herz und seele

204 19 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

"Memangnya kamu siapa sampai bisa mengatur ngatur Tuhan? Sampai semua harapanmu harus dikabulkan dalam urutan pertama doa doamu? Apa kamu nyari Tuhan hanya sekedar membuatNya tempat pengabul harapan? Sesuatu yang bisa kamu cari dan lupakan sewaktu waktu? Dicari dikala butuh, menangis dengan kepedihan merusuk jiwa dan harap harap semuanya dapat berjalan sesuai rencana kita. Dilupakan begitu saja jika hidup berputar sesuai dengan kehendak?"

Kamu anggap Tuhan apa? Allah pemilik kehidupan yang kepadaNya lah kita berserah. Atau malah kita anggap dia hanya sekedar tempat pengharapan?

Harapan hanyalah sekedar harapan, hidup ini sepenuhnya sia sia bukan?

Apa artinya kita menjalani hidup? Toh sudah siklusnya seperti itu, manusia lahir kedunia menjadi bayi yang suci dari dosa, tumbuh berkembang, belajar berperang dengan berbagai persoalan hidup, dari memegang pegang penumpas masalah hingga tangan kita menjadi terbiasa, kuat dan kapalan.

Tak ada lagi sesuatu hal yang bisa kita raih, genggam dengan kuat di dunia ini. Manusia lahir dengan tujuan apa? Disini hanya untuk menumpang sebentar, mempelajari apa makna kehidupan, mencari pasangan hidup, mengejar sesuatu yang semu dan belum tentu pasti—cita-cita, idealis, apalagi masa depan—, membangun keluarga, mendekat pada Tuhan dikala semakin senjanya usia.

Harapan hidup semua orang berbeda, dan tak semua punya kekuatan untuk berharap. Siapa sih yang mau berharap jika pada akhirnya hanya akan jadi sekedar angan dan berakhir kecewa?

Alasan utamanya tentu karena kita berusaha untuk melawan takdir Tuhan. Apa yang kita rencanakan, sebaik apapun wacana yang dipersiapkan sematang mungkin. Jika wacana Tuhan berbeda dengan kita, hanya dengan satu kata sudah menjadi putusan telak yang bisa jadi membuat kita merasa bertanya tanya, lalu apa gunanya berusaha keras? Toh jalan hidup sudah Tuhan putuskan, jadinya kita tak perlu berusaha bukan.....

"Chenle harus tau, eomma sayang banget sama kamu. Mungkin eomma jadiin kamu cuman sekedar alat buat menangin hati daddy. Tapi semuanya sia-sia, Mark ngak pernah cinta sama aku. Harapan aku kalau kebencian Mark bisa berubah jadi cinta karena kehadiran seorang anak cuman sekedar angan belaka. Aku sedih, terpuruk dengan begitu dalam" Jari jemari lentik itu menutup handphone nya, sementara tangan nya yang lain menarik koper berwarna navy masuk ke bagian pemeriksaan bandara.


"Cuman cuman Jeno yang menderita, aku juga menderita hidup tanpa cinta. Tanpa ada satu orangpun yang tulus disisi aku, berusaha ngelindungin aku di baris terdepan. Kayak karma, harusnya aku ngebiarin Jeno hidup bebas kayak dulu. Aku bodoh terpikat sama mark, luka yang selama ini ada kegores semakin dalam. Kalau itu yang kamu mau, aku bakal pergi biar kamu bahagia" Senyum pedihnya menguar, ia langsung menatap kearah langit dari kaca transparan di ruang tunggu.

Beralih ke selembar tiket tertanda namanya, dengan tujuan ke Paris. Masa bodo dengan virus yang mulai memporak-porandakan negaranya. Ia akan tetap bisa kembali ke tanah kelahirannya, selama kartu AS ayahnya masih ditangan.

We're Never Meant To Be Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang