Move On

0 0 0
                                    


[Move on itu bukan tentang melupakan, tetapi bagaimana bisa melanjutkan hidup dengan sebaik-baiknya, tanpa dia. Karena jika kamu masih mengizinkan dia sebagai memori dan konsep hidupmu, cinta yang baru tidak akan bisa masuk ke dalam hidupmu. Begitu kata Mario teguh.] Sebuah pesan whatsapp masuk ke ponsel Nadine. 

[Artinya, aku harus bisa berjalan dengan orang lain di hadapannya, begitu?] jawab Nadine yang langsung mendapat dua tanda ceklis biru.

[Yups. Karena kamu harus terus hidup, dan hidupmu adalah milikmu. Bukan milik masa lalumu.] Nay langsung menjawab.

[Tapi, Nay ….] bantah Nadine.

[Kamu pasti bisa, Nadine. Karena Tuhan udah siapkan seseorang yang akan menyembuhkan luka dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas kekuatanmu. Semangat, cinta.] Emot gambar hati.

[Kalo aku lihat dari ceritamu, Brian bukanlah orang yang perlu ditakuti.] Pesan Nay berikutnya.

[Aku cuma pernah ngenal dia, Nay. Itu pun dulu. Bagaimana dia, aku enggak tau.] 

[Ok, ok, Nadine. Aku ngerti. Lagian, kalian hanya berteman kan? Terus, apa salahnya berteman?] 

Nadine menghentikan gerakan jempolnya di layar ponsel, saat terdengar suara mobil di luar. Gadis itu mengalihkan pandangan ke luar jendela. Tampak all new Civic hitam memasuki halaman rumahnya. Gadis itu bergeming, menunggu mobil berhenti hingga pemiliknya turun. Mobil keluaran Honda yang memiliki desain eksterior modern dan sporty ini, akhir-akhir ini menjadi idola banyak anak muda dari kalangan menengah ke atas. 

Sedan yang memiliki lima kursi dengan harga OTR¹ mencapai lebih dari lima ratus juta itu pun, berhenti. Pintu depan sebelah kanan terbuka, lalu seseorang turun. Mata Nadine menyipit hingga alisnya bertaut. Gadis itu spontan bangkit dari duduknya, dadanya berdebar. Kemudian, dia melangkah masuk ke ruang tengah.

"Eh, Nadine? Kok, jalannya sampe nabrak gitu? Ada apa, Nak?" Danita yang kebetulan akan menghampiri Nadine di ruang tamu, kaget saat Nadine hampir menabraknya di pintu tengah.

"Eh, maaf, Ma. Nadine enggak tau ada Mama di sini," ujar Nadine. Gadis itu menggerakkan dagunya ke arah pintu ruang tamu.

Sontak, mata Danita melebar saat melihat Evans sudah berdiri di depan pintu. Perempuan itu terpaksa menghampirinya. Saat ditanya keperluannya, Evans mengatakan bahwa dia datang untuk menemui Razan, suaminya. Danita mempersilakan lelaki itu masuk, setelah sempat melirik ke tangan kiri Evans yang menjinjing sebuah kantong belanja.

"Panggil Nadine!" perintah Razan kepada Danita saat diberitahu tentang kedatangan Evans.

"Papa aja," jawab Danita yang langsung mengerti tentang ajakan Razan. 

Razan menatap tajam istrinya, lalu sentaknya, "Enggak sopan!" 

"Apa dua tahun yang lalu, dia punya sopan-santun kepada anak kita?" Danita menatap lekat mata suaminya.

"Ah, sudah, diam!" Razan mengibaskan tangan di depan wajahnya.

Danita bergeming. Perempuan yang biasanya menurut pada suaminya itu, menggemeretakkan giginya, mengingat perkataan suaminya kemarin.

Kemarin sepulang dari pesta,  Razan bercerita kepada Danita. Setelah dua kali bertemu dengan Evans, dia merasa kasihan kepada anak itu. Menurutnya, kejadian perkosaan yang dialami Nadine, mungkin bukan salah Evans sepenuhnya. 

"Evans itu memang sangat suka sama Nadine," ujarnya di sela-sela mereka berdua makan siang.

Danita mengerutkan kening mendengar penuturan suaminya. "Pa, kalau dia memang suka dan mencintai Nadine, seharusnya dia menjaga anak kita. Bukan malah merusaknya."

"Kan, wajar, laki-laki suka sama perempuan, lalu melakukan apapun untuk mendapatkannya," bantah lelaki kelahiran Palembang itu tanpa membalas tatapan istrinya.

Danita tetap tidak setuju dengan cara berpikir Razan, tetapi dia juga tidak bisa mengubah sudut pandang suaminya terhadap kasus yang pernah menimpa putrinya. Meskipun, perempuan penyabar itu sampai merasa geram pada suaminya.
Sementara itu, Razan bersikeras bahwa Evans berhak mendapatkan kesempatan untuk membuktikan cintanya kepada Nadine. Apalagi sebelumnya, dia sampai nekat datang ke gudang untuk mengutarakan niatnya. Meskipun, dia tidak mendapatkan jawaban karena Razan keburu mengusirnya, tetapi dia sempat bicara dengan Danar, tangan kanan Razan.

Karena itu, kali ini dia sengaja mengizinkan Evans datang ke rumahnya untuk memperbaiki hubungan mereka. Apalagi, Evans adalah anak dari pengusaha taksi terbesar di kota ini.

Akhirnya, Razan menemui Evans seorang diri, setelah Danita tegas mengatakan bahwa dirinya dan Nadine tidak akan mengikuti kemauannya, kali ini. 

"Nadine berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri!" sergah Danita bersikeras.

"Ah, omong kosong!" Razan yang mulai geram pada istrinya memilih berlalu meninggalkan Danita yang masih berdiri di tempatnya. 

Razan beralasan kepada Evans bahwa Nadine tidak menemuinya karena sedang tidak badan. Evans memakluminya dan tetap berterima kasih karena telah diizinkan datang dan bersilaturahmi ke rumah mereka. 
  
"Enggak apa-apa, Om. Biarin Nadine istirahat. Lagian, kan, udah ada Om yang nemuin aku. Ini juga udah lebih dari cukup, Om," ujar Evans seraya menarik satu sudut bibirnya.

"O iya, Om. Ini ada hadiah buat Om." Evans menyodorkan sebuah paper bag ukuran sedang. 

"Apa, ini?" tanya Razan sambil menerimanya, lalu dia membuka paper bag tersebut. Di dalamnya ada sebuah kotak berukuran sekitar 10 x 9,5 cm. 
"Bukalah, Om," pinta lelaki pecinta fashion luar negeri itu.

Razan menurut, dia membuka kotak yang bertuliskan Fossil di bagian atasnya.

Sebuah jam tangan pria dilengkapi dengan buku garansi resmi dari Fossil.Inc. Strap atau talinya bertekstur halus dan lentur. Saat disentuh, terasa sekali kualitasnya. Tulisan brand Fossil di-deboss² pada bagian ujung buckle³. Bagian dial⁴ dan bezel⁵ berwarna hitam. Sedangkan, strapnya berwarna cokelat khas kulit asli.

"Buat siapa, ini?" tanya Razan hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Buat Om. Ini buat tante sama Nadine," jawab Evans sembari menyodorkan dua paper bag lagi di atas meja.

"Wah, kenapa repot-repot segala?" tanya Razan basa-basi, lalu mengambil tas kertas berwarna dari tangan Evans yang sudah menunggu.

"Enggak, kok, Om. Santai aja, Om.ini mah, enggak seberapa kalo dibanding dengan kebaikan Om yang udah mau nerima aku," elak pemuda itu bernada seolah-olah merendah.

"Anggap aja, itu kado ulang tahun buat Om, dari aku." Evans menatap lelaki yang tersenyum bahagia, di hadapannya. 

"Dari mana kamu tau, kalo hari ini, om ulang tahun?" Dahi Razan mengerut saat menatap Evans. 

"Ada, lah, Om. Masa iya, calon mantu enggak tau kapan papanya ulang tahun." Evans menatap pria di depannya penuh selidik.

"Ah, kamu bisa aja, bikin Om senang," puji Razan sambil tersenyum, lalu mereka tertawa.

Sehari sebelum kedatangannya ke rumah nadine, Evans menemui Danar di gudang. Dia sengaja ke sana saat Razan baru saja pergi dari gudangnya. 

***

-

-------------------------------------------------------
¹ On The Road. Penetapan harga yang diberikan pada kendaraan sudah beserta biaya pengurusan kelengkapan surat-surat lengkap.
² Teknik finishing yang memberi hasil akhir efek berlawanan dari emboss. Jika emboss memberi hasil akhir dengan desain timbul maka deboss memberi efek tenggelam atau cekung.
³ Bagian pada jam tangan yang berfungsi untuk menyambungkan strap dan mengencangkannya ke pergelangan tangan.
⁴ Wajah jam tangan yang menampilkan waktu. 
⁵ Bingkai yang mengelilingi kaca atau crystal, biasanya terbuat dari logam atau ceramic, dan dapat diputar searah atau dua arah.

NADINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang