18/20

2.2K 304 247
                                    

200+ comments for next chapter! Thank you karena udah ngeramein previous chapter!

Joanna sudah menduduki ranjang Jeno yang sudah dibersihkan sebelumnya. Kemudian menatap anaknya yang baru saja mengunci pintu dari dalam. Seolah pembicaraan mereka enggan diinterupsi oleh orang lain apalagi ayahnya.

Iya, Joanna sudah cemas sekarang. Karena dia juga sudah mengira jika Jeffrey dan Jeno masih perang dingin hingga sekarang. Mengingat mereka tidak pernah menunjukkan interaksi seperti ayah dan anak yang normal sebelumnya.

"Jeno, ada apa? Apa hal penting yang ingin kamu bicarakan?"

Jeno tidak menjawab dan langsung membuka pakaian. Di depan Joanna. Membuat tubuh kekar yang telah terbentuk sempurna kini dapat terlihat jelas oleh ibunya. Usia Jeno baru 17 tahun, namun tubuhnya sudah berotot seperti pria dewasa berusia 25 tahun.

Joanna tentu saja merasa bingung, namun tidak lagi setelah Jeno membalikkan badan dan menunjukkan punggungnya. Di sana, di punggung anaknya, ada begitu banyak bekas luka cambukan sangat dalam yang sudah pasti didapat ketika di asrama. Karena selama hidup dengannya, Jeno tidak pernah memiliki luka ini sebelumnya.

"Jeno..."

Joanna mendekat sekarang, mendekati punggung anaknya yang sudah terdapat bekas cambukan yang mungkin tidak akan pernah hilang seumur hidupnya.

"Dia, dia yang melakukan ini padaku! Dia membayar salah satu guru dengan sekarung emas agar menyiksaku! Dia penipu, dia hanya baik dengan Mama! Tapi tidak denganku! Aku disiksa setiap hari, tapi aku harus bertahan agar bisa menjadi dewasa dan mandiri seperti apa yang telah Mama ingin selama ini!"

Jeno sudah membalikkan badan sekarang. Kini, dia sudah menangis. Joanna juga sama, dia tidak bisa membendung air mata lagi. Tidak tega ketika membayangkan rasa sakit yang anaknya dapat ketika di dalam asrama selama ini.

"Maaf. Maafkan Mama."

Joanna menunduk dalam, dia benar-benar merasa bersalah pada anaknya. Bahkan, untuk sedekar memeluknya---Joanna sudah tidak lagi kuasa. Dia tidak tega, takut kembali melukai punggung anaknya. Padahal, itu luka lama dan hanya tinggal bekasnya saja.

"Ini bukan salah Mama. Mama, sekarang Jeno sudah mandiri dan dewasa. Ayo kita tinggal bersama saja. Pergi dari sini berdua, aku tidak mau hidup dengan orang jahat seperti dia!"

Joanna diam saja, dia bahkan tidak membalas pelukan anaknya. Namun isakannya masih terdengar membuat air mata Jeno semakin berlinang dan membasahi pundak ibunya.

Ceklek...

Pintu kamar Jeno terbuka, Jeffrey sudah berada di depan dan menunggu kedatangan istrinya. Wajahnya pucat luar biasa ketika menatap jejak air mata yang membasahi pipi Joanna. Takut, dia takut Jeno mengadu pada istrinya dan kemudian berimbas pada dirinya yang mungkin saja akan kembali ditinggalkan.

"Dia berbicara apa?"

Joanna menggeleng pelan, lalu berjalan ke lantai dasar. Entah sedang mencari apa, namun Jeffrey terus saja mengekori padahal sebelumnya telah mengeluh lelah dan ingin istirahat.

"Kamu bisa langsung tidur. Aku mau memasak sesuatu. Anakku lapar dan rindu masakanku."

Ucap Joanna tanpa menoleh pada Jeffrey barang sedetik saja, membuat si suami semakin gundah namun menurut akan ucapan istrinya. Kembali ke kamar guna beristirahat. Karena malam semakin larut dan besok dia harus bekerja.

Ketika berjalan menuju kamar, Jeffrey berniat mendatangi Jeno di kamar. Namun niatnya diurungkan ketika rasa kantuk tiba-tiba datang. Terlebih dia benar-benar lelah dan butuh istirahat sekarang.

3. 30 AM

Sejak semalam, Joanna tidak kunjung bisa tidur. Dia benar-benar memikirkan apa yang telah anaknya minta kemarin. Bahwa dia meminta agar dirinya dan Jeffrey berpisah kembali. Seperti apa yang telah mereka lakukan sebelum ini.

Saat ini, Joanna sedang tidur di atas ranjang anaknya. Karena Jeno terus saja memaksa dengan dalih rindu ibunya.

Sebagai seorang ibu yang sudah lama diabaikan dan tidak bertemu anaknya, tentu saja Joanna menuruti permintaan sang anak meskipun sedikit ada rasa was-was di hatinya. Itu sebabnya dia tidak mengunci pintu kamar dan membuka jendela lebar-lebar meskipun saat ini Jeno tengah memeluk perutnya erat-erat sejak petang hingga fajar hampir datang.

Sejak membaringkan tubuh di atas ranjang, tangan Joanna terus saja mengusap punggung anaknya. Tanpa berhenti hingga membuat Jeno juga tidak bisa terlelap namun masih terus memejamkan mata dan pura-pura tidur sembari terus memeluk ibunya. Serta, menikmati degup jantung yang terus saja berdebar ketika berdekan dengan Joanna.

Sret...

Joanna diam sejenak, karena tiba-tiba saja Jeno menaikkan tubuh dan memindahkan kepala yang awalnya berada di perutnya menjadi sejajar dengan wajahnya. Membuat hidung mereka bersentuhan karena posisi tidur mereka saling berhadapan.

Bahkan, bibir mereka juga hampir bersentuhan kalau saja Joanna tidak cepat-cepat mendongakkan wajah karena pelukan Jeno semakin erat dan membuat tubuhnya tidak bisa bergerak.

Jeno semakin merapatkan pelukan. Kini, Joanna bahkan bisa merasakan sentuhan bibir dan nafas hangat Jeno di lehernya. Membuat Joanna berusaha bangun dan segera beranjak dari ranjang sebab posisi tidur mereka sudah terlalu dekat.

"Mama... Jeno tahu kamu bukan Mamaku yang sebenarnya. Aku mendengar percakapan Mama dengan Tuan Louis yang mengatakan jika Mama berasal dari masa depan dan tidak lagi bisa kembali ke sana jika ada orang lain yang tahu tentang hal yang sebenarnya."

Kedua mata Joanna membola, dia langsung bangun dari ranjang dan menatap Jeno lekat-lekat. Dia hanya terkejut karena Jeno tahu hal ini, namun bukan terkejut karena tahu bahwa dirinya mungkin tidak akan bisa kembali ke masa depan lagi. Karena dia pernah berusaha memberi tahu Jeffrey akan siapa dirinya ini, meskipun berakhir tidak Jeffrey percayai karena hal ini memang tidak masuk akal jika sungguhan terjadi.

Lalu, untuk apa Joanna sampai berkorban sejauh ini? Ini karena Joanna sudah merasa tidak lagi memiliki kebahagiaan di masa depan lagi. Suami yang dicinta justru berkhianat bahkan setelah dia banyak berkorban selama ini. Berbeda dengan suaminya yang saat ini begitu mencintainya sedalam ini. Bahkan, rela mati jika itu yang dinginkan dirinya saat ini.

Iya, Joanna sudah mencintai Jeffrey di zaman ini. Dia ingin hidup dengannya hingga akhir. Itu sebabnya dia bimbang meskipun telah mendengar segala bentuk kejahatan yang telah Jeffrey lakukan pada Jeno selama ini.

"Kenapa? Mama tidak mau meninggalkan dia? Karena dia terlihat begitu cinta mati pada Mama? Mama, yang dia cintai Mamaku yang telah tiada. Bukan Mama yang sekarang. Mama yang sekarang milik Jeno, bukan dia!"

Jeno sudah turun dari ranjang dan berniat memeluk ibunya, namun tangannya segera ditepis kasar oleh Joanna sebelum akhirnya pergi meninggalkan dirinya.

Rahang Jeno mengeras, dia bertekat untuk membunuh ayahnya segera. Besok, sebelum matahari tenggelam. Karena Jeno tidak ingin Joanna kembali berpihak pada ayahnya seperti Joanna yang telah meninggal karena telah terlalu tunduk di bawah perintah Jeffrey si bajingan.

Bahkan, hingga tega hampir membunuhnya pada tujuh tahun silam. Beruntung, Jeno berakhir selamat namun tidak dengan ibu kandungnya. Iya, ini karena Jeno sendiri yang mendorong ibunya ketika akan menenggelamkan dirinya di sungai ketika sedang mencuci pakaian.

Kalian relate sama perasaan Jeno, Jeffrey dan Joanna di sini?

Almost ending, are u ready?

Tbc...

CHILDFREE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang