alles ist dunkel

150 22 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
.

Gelap, semuanya gelap

Jeno terbangun dengan nafas yang terputus-putus, terduduk diatas kasur dengan satu tangan yang memegangi dadanya yang terasa sesak.

Sepanjang matanya memandang, hanya kegelapan malam yang menyambut bangun nya, sama seperti mimpi buruk yang menghantuinya beberapa tahun terakhir, kini sudah bulat dua warsa lamanya kepergian sang ayah, mulai dari saat itu juga hidupnya bagaikan penjara teralis besi, tak bisa pergi kemanapun dan hanya menunggu waktunya pergi.

Entah apa lagi penderitaan yang belum pernah ia alami, setiap hari rasanya semakin buruk dan bertambah buruk. Menjadi dokter bukan suatu hal yang menjamin bahwa ia selamanya sehat, mungkin seharusnya Jeno mengambil pendidikan sebagai dokter psikiater alih-alih dokter bedah.

Semua yang ia jalani dari awal sepenuhnya salah, lalu apa tujuan hidupnya? Untuk apa Jeno terus "menumpang" di dunia ini dan merasakan kesakitan tiada henti, seseorang tolong Jeno!

Obat tidur adalah keharusan, setiap malam ia tidak akan bisa terlelap sama sekali tanpa bantuan obat. Meski selelah apapun ia bekerja selepas operasi, Jeno takkan bisa tertidur tanpa obat yang telah menjeratnya dalam candu.

Keringat dingin yang terus menerus keluar dan tangan yang bergetar tanpa henti, sensor sarafnya masih berfungsi, begitupun motoriknya. Hanya saja Jeno seakan kehilangan kendali akan tubuhnya, ia membenturkan kepalanya ke dinding tanpa bisa berhenti, setiap tetesan air matanya jadi bukti betapa pilu ia menjalani hari, betapa berat helaaan nafas yang ia tarik setiap detiknya.

Tolong! Kalau memang Jeno ngak berhak ngerasa bahagia, dia ikhlas. Lebih baik nafas kehidupan yang ia punya dicabut, semuanya selesai dan Jeno akan ngerasa tenang. Tidak akan  lagi ada pergumulan ataupun gejolak batin yang menyiksanya, serta orang-orang disekitar yang ikut campur menyesakkan batin dan hati.

"Akhh" Gadis itu meringis pelan, memegang kepalanya yang mulai memerah sesaat setelah kesadaran nya mengambil alih.

Jeno beranjak pergi, merapihkan kasurnya dan duduk diatas sofa sembari menganti channel televisi, jemarinya berhenti memencet ketika sampai di saluran berita,

Berita terkini tentang pandemi yang mulai meluas dari Wuhan, kini mulai memasuki wilayah Korea Selatan dan dimulai di Busan. Penyakit yang mirip dengan batuk pilek itu kini menjadi virus yang paling ditakuti, gadis itu memijat tengkuknya yang mulai pening, ada firasat buruk yang mengatakan bahwa dirinya akan segera dipindah tugaskan.

"Kiranya jika Engkau masih mendengar doaku, jaga dan sertai aku Tuhan, seluruh hidupku ini kuserahkan pada tanganMu, hanya untuk kemuliaanMu. Biarlah apa yang Engkau kehendaki terjadi, hanya padaMu aku berserah, kupercaya janjiMu nyata dan ajaib, Bapa" Kedua tangan nya mulai bertaut satu sama lain, memanjatkan doa diiringi dengan isakan tangis.

-Yesaya 55:8-
Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.

-Amsal 3:5-6-
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.

.
.

Sementara itu di Seoul, ibukota Korea Selatan tidak pernah terlelap, dihiasi kerlap kerlip cahaya kota yang terang benderang disepanjang jalan,

Dan disinilah Mark sekarang, mengendarai mobilnya disepanjang jalan menuju rumah sakit, menangani pasien gawat darurat yang harus segera dioperasi.

Sengaja juga ia membawa cukup banyak pasang pakaian untuk menghemat waktu, tak perlu bolak-balik kerumah yang hanya akan membuat suasana hatinya memburuk, bertemu Haechan akan memperumit segalanya, belum lagi ia harus menangani Chenle yang tak mau lepas jika sudah bersamanya.

Bahu pria dipertengahan dua puluh tahun itu melesu begitu melewati jembatan yang menjadi salah satu saksi bisu kisah cintanya dengan Jeno, masa indah yang harus pupus karena tekanan kedua orang tuanya.

Lihat saja, menantu yang mereka bangga banggakan tidak lebih dari mesin penghabis uang. Sudah yang kelima kali dalam satu bulan, Haechan pergi ke luar negeri dan menghabiskan limit kartu miliknya, membawa pulang berbagai macam barang branded yang hanya memenuhi rumah.

Istrinya itu bahkan tidak mau repot-repot turun tangan mengurus Chenle, menyerahkan semuanya pada dua babysitter yang siap sedia 24/7 untuk sang putri. Haechan tak pernah ada untuk Chenle, hanya melimpahkan tanggung jawabnya sebagai ibu dan menukarkan nya dengan segepok uang sebagai gaji pada babysitter yang ia pekerjakan.

Namun Mark sadar diri, ia pun tak ada bedanya dari Haechan.

Sebagian waktunya ia habiskan dirumah sakit, dari pagi hingga malam tanpa memikirkan putri sematawayangnya kekurangan kasih sayang dari kedua orang tua mereka. Chenle—putri keluarga Lee itu harus menjadi korban dari keegoisan kedua orang tuanya.

Mark yang masih bersikukuh dengan perasaan nya pada masa lalu, sementara Haechan yang masih berharap lebih pada sang suami, mengemis cinta yang tak pernah ia dapatkan.

"Jika saja Haechan tidak menghalangi hubungan kita, kamu bakal jadi ibu yang baik untuk anak-anak kita, Jeno-yaa" senyuman nya terulas indah dengan tatapan yang sayu.

Boleh dibilang Mark bodoh, kurang ajar dan tak tahu diri. Padahal sebagai seorang pria, hidupnya dapat dikatakan indah. Belum memasuki usia tiga puluh tapi sudah mempunyai pekerjaan yang meyakinkan, gaji besar, hidup mapan dan punya keluarga kecil—yang terlihat harmonis dari luar—

Pria itu terkekeh kecil saat mengingat ekspresi wajah Jeno di pertemuan pertama keduanya, gadis lugu itu berubah menjadi garang hanya karena satu kejahilan yang ia lakukan. Dunianya, hidupnya ada pada Jeno. Seiring kepergian sang pujaan hati, Mark seakan tidak lagi punya tempat untuk pulang, sering kehilangan arah dan menutup diri pada siapapun.

Siapa yang kira si badboy di masa sekolahnya itu bisa berubah menjadi dokter yang hebat dan dipercaya oleh para pasien nya? Mungkin Mark juga tidak bisa mempercayai dirinya sendiri, hingga kini ia bisa berpijak dengan kedua kakinya, atas usaha dan kerja kerasnya selama tujuh tahun.

Perjuangan yang ia mulai dari semasa sekolah untuk memenangkan hati Jeno, si siswi cerdas penerima beasiswa yang akhirnya menjadi rival dalam hal nilai. Gadis itu akhirnya luluh melihat betapa seriusnya Mark padanya, meskipun kebersamaan mereka tak cukup lama dibandingkan dengan Haechan, namun Mark cukup bahagia,

Karena masa yang telah mereka lewatkan bersama lebih bahagia daripada apapun, dan takkan pernah bisa tergantikan

......selama dirinya masih bernafas

.
.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
We're Never Meant To Be Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang