ich liebe dich

206 26 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Jeno memasuki rumahnya dengan raut wajah lelah, dengan tangan kanan yang menenteng sebuah jaket tebal dan sertifikat, sementara tangan kirinya menenteng sepatu dan sebuah piala. Belum lagi pundaknya yang masih membawa tas punggung berisi buku pelajaran.

Seorang pria paruh baya keluar dari sana dengan tatapan sendu, ia menghampiriku putri semata wayangnya dan mengambil beberapa barang digenggaman Jeno. "Kamu bisa bilang kalau mau berhenti, appa ngak maksa kamu harus terus dapet nilai tertinggi seangkatan. Appa cukup tau kamu cerdas, bisa jadi anak akselerasi dan dapet beasiswa"

Jeno menggelengkan kepalanya pelan, hanya ingin ayahnya tahu bahwa ia baik-baik saja meskipun moodnya tengah hancur berkeping-keping. "Appa ngak pernah tau kamu pinter wushu, kok kamu bisa menang juara satu?" Ayah jeno yang bernama Jaehyun itu terus membolak-balik piala itu dengan dahi yang berkerut.

Pertanyaan sang ayah sukses membuat hati Jeno semakin diliputi rasa bersalah. Harusnya dia kalah dari Mark di pertandingan ini, karena jelas dia kurang pinter teknik wushu meskipun dia memang yang terhebat diantara cewek-cewek seangkatan nya yang lebih suka ikut eskul cheers.

Jaehyun merasa ada yang tidak beres dari kemenangan putrinya kali ini, dimana wajah berseri-seri yang selalu tampak di wajah manis Jeno? Kali ini gadisnya hanya menampakan wajah sepat seperti orang yang kalah, bukan nya menang.

"Jung Jeno jawab!"

"Harusnya Jeno juara dua, karena lawan jeno cowok. Tapi di pertengahan tiba-tiba kaki dia keseleo dan gak bisa lanjutin pertandingan, makanya Jeno menang" akhirnya gadis itu buka suara setelah suara keras Jaehyun mulai menyeruak.

"Ngak sampai situ aja kan? Kamu bilang dia harusnya menang, apa dia ngalah sama kamu?" Jaehyun bertanya menyudutkan.

"Fine yes, dia sengaja ngalah karena kalau Jeno gak juara pertama maka beasiswa jeno yang bakal jadi taruhan nya" lelah bersilat lidah, jeno pun mengambil jalan cepat untuk mengaku.

Gadis itu membanting pintu kamarnya kencang, meninggalkan ayahnya yang menatap kepergian Jeno dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan.

"Semua ini salahku, andai waktu boleh berputar kembali, berdenting dengan sangat lambat hingga aku bisa memperbaiki semua kesalahan masa lalu ku. Aku tidak akan membiarkan Jeno terluka"

.
.

Setahun telah berlalu semenjak Jeno menerima ajakan Mark untuk menjalin hubungan. Tidak ada hal buruk atau khusus yang terjadi selama berjalan nya setiap detik dalam setahun, kecuali saat ini

Pria yang mengencani nya dalam 365 hari terakhir ini datang kerumahnya dengan membawa sebuah buket bunga dan cincin berlian yang indah, satu-satunya kencan mereka yang selalu terlintas dalam benak Jeno.

We're Never Meant To Be Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang