Hadiah

0 0 0
                                    

Tidak sia-sia Evans menemui Danar kemarin. Razan akhirnya memberikan sinyal lampu hijau padanya. Harapan lelaki bertubuh tinggi kurus itu mulai menemukan titik terang, jalur menuju misi sudah tampak dan mulai terbaca.

‘Tidak terlalu sulit,’ batinnya memuji diri sendiri sembari menyeringai ke arah seseorang yang ada di depannya.

Pukul 10.30, Evans pamit pulang. Razan mengantarnya hingga ke depan pintu. Lelaki berambut ikal itu berpesan agar Evans tidak sungkan lagi untuk datang. Evans menyambut pesan itu dengan
senyum penuh kemenangan.

Razan masuk kembali ke rumahnya setelah mobil Evans keluar dari halaman. Lelaki yang mengenakan kaus putih berkerah itu meninggalkan ruang tamu setelah menyambar tiga paper bag yang ada di meja. Dua paper berwarna putih dan merah itu dia
serahkan kepada Danita yang sedang duduk di ruang tengah.

Nadine yang duduk di samping Danita, hanya melirik ke arah benda yang sudah berpindah ke tangan mamanya. Kemudian, manik cokelatnya memindai paper bag abu-abu bertuliskan Fossil,
di tangan kiri papanya.

“Apa ini, Pa?” Danita membuka sedikit tas yang terbuat dari kertas itu, lalu mengintip ke dalam. Aromawewangian menyeruak seolah menusuk lubang hidungnya yang mancung. Perempuan itu segera menarik wajahnya menjauh dari bagian atas tas yang masih
terbuka.

“Dari Evans, buat kamu sama Nadine,” jelas Razan, lalu lelaki itu berlalu kamarnya.

Danita dan Nadine saling tatap sebelum pandangan mereka sama-sama beralih ke tangan kanan Danita yang masih memegang dua tas karton. Perempuan kelahiran Tangerang itu menyilakan
kepada Nadine jika mau membuka tas itu, tetapi Nadine menggeleng. Gadis itu memersilakan mamanya untuk membuka.

Danita mengeluarkan isi dua paper bag itu bergantian. Paper bag warna putih berisi kotak karton bertuliskan Twilly d’Hermes. Parfum Paris wanita yang wewangiannya diilhami oleh wanita
muda yang bermain dengan syal.
Ahli parfumnya ingin menciptakan aroma yang mengekspresikan kebebasan abadi seorang wanita muda.

Harmoni dari jahe, sebagai nada teratas, dan nada tengah tuberose memberikan aroma misterius dan lembut. Sekali menggunakannya, akan memberi perasaan segar, tetapi efek yang menggema lebih menenangkan, elegan dan berbunga-bunga.

Parfum ini menawarkan aroma lincah dan mendalam. Paper bag berwarna merah, isinya juga sebuah kotak parfum, tetapi berbeda tulisan, La vie est belle. Wangi yang paling kentara
dari parfum ini adalah pir dan blackberry. Seiring berjalannya
waktu, aroma bunga seperti melati dan bunga iris, menyebar dengan lembut. Sementara itu, aroma wangi vanilla dan praline awet untuk waktu yang lama.

Secara keseluruhan, parfum Paris ini memiliki aroma bunga yang kuat, sehingga sangat dianjurkan untuk wanita yang menyukai aroma bunga. Membawa suasana yang indah dan
nyaman dengan aroma bunga melati dan iris-nya. Desain botolnya akan mengingatkan kita pada wanita karier yang penuh percaya diri. La vie est belle hanya dijual di Perancis. Nama yang sama di pasar Asia, mengandung aroma yang berbeda.

Nadine bergeming, menatap datar dua paper bag itu. Danita memasukkan kembali kotak-kotak itu ke dalam tas karton, setelah  membaca raut wajah Nadine. Dia bilang, terserah Nadine mau menyimpan atau membuangnya.

Gadis itu memindai wajah mamanya dengan manik cokelatnya, lalu mengambil tas berwarna putih dari tangan mamanya yang menunggu. Danita tersenyum kepada gadis cantiknya.

Besoknya, Nadine memberikan parfum itu kepada Bude Sum yang membantu di membantu di rumahnya. Kebetulan, bude Sum baru mulai masuk kerja lagi hari ini. Kemarin, hampir setengah
bulan bude Sum libur karena suaminya sakit tifus dan dirawat di rumah sakit.

“Buat saya, Mba?” tanya Bude Sum girang. Nadine mengangguk mantap, lalu tersenyum sambil menatap wajah Bude Sum yang mendadak jadi sumringah.

Di sisi lain, hadiah dari Evans membuat hati Razan semakin luluh. Apalagi, dia memang sedang ingin memiliki jam bermerk itu.

Menurut Razan, ternyata Evans sangat mengerti dia. “Hadiah itu adalah bukti bahwa Evans sebenarnya orang baik, dan dia bersungguh-sungguh ingin memperbaiki hubungannya dengan
Nadine,” ujar Razan kepada Danita dan Nadine di sela-sela makan siang mereka.

“Kalau dia orang baik, kenapa menyakiti bahkan menghancurkan hidup Nadine, Pa?” Nadine menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap. Danita terkesiap
menatap anak gadisnya.

“Evans itu bukannya mau nyakitin kamu. Justru karena dia tidak ingin kamu pergi,” sergah Razan tanpa melihat Nadine.

“Tapi, kenapa mesti dengan cara seperti itu, Pa? Apa Evans enggak pernah berpikir tentang akibat dari perbuatannya yang menghancurkan masa depan Nadine?” Nadine menatap lekat wajah papanya. Dadanya mulai berdebar. Sementara matanya terasa panas.

“Evans tidak tahu jika akibatnya akan seperti itu, karena dia pikir, kamu juga sangat mencintai dia.” Razan hanya melirik ke arah Nadine.

“Cinta? Bukan seperti itu cara mencintai perempuan, Pa. Harusnya, dia justru melindungi aku, bukan merusak dan menyakiti,” bantah Nadine.

“Cara laki-laki mencintai perempuan itu enggak sama. Mungkin, itulah cara Evans mencintai dan mempertahankan kamu.” Razan menatap tajam putrinya.

“Tapi aku enggak ingin dicintai dengan cara seperti itu, Pa.” Nadine memberanikan diri membalas tatapan papanya, meski matanya terasa semakin panas.

“Evans juga tersiksa akibat kejadian itu. Dia menderita di dalam penjara. Bahkan, mimpinya juga hilang begitu saja. Dia bahkan pernah mencoba untuk bunuh diri. Apa itu masih kurang untuk menghukumnya?” Suara Razan mulai meninggi dan matanya memerah.

“Kalau pada akhirnya Evans tersiksa, kenapa dia melakukannya?” Nadine juga menaikkan nada suaranya. Butiran bening di matanya mulai jatuh tanpa permisi.

“Sudah papa bilang, dia tidak tahu akibatnya akan seperti ini. Makanya, sekarang dia menyesal dan ingin memperbaiki. Bahkan, dia bilang akan bertanggung jawab dan ingin menikahi kamu!” jawab Razan tegas sambil tangannya menggebrak meja hingga
terdengar suara denting dari sendok dan piring yang beradu.

Danita mengerjap, bermaksud memberikan kode kepada Nadine yang kebetulan sedang memandang ke arahnya. Nadine bangkit, lalu meninggalkan mereka di meja makan, sembari menyeka pipinya yang basah.

Razan meradang, matanya nanar menatap ke arah Nadine yang kemudian menghilang di balik pintu kamarnya. Tangan lakilaki itu mengepal di atas meja. Danita yang dari tadi hanya diam, bangkit, lalu mendekat dan mengusap lembut bahu suaminya.

“Udah, Pa. Udah,” pinta perempuan itu kepada suaminya.

“Udah, udah! Itu karena selama ini kamu selalu membelanya!” bentak Razan sembari menatap sengit pada istrinya.

Danita hanya diam sambil sesekali menghela napas panjang. Namun, dalam hatinya dia justru merasa senang karena ternyata Nadine sudah berani mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, kepada papanya.

Selama ini, Nadine selalu menuruti
perintah papanya. Tapi tadi, pertengkaran itu telah menjadi
bukti bahwa Nadine benar-benar bangkit. Hingga Danita janji di dalam hatinya, bahwa dia akan terus mendukung putri semata wayangnya itu.

Dua hari setelah kedatangannya kemarin, Evans datang lagi. Bude Sum yang membukakan pintu untuknya, sangat kaget karena mengira Evans masih di dalam penjara. Bude Sum buru-buru menyampaikannya kepada Danita.

Kala itu, hanya ada Nadine dan Danita di rumah. Sebelum menemui Evans, Danita memanggil Nadine, dan menyerahkan keputusan kepada Nadine, apakah dia mau menemui Evans sebagai orang yang bukan apa-apanya dia, atau tidak.

Nadine tidak mau menemui Evans. Menurutnya, jika dia menemui Evans, artinya dia mau menerimanya kembali. Danita menghargai keputusan putrinya, lalu dia menemui Evans dan bilang bahwa Nadine tidak bisa menemuinya. Sementara suaminya sudah berangkat ke gudang sejak pukul 08.00 tadi.

“Oh, ya udah, Tante. Enggak apa-apa, kok. Kalo gitu, saya pamit ya, Tan,” ujar Evans pamit.

Lelaki itu segera melajukan mobilnya ke arah gudang mebel milik Razan.

Sesampainya di gudang dan bertemu dengan Razan, Evans bilang bahwa Nadine sudah tidak menyukainya. Padahal, dulu Nadine sangat mencintainya. Namun, setelah Evans membuktikan cintanya hingga dia dipenjara, Nadine malah seolah berpaling darinya.

Evans juga menceritakan bahwa tadi dia sudah datang kerumah, tetapi Nadine tidak mau menemuinya. Dia merasa kecewa dengan sikap Nadine. seperti pepeteh habis manis sepah
dibuang. Razan merasa tidak enak pada Evans, lalu dia berjanji akan berusaha membujuk Nadine agar merubah sikapnya.

Tidak lama kemudian, Evans pamit pulang. Saat bertemu Danar di luar gudang, Evans memberikan sesuatu kepada Danar.

“Kerja bagus,” ucap Evans sambil menepuk bahu Danar.

“Wah, terimakasih, Bos muda. Terimakasih. Lancar ya,” ucap Danar setelah menebak isi amplop yang diterimanya dari Evans.

NADINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang