11/20

2.3K 309 185
                                    

21+

Peluh sudah membasahi tubuh Jeffrey dan Joanna sekarang. Padahal, hujan turun sangat deras dan membuat udara malam semakin dingin seharusnya. Namun, justru keringat mereka terus saja bercucuran dari ujung kaki hingga kepala dan menyebabkan bed cover warna merah menyala berubah menjadi agak gelap sekarang.

Iya, apalagi kalau bukan karena basah. Entah karena cairan keringat atau bahkan cairan yang lainnya. Sebab, rumah Jeffrey sangat kokoh dan tidak mungkin atapnya bocor, kan? Ditambah, pergumulan dua manusia telanjang di atas ranjang ini masih memanas dan tidak kunjung memberikan tanda-tanda akan tuntas.

Kedua tangan Joanna sudah mencengkram bed cover kuat-kuat, kedua matanya juga sudah dipejamkan ketika tumbukan di bagian bawah tubuhnya terus saja terasa begitu kencang. Penuh, sesak, ngilu dan nikmat. Semua rasa itu mampu membuatnya lupa akan dunia. Sekaligus lupa jika dia bukan Joanna dari tahun sekarang.

Leguhan dan erangan juga terus saja meluncur dari bibir tipisnya. Membuat Jeffrey semakin semangat memacu tumbukan bak kuda jantan yang haus belaian.

Krek...

Suara ranjang berbunyi cukup nyaring kali ini, tentu saja karena ulah Jeffrey yang tiba-tiba saja melesakkan miliknya dalam sekali. Seolah ingin rahim si wanita dibuahi. Padahal, dia sudah menyiapkan madu dan daun akasia di dalam laci.

"Apa sudah selesai? Aku mau kembali ke kamar."

Jeffrey yang masih berada di atas si wanita dan sedang memejamkan mata karena masih menikmati sisa-sisa pelepasan, kini mulai menggeleng pelan dan mendekap Joanna semakin erat. Seolah enggan ditinggal oleh si wanita cepat-cepat.

"Sekali lagi, tunggu aku memulihkan tenaga lagi."

Deru nafas Jeffrey terdengar sangat kencang, karena wajahnya sudah berada di sisi kanan kepala Joanna. Atau lebih tepatnya, dia sedang menghadapkan wajah pada ceruk leher si wanita.

"Sudah tiga kali untuk malam ini, dengan durasi yang lama sekali. Ayam sudah berkokok, matahari akan muncul sebentar lagi. Jeffrey, jelas aku yang rugi jika hanya mendapat satu permintaan saja setelah membuatmu melayang selama ini."

Jeffrey mulai menatap wajah Joanna. Sifat wanita itu berubah banyak. Dari wanita penurut dan tidak banyak tingkah, kini menjadi wanita pembangkang dan banyak tingkah.

"Sejak kapan kau menjadi perhitungan seperti ini? Kau lupa siapa yang menghidupimu selama ini? Aku juga yang telah membeli kembali rumah orang tuamu yang dulu pernah direbut---"

"Dan kau lupa kalau aku yang selama ini selalu mengeluarkan isi testis ini."

Kedua tangan Joanna sudah bergerilya di bagian bawah tubuh si pria. Membuat sesuatu di bawah sana kembali eraksi meskipun sudah beberapa kali mengeluarkan lahar hangat semalam.

Sebagai laki-laki normal yang sedang digoda oleh wanita yang dicinta, Jeffrey tentu saja terlena dan langsung mengangguk setuju tanpa berpikir ulang. Tanpa bertanya akan apa dua permintaan yang akan diminta. Karena Jeffrey sudah benar-benar ingin melesakkan miliknya dalam-dalam di pusat tubuh si wanita.

 Karena Jeffrey sudah benar-benar ingin melesakkan miliknya dalam-dalam di pusat tubuh si wanita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari sudah meninggi. Namun Joanna maupun Jeffrey tidak kunjung turun menuju meja makan yang sudah tertata rapi. Membuat Jeno takut bukan main karena sejak tadi---Rosa terus saja melempar kepalanya dengan anggur dan jeruk berukuran kecil.

Jeno diam saja, dia bungkam dan tidak melawan. Terlebih di sini tidak ada Louis dan Joanna. Sehingga dia tidak memiliki tempat berlindung lagi sekarang.

"Kau mau sekolah? Ck! Bermimpi saja! Kau anak gundik! Anak wanita murahan! Sekolah manapun tidak akan ada yang mau menerima anak menjijikkan sepertimu! Kalaupun diterima, kau akan dirundung di sana! Dilempari kotoran hewan atau bahkan kotoran manusia! Ew! Menjijikkan! Sama seperti ibumu yang murahan! Wanita murahan yang hanya bisa membuka selangkangan demi mendapatkan uang!"

Jeno hanya menunduk dalam, air mata dan cairan bening dari hidungnya sudah keluar sekarang. Dia menangis tanpa suara, kedua tangannya juga meremat ujung taplak meja yang sedang menjuntai sekarang.

Melihat Jeno tersiksa di tempat, Jeffrey yang baru saja datang tidak merespon apa-apa. Seolah Jeno tidak ada dan tidak sedang butuh bantuannya. Karena sejak awal---Jeno memang tidak diinginkan.

Bahkan hingga sekarang. Kalau saja Joanna tidak begitu menyayangi anaknya, Jeffrey pasti sudah sejak lama membunuhnya. Membunuh anak kandungnya agar selamat dari ramalan kematian yang akan menimpa dirinya di masa depan.

Rosa tampak menahan tawa ketika melihat Jeno diabaikan. Bahkan dia tidak segan untuk mengulangi perbuatan yang sebelumnya dilakukan. Melempari Jeno dengan buah yang lebih besar. Dengan apel yang baru saja digigit sekali olehnya.

Duk...

Sakit. Jelas lemparan apel yang Rosa berikan sangat sakit. Hingga membuat tepurung kepala Jeno berbunyi dan si pemilik sempat mendongak sebentar sebelum akhirnya menunduk lagi.

Kedua tangan Jeno mengepal, dia sebenarnya ingin melawan. Namun enggan dia lakukan karena Rosa perempuan.

Sebab, Louis pernah mengatakan jika para laki-laki jantan tidak boleh bertindak kasar apalagi memukul perempuan.

Diatambah, Joanna yang dulu pernah mengajarinya untuk terus bersabar jika mendapat cobaan.

Namun, Jeno lupa jika Joanna yang sekarang pernah mengatakan jika kejahatan tidak memandang gender, jabatan dan usia. Sehingga dia boleh membalas perbuatan mereka jika sudah dirasa keterlaluan.

Jeffrey masih diam saja, sedetikpun dia enggan melirik Jeno yang sedang dirundung Rosa. Bahkan ketika Rosa mengambil semangka berukuran besar yang belum dibelah. Sebab dia berniat membuat Jeno tidak lagi betah tinggal di rumah yang sama dengannya.

Duk...

Brak...

Jeffrey masih diam saja, bahkan ketika kursi yang Jeno duduki jatuh bersama tubuhnya. Membuat tawa Rosa terdengar kencang karena merasa puas sekarang. Iya, dia puas karena Jeno menderita. Karena dia adalah musuh terbesar nomor dua di hidupnya setelah Joanna.

Jeno mencoba bangun sekarang. Sembari memegangi kepala yang terasa pusing sekarang. Sebab, dia baru saja mendapat hantaman semangka yang berukuran cukup besar di kepala. Hingga membuat hidungnya berdarah dan pandangannya mengabur sekarang.

"Lihat anakmu! Pecundang! Manusia seperti itu yang akan menjadi penerusmu?"

Ejek Rosa pada Jeffrey yang semakin meradang. Bukan karena kasihan, namun karena benar-benar ingin memusnahkan Jeno dari pandangan.

Jeno masih berusaha bangun sekarang, dengan berpegangan pada kaki kursi yang masih tumbang. Namun, tiba-tiba saja ada sepasang sepatu hitam yang mendekat. Kemudian disusul oleh uluran tangan di depannya.

"Bangun! Jeno bukan pecundang!"

Tentu saja Joanna pelakunya. Siapa lagi? Karena dia adalah satu-satunya orang yang mengasihi Jeno di rumah ini. Selebihnya, mereka selalu memandang Jeno jijik termasuk para penjaga dan pelayan di sini.

200 comments for next chapter! Ayo yang belum keluar, silahkan unjuk jari sekarang! Aku gak akan marah :)

Bantu yang lagi kerja, sekolah, ngurus anak, dll. Kasihan kalo mereka terus yang spam komentar.

Ayo kerja sama buat namatin cerita ini segera. Kalian gak mau, kan? Kalo aku hiatus sebelum cerita ini tamat? Karena aku ada rencana hiatus buat ngurus something important yang gak bisa ditunda dalam waktu dekat.

Tbc...

CHILDFREE [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang