Next chapter kalo udah rame, ok! Usahain komentar di setiap line kalimat, karena bentar lagi cerita ini tamat :)
Jeno bangun dan merasa hangat di tubuhnya, karena ada selimut tebal berada di atas tubuhnya. Dia juga tidak lagi tidur di atas gundukan tanah. Namun di dalam gubuk sendirian, tidak bersama ibunya. Membuat Jeno bergegas bangun dan mencari keberadaan Joanna.
Takut, dia takut jika ibunya meninggal seperti apa yang telah semalam ibunya bercandakan. Ditambah, dia seorang anak. Jika ibunya sedang dalam bahaya, tentu saja dia dapat merasakan.
Jantung Jeno seakan berhenti berdetak sebab gundukan tanah yang semalam ditiduri sudah tidak ada karena telah menimbun lubang di sampingnya. Membuat tangis Jeno pecah karena sudah pasti ibunya telah terkubur di dalam seperti apa yang telah dikatakan semalam. Meskipun hanya bercanda, ucapan adalah doa. Untuk itu---Jeno langsung menangis dan hanya bisa merangkak mendekati makam ibunya.
Jeno mengeruk tanah di sana dengan kedua tangan sembari menangis sesenggukan. Namun tanpa berbicara apalagi meminta pertolongan, karena dia tahu jika tidak ada manusia lain di tengah hutan yang sedang ditinggali sekarang. Sedangkan Boni, dia hanya bisa menatap si Tuan dengan tatapan iba. Air matanya bahkan ikut keluar dan membuat jejak kehitaman di sekitar mata.
"Ma! Mama! Mama tidak mungkin ada di dalam, kan? Mama hanya bercanda lagi, kan? Mama..."
Jeno mulai menyeka air mata dengan telapak tangan kanan, membuat sebagian tanah yang masih menempel pada tangannya memasuki mata. Membuat kedua matanya sakit luar biasa karena kemasukan butiran tanah. Namun, dia terus saja mengerjapkan mata hingga air matanya kembali keluar dan perlahan membuat rasa sakit di kedua matanya menghilang.
Jeno tiba-tiba tertawa, dia juga langsung berdiri dari duduknya. Tangisnya masih tersisa, namun wajahnya sudah penuh tanah dan pandanganya mulai menelisik tajam guna mencari keberadaan ibunya di sekitar. Karena, dia baru saja sadar jika tidak mungkin ibunya bisa mengubur diri sendiri ketika sudah meninggal.
Namun, kelegaan di hati Jeno sirna ketika Louis datang. Dia membawa dua kendi besar yang berisi air penuh hingga membasahi pakaian serba hitamnya. Ditambah, dia juga mengantongi banyak bunga melati di celana. Membuat aroma bunga kesukaan Joanna semakin tercium oleh si anak.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Beberapa tahun kemudian.
Keadaan Jeffrey semakin terlihat memprihatinkan. Tubuhnya kurus namun perutnya membuncit karena terus saja meminum arak setiap hari. Bola matanya menguning dan pipinya tirus seperti tengkorak tanpa daging. Terlebih, sudah tiga bulan terakhir dia terus terbaring di atas ranjang karena sakit.
Namun, sakit ini dia yang ciptakan sendiri. Enggan makan dan hanya meminum arak setiap hari. Dengan harapan Joanna mendengar berita ini dan mau kembali lagi. Tidak apa jika Jeno ikut kembali. Sebab Jeffrey benar-benar sudah tersiksa karena telah menahan rindu selama ini.
Hampir empat tahun, namun orang suruhannya tidak kunjung menemukan keberadaan Joanna maupun Jeno ke manapun. Seolah mereka sedang dilindungi sesuatu yang tidak kasat mata sehingga tidak dapat ditemukan oleh para orang yang disuruh. Sebab---untuk mencari sendiri-pun, Jeffrey sudah tidak sanggup.