"Haris, ciuman itu rasanya gimana sih?"
Haris yang lagi nonton film action tiba-tiba kaget gara-gara Hana nanya gituan. Masalahnya ya, selama mereka pacaran tuh Hana gak pernah nanya yang aneh-aneh. Pacaran mereka juga gak gimana-gimana. Hanya sebatas cium pipi doang.
Itu pun Haris yang mulai sih tentunya. Soalnya pipi Hana yang gembil sering dijadikan sasaran gigitannya Haris.
"Kenapa tiba-tiba nanya begitu?"
Hana menjadi kikuk terus garuk-garuk rambutnya yang tak gatal. Salah gak sih dia nanyanya ke Haris?
"Gu-gue cuma penasaran aja sih... Soalnya nih ya, gue tuh ngeliat sesuatu yang aneh tadi siang!" Ucap gadis itu menggebu-gebu.
"Ngeliat apa?" Tanya Haris.
Hana berpikir lamat-lamat. Kakinya ia naikan ke sofa biar ceritanya lebih enak, soalnya dia ngambil ancang-ancang buat cerita ke Haris.
"Sebenernya ini gak disengaja sih, gue ngeliat ada mahasiswa lagi..." Hana memperagakan ciuman lewat tangannya terus tersenyum kikuk.
"Terus gue awalnya bingung mereka ngapain, mana yang cewek sampai naik keㅡ"
"Stop dulu, stop. Han, Lo udah sampai mana ngeliatnya?"
"Cuma sampai ceweknya naik ke wastafel sih, selebihnya gak tau, orang gue keburu ditelpon sama Adira." Ucap Hana.
Dalam hati Haris, ia bersyukur Adira menelpon Hana untuk menyelamatkan gadis itu demi kepolosannya. Pemuda itu berdecak pelan, kenapa juga mereka harus ke gep sama Hana?
"Aneh banget gak sih ris rasanya?" Tanya Hana tiba-tiba.
Haris menatap manik Hana yang balik melihatnya dengan mata polos itu. Hah, sesungguhnya haris tak mau pacarnya itu terjerumus ke hal yang tidak-tidak. Karena Haris tak mau merusak Hana dengan hal yang begituan.
Orang tuanya Hana aja menjaga Hana dengan baik, masa iya Haris dengan kurang ajarnya malah merusak Hana sih?
"Kenapa tiba-tiba Lo nanya begini? Maksud gue, kenapa harus Lo kepo gitu?"
"Kenapa ya? Random aja sih. Tapi kalo Lo gak mau jawab, ya gapapa sih gue gak maksa juga kok. Lagipula ciuman buat apa sih, gak ada esensinya." Tukas Hana.
Yah Han, padahal ciuman itu enak. Kayak ngemut permen katanya mah.
Ini dalam hati Haris.
Haris segera menepis pelan.
"Kalo gue jawab rasanya gak bisa dijelaskan, Lo mau ngapain?"
"Gak bisa dijelaskan? Maksudnya gimana? Emangnya Lo pernah ciuman? Sama siapa?" Ucap Hana bertubi-tubi dengan pandangan selidik.
"Nggak pernah." Jawab Haris dengan mantab.
"Terus? Lo tau darimana rasanya gak bisa dijelaskan?"
"Ya karena gue gak pernah ngelakuin, makanya gak bisa dijelaskan."
Hana berdecak, "ish. Gue kira udah."
"Kalo gue udah, nanti Lo marah sama gue."
"Iya sih..." Gumam Hana.
Haris tertawa, tapi abis itu menatap Hana dengan intens.
"Mau nyoba?"
Hana tersentak sebentar, "nyoba apa?"
"Ciuman. Katanya lo pengen tau rasanya."
"Se-sekarang?" Hana tiba-tiba gugup.
"Mumpung kita berdua belom pernah tau rasanya, gimana kalo kita nyari tau sama-sama?"
Hana mengatup bibirnya rapat-rapat. Tak tau harus membalas perkataan apa.
"Sini deketan." Ucap haris.
"Ma-mau ngapain?" Tanya Hana pelan.
Haris gemes banget sama Hana yang tiba-tiba takut gitu sama Haris, padahal Haris cuma bercanda. Gak disangka si Hana malah reaksinya begitu.
"Sini dulu deketan." Ucap Haris menuntut.
Yaudah Hana menggeser badannya sedikit dan lebih mendekat ke Haris. Tapi, dengan tiba-tiba Haris malah menarik tangan Hana sehingga Hana malah duduk di pangkuannya.
"Kenapa mukanya merah?"
Hana berdecak sebal karena Haris mengerjainya, sedangkan Haris tersenyum lebar.
Keduanya larut dalam keheningan.
Hana tersentak ketika Haris menarik tangannya untuk ditaruh di pundak pemuda itu. Kedua tangannya Hana.
"Kalo di film-film posisi mau ciuman tuh kayak gini." Ucap Haris menatap Hana.
Hana mengerjapkan matanya pelan tanpa berbicara. Gadis itu bisa merasakan pinggangnya dipegang sama Haris.
"Tutup mata kamu." Perintah Haris dengan lembut.
"Buat apa?"
"Udah, tutup mata aja dulu nanti juga tau."
Hana menelan ludahnya sulit dan mengikuti titahnya Haris. Gadis itu memejamkan matanya agak gemetar. Bahkan ia merengut dalam pejamannya. Membuat Haris yang melihat cuma bisa tersenyum jahil melihat reaksinya Hana.
Sedetik, dua detik, sepuluh detik, tiga puluh detik, Hana menunggu selama itu dan tak terjadi apa-apa.
Karena Hana penasaran sekali, ia mencoba membuka matanya tapi yang ia temukan malah wajahnya Haris yang sangat dekat dengannya, bersamaan dengan sentuhan di bibirnya.
Itu bibirnya Haris.
Mata Hana tak bisa terpejam karena gadis itu terlalu terkejut. Hanya menempel cukup lama sehingga Hana bisa merasakan betapa hangatnya bibir Haris.
Kemudian, Haris memberanikan diri untuk mengecup bibirnya Hana dengan pelan. Tangan Hana perlahan mengerat kepada kaus hitam yang dipakai Haris.
Bibir tipis itu dikecup secara berulang oleh bibir tebalnya Haris. Haris tersenyum di sela-sela kecupan itu karena Hana membalasnya, meskipun ragu-ragu.
Lambat laun, kecupan itu berubah menjadi hisapan yang lembut. Hana yang kala itu, menjadi sedikit kewalahan karena Haris seperti tak memberikannya celah untuk bernapas.
Tak terkesan terburu-buru, justru ini ciuman mereka yang amat lembut menurut Hana.
Karena batas oksigen semakin menipis, akhirnya Haris melepaskan tautan bibir mereka dan melihat Hana yang sedikit terengah-engah.
"Gimana?" Tanya Haris.
"Manis dan basah..." Jawab Hana dengan pelan.
Haris tertawa kecil dengan jawaban polosnya Hana.
"You're still that innocent, Hana."
Hana cuma terdiam saja tanpa berkata apapun.
Mereka masih menatap satu sama lain sampai akhirnya Haris menempelkan dahinya dengan dahinya Hana.
"Tetap seperti itu ya Han, jangan pernah berubah." Ucap Haris. Hana mengangguk sebagai jawaban.
"Mau lanjut lagi?" Tanya Haris.
Tanpa persetujuan Hana, Haris kembali melanjutkan ciuman mereka yang kedua.
Masih penasaran sampai kapan mereka melakukan itu.
(Kkeut)
KAMU SEDANG MEMBACA
Twelve Daily [END]
Fanfiction(2hyunjin stories) "Haris, selain suka americano, kamu suka apa?" "Suka mikirin Hana." ©Hyungwonlogy