.
.
.
.
.Mark pov
"Aku telah melukainya, hanya dengan satu kata pertama yang terucap dari bibirku. Jeno meneteskan air matanya hanya karena aku"
Sesaat setelah kedua iris indah itu terbuka, pancaran kehangatan yang masih sama dapat kurasakan dari baliknya.
Mungkin sangat salah jantungku berpacu untuknya, dia yang kini bukan lagi siapa-siapa. Hatiku yang hampa kini kembali menemukan jati diriku yang sebenarnya, bersamaan dengan mentari pagi yang menyinari wajah pucat itu.
"M-mark lee? Aku dimana?"
Vokal pelan disampaikan oleh Jeno, perlahan-lahan ia mulai mendudukkan dirinya dan mengedarkan pandangan kearah sekeliling.
Aku terhenyak dalam diam, seakan kehilangan kemampuan untuk menjawab. Tanganku tanpa sadar bergerak merapihkan surainya ke belakang telinga, dengan gemetar ia mendekatkan wajahnya dengan mantan kekasih hatinya.
"Kenapa diam? Kamu benci karena aku pergi begitu saja tanpa pamit? Maaf, aku tidak seharusnya nampakin diri di hadapan kamu lagi. Padahal aku udah janji sama nyonya lee dan Haechan untuk pergi jauh dari hidup kamu, maaf untuk segalanya Mark. Dan....selamat kamu udah wujudin hidup yang bahagia, punya rumah tangga yang harmonis, putri kecil lucu yang selama ini kamu harapkan" dengan parau dia menjawab, aku membenci senyuman manisnya yang seakan menyatakan "aku baik-baik saja"
Jeno tidak pernah berubah, dia sosok yang selalu sama dari tahun ke tahun.
Aku pun masih akan mengenalinya meskipun sepuluh tahun berlalu, suaranya, parasnya yang ayu, serta senyuman nya menawan.
Gadis yang selalu terlihat bersinar itu kini menyenderkan kepalanya di kepala kasur, manik bulan nya itu menatapku redup.
"Aku bisa mengerti alasanmu untuk tutup mulut, bagaimana rasa luka lama yang selama ini sudah kau jahit rapi langsung robek dalam satu waktu? Kehadiran ku menggangumu ya? Maaf.....maaf....dan maaf, hanya maaf yang bisa kukatakan untukmu"
Entah karena alasan apa, aku terus membisu, berharap dia terus membuka suara dan mengeluarkan semua isi hatinya. Suatu kebiasaan yang dulu selalu kami lakukan bersama setiap Sabtu.
Jika orang lain akan menghabiskan kencan dengan bermesra di taman kota, menonton film di bioskop bersama, tapi kami tidak. Malam keenam di minggu adalah waktu yang tepat untuk menumpahkan segala emosi sepanjang waktu kuliah, masa masa sulit yang anehnya sangat kurindukan.
Jung Jeno, gadis Jung itu kecap kali berbohong tentang perasaan nya. Tidak ada orang yang tahu persis apa yang tengah ia rasakan, apa yang melandanya atau badai macam apa yang tengah ia lalui.
Mengenakan topeng? Atau malah berlakon dalam dunia seni yang penuh drama?
Entahlah.....
Aku bahkan tidak mengerti persis alur hidup Jeno, gadis yang jadi rumahku sebelum Haechan menghancurkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Never Meant To Be
Teen FictionHidup ini diibaratkan dengan cerita yang tertulis dalam sebuah buku, yang jika tidak dibuka maka tidak akan kita ketahui kisah yang berada didalam nya. Terkadang kisah yang tertulis dalam sebuah buku tidak selalu berakhir indah, seperti yang selama...