.
.
.
.
.Haechan marah, kalimat yang sama terus terulang dan nada dering yang ditunjukkan handphone nya menandakan orang yang dihubunginya sedang tidak aktif.
Selama ini mungkin Mark menghindarinya, mengabaikan pesan masuk yang ia kirimkan tapi tidak sekalipun Mark mengabaikan telepon nya, bahkan Haechan tak pernah mendapati handphone suaminya mati. Kecurigaan nya akan sesuatu yang buruk semakin menjadi-jadi.
Tujuan ia menelpon sang suami juga bukan nya tanpa alasan, disebelahnya ada Chenle yang tengah terbaring lemah dan terus muntah-muntah dari pagi.
Betapa kagetnya Haechan begitu sampai di mansion dan mendapati para pelayan dan baby sitter dengan panik menghampirinya, tanpa basa basi ia langsung melempar koper dan oleh-olehnya dari Jepang dan menghampiri kamar sang putri.
"Eomma, sakit..... tenggorokan chenle hikss" Gadis kecil itu mulai rewel, tangan nya yang terkepal digenggam erat oleh sang ibu. Haechan mengelus surai Chenle, berusaha menenangkan.
Merasa Mark tak lagi bisa ia harapkan, wanita itu beranjak dari posisinya dan memanggil supir untuk segera menyiapkan mobil. Ia menggendong Chenle sambil tersenyum tipis, aroma bedak bayi yang menguar dari tubuh putrinya memberikan ketenangan disela-sela kepanikan nya,
Oh tentu Haechan tak pernah sekalipun berada di situasi seperti ini. Putri kesayangan keluarga seo itu punya lusinan dokter dan ratusan pelayan yang siap sedia melayani nya, bak ratu dari negeri dongeng.
Menikah dengan Mark Lee tidak membuat hidupnya lebih bahagia, ada atau tidaknya Chenle sama sekali tidak membantu hubungan nya dan sang suami agar bisa bersatu. Malah ia yang harus kerepotan mengurus putri mereka sendiri, Haechan yang harus menanggung kesakitan saat melahirkan buah hati mereka, tetapi Mark masih bersikeras menutup hatinya.
Pandangan Haechan mulai memanas saat melihat Chenle lagi-lagi menunjukkan gelagat akan muntah, segera ia menyuruh supir untuk mengantarkan mereka ke klinik terdekat.
"Chenle sayang, kamu tahan ya. Sebentar lagi kita sampai, nanti eomma kasih hadiah kalau kamu ngak muntah sampai kita ketemu dokter" bujuk rayu Haechan berhasil, putrinya mengganguk sambil mengistirahatkan kepalanya paha sang ibu.
"Janji ya, lele bakal jadi anak baik kalau eomma selalu ada buat lele" mata bulat anak itu berbinar-binar disela sakitnya, hati Haechan memelas namun ia juga tak tega untuk mengatakan "tidak". Bagaimanapun itu, Chenle tetap darah dagingnya, dan naluri seorang ibu akan tetap ada padanya.
"Iya, eomma janji"
Kedua jari kelingking itu saling terikat satu sama lain, Chenle dalam hati bersorak senang. Meskipun keadaan tubuhnya tengah sakit, ia jadi punya waktu dengan sosok yang melahirkan nya. Waktu memang ngak selalu sesuai sama ekspetasi kita, ngak selalu bisa bikin kita bahagia.
Tapi percayalah,
Meskipun ngak tepat sama harapan kita, tapi semuanya udah disetting Tuhan tepat pada waktuNya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We're Never Meant To Be
Fiksi RemajaHidup ini diibaratkan dengan cerita yang tertulis dalam sebuah buku, yang jika tidak dibuka maka tidak akan kita ketahui kisah yang berada didalam nya. Terkadang kisah yang tertulis dalam sebuah buku tidak selalu berakhir indah, seperti yang selama...