.
.
.
.
.Barangkali orang bertanya tanya apa sih makna dari kata kecewa? Suatu rasa yang secara spontan dikeluarkan manusia ketika seseorang merasa segala sesuatu berjalan tak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, berjalan tanpa bisa dikontrol dan malah menghancurkan semua ekspetasi.
Wajar bila manusia kecewa?
Ya, sebagai seorang individu yang memiliki kedagingan tinggi, semua orang di dunia punya rasa kecewa. Siapa yang bisa menangkalnya? Rasa kecewa yang timbul itu semakin lama bila dipupuk akan menimbun menjadi rasa sakit dan berakhir dengan kepahitan.
Luka
Luka pasti akan menimbulkan rasa pedih, yang walaupun seiring waktu dapat sembuh, tapi pada akhirnya akan tetap meninggalkan bekas.
Kebanyakan orang mengetahui luka dari fisik, mengabaikan luka didalam diri yang malah lebih berbahaya. Setiap orang yang punya penyakit akibat luka itu malah akan dihina dan dicap gila.
Tapi begitulah dunia berjalan, dan suatu kenyataan yang harus kita sadari dan terima, hampir semua peristiwa tidak berjalan sesuai rencana, ya Jeno juga jadi salah satu orang yang memegang prinsip itu.
Mengetahui bahwa sebagai manusia, boleh seindah apapun dunia ia kreasikan, memberikan warna dan membangun beberapa wacana. Namun semuanya tidak akan terjadi kalau Tuhan berkehendak lain.
Hidup ini hanya titipan sementara dari Tuhan, kita punya hak untuk berjuang dan membuat rencana tapi selebihnya semua ditangan Tuhan. Lalu apa daya kita sebagai manusia selain menerima, menjalani hidup yang telah Ia berikan.
"Jeno-ya, ada pasien kecelakaan di IGD. Dia kekurangan banyak darah, kita harus segera mengoperasinya" ya kini gadis bermarga Jung itu sudah mendapatkan gelar doktor dan bekerja di salah satu rumah sakit kecil di Daegu, dikirim jauh oleh Nyonya Lee agar jauh dari putra sematawayangnya.
Bagai bunga aster putih yang polos, Jeno punya sifat yang bijak, berani serta memegang harapan tinggi dalam hidupnya. Kecewa jadi salah satu kenyataan hidup yang harus ia telan mentah-mentah setiap harinya, hidup tidak selamanya indah, bagi mereka yang sulit.
Tapi gadis itu tetap memegang harapan nya, berjuang keluar dari kubangan hitam yang melingkupinya selama ini. Tak ingin orang lain merasakan yang sama, ia terus berjuang untuk menyelamatkan pasien-pasien yang butuh pertolongan.
Jeno masih punya setitik rasa cinta pada mantan kekasihnya, walaupun ia tahu rasa yang dimiliki lebih dari salah, dosa besar! Pria Lee itu pasti sudah hidup bahagia dengan istrinya yang cantik, berasal dari kalangan chaebol dan bisa mendukung kariernya sebagai anak keluarga sendok emas serta dokter.
Miris, ia bahkan telah berpisah dari Mark hampir tiga tahun lamanya. Melihat bagaimana pernikahan Mark dan Haechan yang berarti penyatuan keluarga besar Lee dan Seo itu menjadi topik panas selama berminggu-minggu, bahkan siaran televisi ternama menampilkan langsung pemberkatan keduanya.
Hatinya terasa mendidih saat melihat pria pengisi hatinya mengikat janji suci dengan gadis lain, apalagi dengan senyuman manis yang biasa mengisi buku hidupnya. Mark bukan lagi miliknya, dia sudah sah menjadi suami dari Seo Haechan. Keduanya bahkan selalu disebut sebagai pasangan fenomenal, mungkin Pria Lee itu sudah melupakan dirinya sepenuhnya, apalagi dengan kehadiran putri mereka yang lahir dua tahun lalu.
Jeno masih sering mendengar berita seputar mantan kekasihnya, hanya dapat mengulum senyum penuh luka yang takan pernah disadari oleh siapapun. Putri Jung Jaehyun itu sangat pintar menyembunyikan perasaan yang tengah melandanya. Ia tidak perlu orang mengasihani kisah cintanya yang berakhir tragis bak dalam drama.
Namun Jeno pemeran antagonis dalam cerita, gadis itu hanya tengah belajar melupakan perasaan nya. Dengan mengingatkan pada hati kecilnya bahwa kini hanya dia sendiri yang berjuang, tak ada lagi Mark yang selalu memahami isi perasaan nya, membuat gadis itu semakin dingin dan tak terbaca.
Jeno menerima kalau hidupnya memang diberikan tinta pekat berisi rasa pahit, yang selama ini memang menyiram buku kehidupan nya. Sakit memang tapi begitulah kenyataan, mungkin semua orang harus bahagia tapi rasa sakit mereka tertanggung pada dirinya, itulah isi dari pikiran kecil Jung Jeno, si dokter jenius yang dicintai semua orang di tempat kerjanya.
Tungkai kakinya merasa lemas, terduduk di koridor rumah sakit yang sepi. Operasinya kali ini gagal total, pasien nya tak dapat terselamatkan dan ia masih dalam pakaian dokter yang bersimbah darah.
"Kalau boleh aku mati, bukankah lebih baik begitu? Aku merasa tersiksa setiap melihat orang menghembuskan nafas terakhir mereka didepanku! Ditambah rasa sakit ini bagaikan Hujaman pisau di nadi. Sekali lagi aku bertanya, bolehkah aku mati?" Tanya nya pada angin, maniknya mulai mengeluarkan kristal bening dari pelupuk mata, menyampaikan rasa sakit yang melanda hatinya.
Sebagai seorang dokter, ia selalu menyalahkan dirinya sendiri bila pasien nya berakhir dengan kematian. Boleh Jeno berjuang sekeras mungkin, tapi jika memang Tuhan berkehendak mereka kembali, lalu kenapa Jeno masih berkeras hati?
"Aku lelah, lelah merasa kecewa. Sekalipun hatiku terbuat dari baja, mereka akan meleleh setiap kali api panas menghujam. Tidak bolehkah satu kali saja aku berharap? Kenapa harus aku kehilangan Mark? Satu-satunya cintaku, aku juga harus gagal saat menanggani pasien pertama ku—ayah— Kini dia pasien kelima yang mati ditangan ku. Tidak kah selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi semua penderitaan ini sendirian? Sekarang aku sendirian, tanpa Mark dan ayah, haruskah Tuhan juga mencabut nyawaku?" Keluh kesahnya seakan menyampirkan pesan pada sang pencipta, Dia yang menciptakan dia dan semua irama rasa yang bercampur aduk di dada.
Jeno tidak bodoh, ia tahu dengan kematian nya tidak akan ada satu orangpun yang menangisinya! Dia tidak punya apapun yang tersisa di dunia ini. Dan dunia, akan tetap berjalan ada ataupun tidak ada dirinya.
Jika ada satu pertanyaan boleh ia tanyakan pada sang pencipta, maka Jeno akan bertanya-tanya mengenai satu hal berikut,
"Kenapa Tuhan menciptakan perasaan untuk manusia? Kemampuan untuk membedakan bahagia, sakit, sedih, marah, terkejut ataupun takut....."
Gadis itu beranjak dari posisinya begitu salah satu dari keluarga pasien menatapnya nanar, langkah gontainya sudah menyatakan bahwa berita yang dibawa sang dokter bukan sebuah berita sukacita. "Aku terlalu pengecut untuk tahu, bahwa dunia ini membenciku. Aku tidak diciptakan untuk dunia, dan tidak pernah ingin menjadi sama seperti dunia. Karena mereka membalikkan badan nya terhadap aku, membiarkan yang lain nya merasa suka sementara aku selamanya berada di kubangan duka"
.
.
.
.
."Jika aku bertemu dengan kekecewaan, semakin cepat aku mengetahuinya, semakin banyak kehidupan yang harus aku hilangkan."
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Never Meant To Be
Teen FictionHidup ini diibaratkan dengan cerita yang tertulis dalam sebuah buku, yang jika tidak dibuka maka tidak akan kita ketahui kisah yang berada didalam nya. Terkadang kisah yang tertulis dalam sebuah buku tidak selalu berakhir indah, seperti yang selama...