Chapter 22

381 29 4
                                    



Sosok pria dengan rambut hitamnya yang kusut dan berantakan menggeliat dari balik selimut. Tangan kanannya bergerak mencari-cari sesuatu di sebelah, pria itu menggeram kesal ketika mendapati ranjang di sebelahnya sudah kosong.

Dengan mata tertutup, Obito bangkit dari tempat bersemayamnya, berjalan keluar menuju satu-satunya tempat paling aktif di pagi hari.

"Ah! Obito-kun." Rin berbalik ketika mendapati Obito di dapur. "Tidak biasanya kau tertidur sampai malam begini."

Wanita berambut coklat itu mengenakan sebuah apron dengan lambang kipas di tengahnya tampak sibuk mondar-mandir mengangkat piring berisikan ayam panggang dan telur mata sapi setengah masak lalu meletakannya di atas meja.

Sudah sebulan berlalu sejak Rin melahirkan anak kembarnya. Obito dan Rin memberi nama anak laki-laki mereka, Ryosuke dan Ryuzaki. Kedua bayi lucu itu sedang tertidur pulas di kamar mereka.

Bunyi gesekan spatula dan pan mengisi seluruh dapur. Rin menggerakkan spatula untuk membalik telur mata sapinya, "Tadi, aku mendapat telpon dari rumah sakit Konoha, ada sesuatu yang harus aku kerjakan sebentar. Kau bisa, kan, kutinggal sendiri disini bersama anak kita?"

"Apa?" Obito terkejut. "Kau baru saja melahirkan, dan mau bekerja sekarang? Aku melarang keras dirimu bekerja sementara waktu. Jangan membantah!"

Harum telur menguar, menggugah selera siapapun yang menghirupnya. Rin mengangkat pan, membawanya ke meja makan, meletakkan telur pada salah satu piring kosong.

"Jangan khawatir, hanya sebentar. Mereka sedang kekurangan tenaga medis."

"Tidak." Tolak Obito masih melarang, Rin mendesah frustasi. "Tapi-"

"Rin!" Bentak Obito keras. Wanita itu sedikit terkejut mendengar suara keras suaminya. Rin bisa melihat raut wajah tidak suka yang Obito pasang diwajahnya, ia mendesah lagi. "Baiklah, aku menurut."

Raut wajah marah itu tergantikan dengan ekspresi khawatir, "Bukannya bagaimana, kondisimu belum pulih betul, wanita yang baru melahirkan tidak beraktivitas terlalu banyak. Setidaknya kau mengerti. Kau masih merasakan nyeri dibawah perutmu, kan?"

Rin mengangguk sambil cemberut, "Ya .. "

"Duduklah, biar aku yang melanjutkan. Obito beralih memanaskan air, membuka keran air membiarkan alirannya memenuhi panci. Rin menurut dan duduk di meja makan.

"Aku akan membasuh tubuh Ryo dan Ryu setelah ini, juga popoknya akan aku ganti, ku duduk saja." Oceh pria itu lagi, sementara Rin masih terpaku.

"Bagaimana bisa kau mau meninggalkan Ryo dan Ryu bersamaku? Bagaimana jika mereka menangis minta ASI?"

Obito meletakkan tutup panci agar airnya cepat panas, setelah itu Obito berbalik memandangi istrinya.

"Aku dan sudah menyiapkannya. Aku sudah memeras ASI ku dan meletakkannya di botol."

Obito menghela nafas, "Tidak. Tetap lebih baik tidak perlu botol. Supaya aku bisa melihat pemandangan indah itu. Ah, tidak-tidak, lebih tepatnya... Tidakkah ayahnya harus dapat bagian?"

Rin merona, rasanya ingin memukul kepala Obito sekarang juga. Untuk beberapa saat Obito berubah panik dan berlari ke lantai atas.

Rin terperangah, lalu mengikuti Obito yang menuju kamarnya. Disana, pria itu ternyata bingung sendiri melihat kedua anaknya menangis.

"Hey, kalian. Kenapa menangis?"

Rin tersenyum hangat, masih memperhatikan Obito yang berinteraksi dengan kedua bayi lucu nan imut itu.

Our Fate { Obito X Rin }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang