pada berada di sini, di tengah orang-orang yang putus asa. Nohara Rin yang putus asa untuk melepaskan diri dari cintanya karena Hatake Kakashi menikah dengan orang lain. "𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯...