mein herz blüht

270 34 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

"Well this is the story how i fall'in love on your daddy, and what's the reason i gave up for our love."

Sepasang remaja yang sedang dimabuk asmara saling mengikat tangan satu sama lain dan melemparkan tubuh mereka dari balik tembok sekolah. Tidak ada ringisan sama sekali yang keluar dari belah bibir keduanya, malahan senyuman indah terpatri bak matahari pagi di wajah keduanya.

Jari jemari mereka yang masih saling menyatu seakan menyatakan keduanya tidak akan pernah terpisahkan, memilih untuk mengibarkan bendera mulainya suatu hubungan cinta sepasang anak sma rasanya lebih penting bagi mereka dibanding mengikuti jalan nya pelajaran.

"Aku harap kau tidak menyesal Jeno, kita tidak akan kembali setidaknya sampai aku memenangkan hatimu" sang pria mengecup telapak tangan pujaan hatinya, membuat gadis yang ia panggil 'Jeno' itu terkekeh pelan.

"Tidak ada jalan untuk kembali Lee, aku serius menantang mu dalam olimpiade kimia tahun ini. Tapi sebelum itu, kita harus bersenang senang terlebih dahulu bukan?" Jeno menarik turunkan alisnya seakan menantang pria didepan nya.

Ia lalu menarik tangan pria itu dengan tidak sabaran, membawanya kearah sepeda ontel tua miliknya. "Apa ini yang dilakukan oleh murid berprestasi kesayangan guru? Sejak kapan Jeno Jung yang penurut berubah menjadi nakal humm"

Iris indah sang gadis yang semenjak tadi berbinar-binar mendadak redup, pandangan nya mulai menggelap saat ia menoleh kearah laki-laki dihadapan nya. "Kau tau, jika saja aku punya cukup uang hanya untuk bersekolah, setidaknya aku tidak perlu bersusah payah memperjuangkan beasiswa ku mati matian-"

"Menolak tantangan mu sama saja seperti menyuruhku untuk mati. Orang kaya seperti mu tidak akan pernah paham, bagaimana susah nya orang-orang diluar sana berjuang untuk menghidupi diri. Bahkan aku akan sangat merasa bersalah pada appa kalau aku kalah di pertandingan wushu hari ini, beasiswa ku akan dicabut sepenuhnya. Aku tidak punya alasan untuk hidup selain memperbaiki kehidupan ayah dan diriku, Mark"

"GREP"

Jeno membola kaget saat tubuhnya ditarik cepat oleh Mark, pria yang menjadi rivalnya dalam setiap hal, non akademik maupun akademik. Gadis itu mengerjapkan pandangan nya berkali kali, mungkin dalam hatinya ia ingin menangis dan bertanya pada Tuhan,

"dimanakah letak keadilan itu dalam hidup nya?"

Pria didepan nya ini nyaris sempurna, dia punya wajah yang tampan bak porselen, tubuh yang atletis, dan ia pandai dalam segala hal. Mark juga berasal dari keluarga kaya yang sanggup menyokong dan mendukungnya, apalagi untuk memenuhi semua kebutuhan hidup layaknya seorang pangeran.

Hidup yang berbeda 180 derajat daripada kehidupan yang dijalaninya. Tanpa adanya kendaraan bermotor yang bisa mengantarkan nya ke sekolah dengan cepat, yang ia punya hanyalah sepeda ontel tua peninggalan sang kakek. Jeno pun harus menguatkan dirinya untuk belajar selama 24/7 demi beasiswa nya, satu-satunya tongkat estafet yang ia miliki, harapan agar masa depan nya lebih cerah.

We're Never Meant To Be Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang