11. I Can Only Say... Sorry

6.4K 879 104
                                    

• ------------ • ✴ • ------------ •

"Belum berniat menikah, huh?"

"Maksud anda apa?"

"Nikahi Karina."

Haruto menghela napas malas. Ia membenarkan kacamata lab miliknya dengan handsfree yang masih tertempel di telinga.

Sungguh, ia malas dengan orang yang suka mengatur.

"Anda tidak berhak mengatur hidup saya."

"Saya ibu mu, saya berhak mengatur kehidupan kamu."

Tawa sarkas terdengar, "ibu? Kalian bisa mengakui itu karena harta saya, kan? Saya itu anak yang kalian buang, jadi kalian siapa yang secara tiba-tiba menyuruh ku menikah dengan Karina?"

"Jaga ucapan mu, Haruto!"

"Untuk apa saya menjaga ucapan disaat anda sendiri tidak menjaga ucapan anda, nyonya Minatozaki?"

Wanita yang kini sedang melakukan sambungan telepon dengan Haruto menggeram marah. "Kemana sopan santun mu? Seperti tak pernah di didik saja."

"Bukankah memang begitu? Saya mempelajari seluruh hal dengan sendiri, mengenai etika dan moral kepada orang tua bahkan kepada orang yang lebih muda. Anda dan suami anda itu sama-sama tak berguna omong-omong."

"JAGA UCAPAN MU, WATANABE HARUTO!!!"

Berbeda dengan Haruto yang masih saja tenang, sang tangan kanan yang berada dibelakangnya sudah mengepalkan tangan karena kesal.

Apa-apaan dia? Berani sekali membentak Haruto hanya karena dia ibunya. Kalau bisa, dia akan melemparkan batu ke kepala wanita itu

Tapi setidaknya dia cukup puas saat Haruto bergerak mematikan sambungan telepon tersebut.

"Jeongwoo, ambilkan pisau bedah."

Yang dipanggil seketika tersentak. Haduh, padahal tadi dia sedang sibuk mengumpati ibu Haruto dalam hati.

"Gak sekalian parang, mas?" tawarnya tak masuk akal.

"Sini pala lo yang gue parang."

"Hehehehe, galak amat sie."

Park Jeongwoo, sang tangan kanan dari Presiden Direktur itu buru-buru mengambil pisau yang diinginkan oleh sang atasan.

Pisau kecil yang Jeongwoo sodorkan kepadanya langsung diterima Haruto dengan decakan sebal. "Gue lagi kesel, bisa-bisa kepala lo yang gue bedah sini."

"Emang udah pernah lo bedah. Kalo gak gitu, gue gak mungkin disini dong," cibir Jeongwoo yang berpura-pura sibuk.

Iya juga sih.

Mari kita berjalan-jalan ke masa lalu sedikit.

Dahulu, Jeongwoo bertemu dengan Haruto karena sebuah insiden besar. Itu terjadi sekitar empat atau tiga lalu, kejadiannya belum lama.

Haruto menemukan Jeongwoo yang ditabrak lari dengan pelaku yang tak ia ketahui. Pada saat itu Jeongwoo mengalami pendarahan parah pada otaknya dan pembengkakkan.

Awalnya Haruto berniat meninggalkan Jeongwoo tanpa perlu repot-repot membantu. Apalagi saat itu ia sedang sibuk dengan urusan perusahaannya yang belum seterkenal ini.

be with me; harukyu [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang