100 comments for next chapter biar cepet!
Jeffrey bergegas keluar rumah dan menaiki kereta. Karena tamparan yang baru saja Joanna layangkan benar-benar melukai harga dirinya. Bayangkan saja, Jeffrey terlahir dari keluarga terhormat. Dia anak tunggal dari saudagar kaya dan bahkan memiliki ketampanan di luar nalar menurut orang-orang lokal.
Jeffrey akui, Joanna memang cantik. Bahkan sangat cantik hingga membuatnya langsung jatuh hati ketika mereka berjumpa untuk yang pertama kali. Pada 11 tahun yang lalu. Ketika dia melihat peperangan di depan mata dan mendapati gadis itu menangis pilu sebab adik dan orang tuanya telah ditembak mati oleh para prajurit saat itu.
Ketika Joanna akan dijadikan budak dan dibawa ke markas para penjajah, Jeffrey segera turun dari kereta dan meminta orang tuanya membawa Joanna. Dia ingin gadis itu, gadis bermata dan berambut coklat gelap yang berpakaian lusuh. Tubuhnya kurus dan kulitnya kuning langsat---atau bahkan lebih cerah beberapa tingkat seperti kulit orang Asia Selatan yang secara geografis tidak berada di garis katulistiwa seperti di negara yang sedang dipijak sekarang.
Jeffrey, kamu masih 17 tahun. Papa dan Mama menuruti permintaan gilamu karena selama ini kamu telah menjadi anak pintar dan penurut. Kamu dengar kata peramal tadi? Kamu tidak boleh memiliki keturunan, terserah jika kamu mau menikah atau memelihara banyak gundik dari rakyat jelata seperti dia. Namun yang jelas, kamu harus mempertahankan kehormatan dan harta kita. Jangan biarkan semua harta yang kita punya jatuh di tangan orang yang salah. Termasuk pada keturunanmu yang telah diramalkan akan membunuhmu di masa depan.
Sejak saat itu, Jeffrey memutuskan untuk menghidupi Joanna. Memberikan rumah di tengah pemukiman warga, memberinya uang setiap datang dan rajin mengunjungi ketika malam. Namun karena Jeffrey masih muda, begitu juga dengan Joanna yang saat itu masih berusia 15---akhirnya mereka kebobolan dan lahirlah Jeno satu tahun kemudian.
Orang tua Jeffrey tidak tahu, karena mereka meninggal ketika dalam perjalanan menuju Timur. Jeffrey yang memang saat itu masih berusia 18 tahun jelas terpukul. Sehingga membuatnya terlena dan akhirnya menyetujui permintaan Joanna yang ingin tetap membesarkan Jeno yang sedang dikandung.
Setelah Jeno lahir, Joanna menggunakan madu sebagai alat kontrasepsi. Cara ini memang sering didengar Jeffrey dan sudah dijelaskan pada Ebers Papyrus yang berlatar pada tahun 1550 Sebelum Masehi. Di mana alat kontrasepsi kuno ini dibuat dengan campuran madu dan daun akasia, yang kemudian dibalurkan ke dalam vagina sebagai pembunuh sperma. Atau dibuat menjadi gulungan, lalu dimasukkan ke mulut rahim wanita.
Di tempat lain, Rosa sedang menyusun rencana. Karena mau bagaimanapun juga dia tidak ingin posisinya tergantikan oleh Joanna. Namun, dia masih belum berani menyentuhnya selagi Jeffrey masih ada. Karena paling tidak, dia harus bersabar hingga Jeffrey melakukan perjalanan ke Timur Tengah untuk berbisnis selama berbulan-bulan.
Ketika saat itu tiba, Rosa akan menjalankan rencana. Mendatangkan Louis si sepupu jauh ke rumah. Lalu mendekatkan dia dengan Joanna. Kemudian---ketika Jeffrey datang, Rosa akan menjebak Joanna bersama sepupunya. Agar si gundik dapat segera diusir dari rumah.
"Datangkan Louis segera, katakan aku butuh bantuannya!"
Brandon selaku orang kepercayaan Rosa langsung mengangguk cepat. Lalu bergegas meninggalkan rumah megah milik Jeffrey yang terletak di tengah hutan. Dengan 127 pelayan dan penjaga. Karena rumah Jeffrey adalah bangunan terbesar di sana.
Satu minggu kemudian.
Jeno sedang mengendap di kamar ibunya. Dia memasuki kamar Joanna yang memang tidak dikunci dari dalam. Meskipun tahu jika perbuatannya dilarang, namun dia tetap nekat datang karena selama ini tidak pernah hidup berjauhan dengan ibunya.
"Mama..."
Panggil Jeno dengan suara rendah, dia tampak menahan tangis ketika melihat ibunya yang sudah pucat dengan rambut berantakan karena diurai asal. Tidak digulung tinggi seperti biasa. Kebaya usang yang biasa digunakan juga kini telah diganti dengan gaun polos berwarna putih tulang khas wanita Eropa. Membuat penampilan Joanna tampak semakin muda.
"Mama baik-baik saja, Mama tidak akan mati sekarang."
Ucap Joanna dengan suara serak. Karena sejak tadi dia kehausan dan para pelayan tidak kunjung datang untuk memberinya makanan dan minuman. Sebab, untuk berjalan menuruni ranjang saja Joanna tidak sanggup sekarang. Apalagi meminum air keran dan menuju dapur berada.
"Badan Mama panas. Mama butuh apa? Jeno buatkan. Jangan sakit, Ma."
Air mata Jeno sudah tumpah sekarang, membuat Joanna merasa bersalah karena begitu lemah hanya karena luka yang didapat dari kapak Mario yang menghantam lengan kanannya.
Ah, sekedar informasi. Mario sudah tewas, dia telah terbunuh oleh anak buah Jeffrey. Sedangkan Markus, dia dipaksa bunuh diri dengan cara menancapkan kapak di lengan kanannya sendiri.
Sangat kejam, bukan? Tentu saja, ini Jeffrey Charles dengan segala kuasanya. Harta melimpah, kenalan orang besar ada di mana-mana. Tidak ada satupun orang yang berani menyentuhnya. Itu sebabnya dia marah ketika Joanna menamparnya. Hingga pergi ke Timur Tengah selama berbulan-bulan tanpa berpamitan.
"Jeno, Mama baik-baik saja. Kamu sudah makan? Rosa tidak mengganggumu, kan?"
Joanna menggeleng pelan, justru Rosa sangat baik padanya. Memberinya banyak makan, bahkan membelikan dirinya pakaian dan sepatu yang dipakai oleh para bangsawan. Mengingat Jeno pernah membeberkan jika dia sedang belajar menulis dan membaca dari ibunya karena ingin sekolah pada Rosa.
"Nyonya Rosa baik sekali. Mama, Tuan Jeffrey sudah pergi. Sepertinya akan lama sekali. Sejak satu minggu ini, aku tidak pernah melihatnya lagi."
Joanna tertegun sejenak, agak merasa bersalah sebenarnya. Namun karena ucapan Jeffrey cukup keterlaluan, Joanna merasa hal itu pantas Jeffrey dapatkan.
"Ada satu lagi, Ma. Sekarang aku berteman dengan Tuan Louis, dia sepupu Nyonya Rosa. Dia baik sekali, baru datang pagi tadi dan langsung menawarkan diri untuk mengajariku berkuda dan memanah besok pagi."
Joanna tersenyum senang, lalu berusaha duduk sekarang. Karena energinya semakin bertambah ketika melihat raut semangat anaknya.
"Dia pasti orang baik. Tapi, Jeno tetap harus hati-hati. Ayo, sekarang buka bukunya! Hari ini belajar berhitung, karena Jeno sudah pandai menulis dan membaca sekarang."
Jeno tersenyum senang, lalu membuka buku tebal yang sebelumnya dibawa. Karena selama satu minggu ini dia selalu mengendap-endap di tengah malam agar bisa belajar di kamar ibunya. Sebab, dia masih mengira jika Jeffrey masih berada di rumah. Tidak sedang dalam perjalanan ke Timur Tengah seperti apa yang baru saja didengar dari percakapan Louis dan Rosa.
Tujuh hari Jeno sudah langsung pandai membaca dan menulis. Tiga hari lagi Jeno harus bisa berhitung. Sepuluh hari lagi harus bisa berbahasa Inggris dan sisanya---akan Joanna gunakan untuk mengajari Jeno bertahan hidup di dunia luar sendiri.
Rencananya, Joanna akan membawa Jeno keluar dari rumah ini. Berkeliling di desa-desa kecil. Kemudian mengajari bagaimana cara bersosialisasi agar dapat bertahan hidup jika dirinya sudah tidak ada nanti.
Kira-kira gimana reaksi Jeffrey pas pulang tapi Joanna udah meninggal?
Santai, ini masih pemanasan. Scene uwa-uwi Joanna Jeffrey masih banyak. Kalian gak bakalan kubuat patah hati sekarang :)
Tbc...