Berdiri Sendiri

0 0 0
                                    

Nadine baru selesai salat malam ketika jam dinding di kamarnya menunjuk pukul 02.45. Rasa kantuk serasa hilang karena air wudu telah membuat Nadine merasa segar kembali meski
masih tengah malam.

Sembari menunggu pagi, Nadine membuka salah satu media berita online melalui ponselnya. Berita terpopuler dalam minggu ini adalah kecelakaan yang terjadi tiga hari lalu di sebuah tol dalam kota di kawasan Jakarta Pusat.

Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan tiga buah mobil pribadi itu menewaskan 4 orang sekaligus, yaitu pengemudi dan penumpang mobil Mercy hitam yang duduk di kursi belakang, pengemudi Toyota Avanza yang hanya seorang diri berada di
dalam mobil tersebut, dan penumpang Toyota Innova yang duduk
di samping sopir. 

Karena merasa nyeri hati melihat gambar salah satu korban yang masih tergeletak di pinggir jalan karena terlempar dari kendaraannya, Nadine urung membaca berita tersebut.

Setelah menekan tombol kecil di bagian samping ponselnya hingga layar benda pipih itu berkedip dan berubah hitam, pikirannya justru melayang kepada seseorang yang diam-diam telah menuangkan butiran-butiran penyejuk dalam relung terdalamnya.

Namun, butiran itu kini seakan berhenti menetes saat baru saja dasar hatinya hendak mulai basah. Hingga dia resah, tak tahu harus menunggu,
atau melupakan bulir yang belum juga kembali menitik dari atas sana, dan entah masih ada atau tidak.

Seseorang yang pernah dia kenal di sebuah olimpiade sekolah, lalu saat hendak pulang dan sedang menunggu jemputan di depan gerbang sekolah tersebut, Nadine diganggu oleh anak-anak sekolah yang kebetulan melewatinya. Kemudian Brian datang dan menolongnya.

Setelah itu, mereka hanya berteman biasa, bahkan jarang bertemu. Nadine dan Brian hanya saling bersapa melalui WA, kadang saling berkomentar di akun media sosial, hingga Nadine mengganti no WA dan ponselnya, lalu mereka pun putus komunikasi. 

Sebulan yang lalu, tiba-tiba Brian menyapa melalui pesan WA dan membuat Nadine ketakutan karena tidak tahu bahwa nomor tanpa gambar profil yang belum tersimpan di daftar
kontaknya itu, adalah miliknya.

Kemarin, Brian bilang mendapat
no WA Nadine dari Frey. Gadis itu yang memintanya kepada Nay, dan Nay juga menceritakan hal serupa kepada Nadine. Kemudian, saat Nadine diganggu oleh orang yang tidak dikenal di area cafe itu, tiba-tiba Brian lewat di depan cafe, melihat kejadian itu, lalu
dia menolongnya.

Saat Nadine melarikan diri dengan Bude Sum dari kejaran Evans, dia juga tiba-tiba muncul di jalan komplek
rumahnya, lalu menolong mereka.

‘Apa mungkin jika semua itu hanya kebetulan semata?’ Nadine bertanya-tanya sendiri dalam hatinya.

Brian, dia orangnya memang baik dan perhatian, tetapi itu dia lakukan kepada hampir semua orang yang menurutnya memang layak diperlakukan dengan baik. Jadi, kalau selama mereka berteman lantas dia sedikit perhatian kepada Nadine, bukankah itu wajar? Karena dia juga melakukan hal tersebut kepada teman lainnya.

Mungkin karena selama ini, mereka lebih banyak berkomunikasi melalui pesan, hingga saat Evans datang
dengan perhatian dan kebaikan lebih kepada Nadine, gadis itu menerimanya. Namun, siapa sangka, ternyata Evans justru melakukan kekerasan dan pelecehan seksual terhadapnya.

Bagaimana dengan kejutan kecil di hari pertama Nadine kerja di hotel? Kalung itu? Pengakuannya tentang kesengajaannya untuk menyebar loker di kampus? Freya? Semua itu membuat Nadine bingung. Sebenarnya, siapa dan apa maksud Brian melakukan
semua itu?

Sekarang, di saat Nadine dihadapkan pada situasi yang seharusnya ada seseorang yang bisa membuat merasa aman dan diakui, dia yang sudah sempat menorehkan sedikit harapan itu kepada Nadine, justru menghilang begitu saja setelah mendapat
cerita dari Nadine sendiri tentang kejadian yang pernah dialami
oleh gadis itu.

“Frey!” sentak Nadine. Tiba-tiba saja dia teringat kepada gadis itu.

Keesokan harinya, Nadine mencoba mengirim pesan kepada Frey melalui WA, tetapi ceklis satu. 

“Hotel” gumamnya. Namun, gadis itu mengurungkan niatnya.

Dia merasa sungkan untuk menelpon ke sana, karena dia hanya karyawan baru yang bekerja hanya sehari. Mungkin, namanya bahkan telah dicoret dengan tinta merah dari daftar karyawan karena ketidakdisiplinan dan pelanggaran peraturan kerja yang
dia lakukan.

Entah apa yang mereka katakan tentangnya sejak hari kedua seharusnya dia bekerja, tetapi sampai saat ini dia tidak lagi berangkat karena Razan mengurungnya di rumah. Pihak hotel juga tidak pernah menghubunginya.

Nadine bingung, harus bertanya kepada siapa lagi. Nay, lima hari yang lalu, saat Nadine menelponnya, gadis itu bilang sedang berada di Bogor dan kemungkinan dia akan berada di sana hingga satu minggu.

Neneknya Nay, Ibu dari Mamanya, meninggal dunia lima hari yang lalu. Karena di masa-masa terakhir hidupnya neneknya lebih lama tinggal bersama anak perempuan, kakak dari
mamanya Nay, yang ada di Bogor, jadi keluarga memutuskan untuk merawat jenazah dan memakannya di sana. Sampai sekarang gadisitu masih berada di Bogor bersama mamanya. 

Ustazah Daniyah, Nadine sempat datang kerumahnya kemarin untuk membesuk karena beliau sakit. Guru ngajinya itu sudah dua hari mengalami demam, flu, dan batuk. Beliau juga
berobat ke dokter, tetapi gejala yang dirasakan masih belum hilang.

Nadine sempat menawarkan diri untuk mengantarnya berobat ke rumah sakit, tapi guru yang telah mengajari Nadine banyak hal itu, menolak, dengan alasan akan menghabiskan obat yang diterimanya dari dokter. Kata beliau, mungkin dosis obatnya memang tidak tinggi sehingga proses penyembuhannya pun perlahan.

Ustazah Daniyah memang berpesan kepada Nadine agar dia jangan pernah berhenti menjadi kuat. Meskipun, Nadine belum sempat cerita apapun kepada perempuan sabar itu, tetapi dia seperti bisa mengerti bahwa ada sesuatu yang sedang Nadine rasakan yang membuat gadis itu seperti kehilangan semangatnya.

Tampaknya saat ini Nadine memang benar-benar harus belajar untuk berdiri sendiri dan menghadapi hidupnya di atas kaki sendiri. Bahkan, Bude Sum yang biasanya bisa diajak cerita oleh Nadine, perempuan yang biasanya bisa tidak acuh dengan sikap
keras papanya, kali ini benar-benar pergi dari mereka karena telah
membantu Nadine menyelamatkan diri dari Evans.

Tante Elvina, dua hari yang lalu, Danita bercerita ke Nadine tentang ibu mertua Tante Elvina yang sedang menjalani pengobatan di Singapura karena sebuah penyakit yang dideritanya harus mendapat pengobatan lanjutan di salah rumah sakit yang ada di
negara tersebut.

Nadine tahu, Tante Elvina berusaha memberikan waktu kepada Nadine meski dia sendiri sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Nadine berusaha menolak dengan halus untuk bercerita kepada Psikolog tersebut, tetapi Tante Elvina malah
langsung menelponnya dengan alasan sedang sedikit santai. Nadine jelas tidak akan bisa menyembunyikan jawaban
jujurnya dari tante satu ini jika sudah berbicara dengannya.

Setengah memaksa, Tante Elvina bilang bahwa dia benarbenar ingin mendengar cerita dari Nadine. Akhirnya, Nadine menceritakan sedikit tentang Evans.

“Kalau sekarang kamu lagi sedih, emosi yang saat ini terasa di otak dan tubuh kamu itu sedang membantu kamu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan situasi baru yang terasa
menyedihkan, aneh, dan mengecewakan. Jadi wajar, kalau energi kamu terasa habis, kamu enggak merasa bergairah, dan enggak
merasa semangat. Antusiasme menjalani aktivitas hidup juga
berkurang dan metabolisme tubuh maupun waktu terasa berjalan
lebih lambat,” jelas Tante Elvina dari seberang telepon.

Sementara itu, Nadine menyimak dengan saksama sembari manggut-manggut.

“Jadi, kalau saat ini kamu ingin menarik diri sejenak, enggak apa-apa. Kamu memang lagi butuh introspective withdrawal¹. Pakailah kesempatan ini untuk mengalami a good grieving,
berduka yang sehat dan tepat. Emosi sedih itu Cuma bisa dilalui dengan mengizinkan diri untuk merasakannya,” lanjut Tante Elvina.

“Nadine ....” keponakan Danita itu sengaja menjeda kalimatnya.

“Iya, Tante,” jawab Nadine lembut.

“Kamu tau enggak, kalau emosi itu seperti voucher isi ulang pulsa? Dia akan ada masa habisnya. Izinkan diri dan cari orang yang membuat kamu merasa aman. Boleh dan enggak
apa-apa untuk perasaan sedih ini. Setelah perasaan sedih di satu periode waktu ini habis atau selesai sementara, kamu akan merasa energi hidup kamu perlahan kembali,” papar Tante Elvina panjang lebar.

“Brian, mungkinkah? Tapi ....” tanpa sadar, Nadine bergumam.

‘Untung saja Tante Elvina tidak mendengarnya, atau barangkali, dia hanya berpura-pura tidak mendengar?’ Nadine menyesal di dalam hati.

Setelah mengucapkan banyak terima kasih dan menitip salam serta doa untuk mama mertua Tante Elvina, Nadine pamit untuk menyudahi dan menyambung obrolan mereka di lain
waktu. Barusan, Danita menyampaikan kepada Nadine bahwa ada seseorang yang mencarinya.


-----------------------------------------
¹ Penarikan introspektif

NADINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang