13

48 5 6
                                    

Unknow

Sudut bibirku terangkat membentuk lengkungan saat melihat kedatangan seseorang yang sudah ku tunggu sedari tadi. Baju merahnya yang terlalu terang membuat ruangan dengan cahaya remang-remang ini seakan lebih bewarna. Semua orang bisa menebak bagaimana berbedanya wanita itu sampai tetap memilih warna yang tidak selaras dengan pertemuan kami kali ini.

"Kerja bagus," puji wanita itu lalu memilih duduk dihadapanku sambil memperlihatkan  senyuman manis yang begitu licik.

Aku akan bercerita sedikit tentang wanita yang ada dihadapanku saat ini karena ia adalah salah satu orang yang sangat berjasa dalam keberhasilan aksiku. Berawal dari pertemuan yang tidak disangka-sangka saat mataku masih begitu bengkak sebab menangis seharian, ia datang dengan tas bermerek sekaligus kaca mata hitam. Kesan pertamaku tentang wanita itu adalah cantik tapi disisi lain aku bertanya-tanya walaupun aku merasa cukup familiar dengan wajahnya itu. Sampai pada waktu aku yang sedang diajak makan malam bersama ditawarkan untuk melakukan hal keji yang tidak pernah terlintas dikepalaku. Dan entah kenapa aku menerima tawaran itu. Mungkin salah satu alasannya adalah buku diary yang ia tunjukkan.

Aku masih ingat setiap kata yang ia ucapkan bahwa wanita itu rela untuk mengulurkan tangannya, memberikan apapun yang ia punya asalkan aku bisa memberikan hal lain. Semua yang aku lakukan menjadi begitu mudah, tentu saja ini berkat kekayaan yang dimiliki oleh Nyonya Park.

"Anda yakin tidak ada yang melihat CCTV?" tanyaku setelah terdiam beberapa detik, menunggu wanita itu menghabiskan minuman pahit yang paling ia sukai.

"Kau tenang saja, aku sudah membereskan semuanya. Pria tua itu sangat mudah dihasut."

Aku langsung bernapas lega sebab sesuatu yang begitu aku khawatirkan tidak menjadi kenyataan. Mengingat bahwa aku ini masih tergolong orang yang tidak paham menggunakan senjata ataupun cara untuk balas dendam, lebih tepatnya belum profesional. Tapi karena rasa sakit hati yang tak mampu lagi untukku bendung terpaksa aku melakukan semuanya. Menghilangkan satu persatu serangga menyebalkan yang sudah membuat adikku menderita. Kali ini bisa aku pastikan bahwa Areum sedang tersenyum dan bangga dari atas sana melihat apa yang sudah aku perjuangkan untuk Areum.

Wanita itu melirik setiap sudut ruangan, "Dimana dia?"

Aku yang langsung paham siapa 'dia' yang sedang dicari oleh wanita itu hanya bisa mengangkat kedua bahuku. Lelaki itu merupakan orang yang sangat sibuk, apalagi dengan posisi yang sedang ia tempati saat ini menjadi orang penting. Membuatnya tidak bisa meluangkan waktu untuk sekedar berkumpul dan makan bersama. Aku sangat paham.

"Jujur, aku begitu kagum dengan kalian berdua. Di umur kalian yang masih muda, kalian bisa melakukan semuanya dengan baik. Benar-benar di luar ekspetasiku, aku kira kalian akan menyerah di tengah jalan tapi ternyata tidak. Bagaimana kalian bisa memiliki berani seperti ini?"

"Tentu saja atas didikan Anda, Nyonya," pujiku yang langsung disambut suara tawa menggelegar memenuhi ruangan. Aku hanya bisa membalas dengan senyuman sebagai bentuk dari rasa hormatku pada wanita itu.

**
Setelah pertemuan yang dijamu dengan makanan enak, aku memutuskan untuk pergi ke makam Areum. Kebetulan hari ini bertepatan dengan ulang tahun gadis manis yang sudah menjadi keluargaku satu-satunya. Namun hanya tinggal beberapa langkah lagi aku sampai tiba-tiba aku dikejutkan oleh 3 orang yang sedang bersimpuh disekitar batu yang bertuliskan nama Areum. Kenapa mereka disini? Apa maksud mereka datang kesini? Jangan-jangan mereka mau membuat kekacauan lagi? Itulah yang ada dibenakku.

Aku sangat tidak suka jika ada orang lain yang datang tanpa izin dariku, tapi tidak mungkin juga mereka melakukan itu sebab aku masih menjadi bayangan yang tetap harus dirahasiakan sampai waktunya datang. Dan aku juga membenci mereka walaupun tidak sebesar yang lain hanya saja  nama mereka ikut tercantum disecarcik kertas yang aku temukan. Karena bagaimanapun juga mereka adalah tersangka yang menorehkan luka dihati Areum.

"Kenapa kau diam saja?" bisik seseorang yang membuatku seketika menoleh padanya. Si "dia" yang sempat aku bicarakan tadi.

"Kau lihat mereka? Aku ingin sekali mengusir mereka," balasku.

"Sabarlah," ucap pria itu sambil menepuk pundakku. "Tapi sepertinya kita harus bekerja lebih cerdik lagi karena ada satu anggota tambahan yang masuk ke kelompok mereka."

Dahiku mengernyit, "Siapa?". Aku begitu takut jika orang tersebut adalah orang yang memiliki pengaruh atas jalannya kasus ini.

"Myungsoo. Kau tau pria itu bagaimana kan. Diam-diam menghanyutkan. Ia bisa saja mengetahui banyak hal dalam sekejap apalagi Myungsoo memang mengenal Areum sejak lama."

Aku tidak menyangka ternyata orang yang ku kira akan masuk dalam rencanaku malah berpihak ke musuh. Sial, seharusnya aku bergerak lebih cepat untul membujuk Myungsoo jika begini aku tidak bisa berpikir dengan baik.

"Haruskah kita minta bantuan Nyonya Park?" Pertanyaanku malah dihadiahi gelengan kepala.

"Jangan, itu terlalu berisiko. Nanti malah kita yang kena imbasnya. Lebih baik kita membuat rencana baru."

Ya, benar terlalu besar risiko yang akan kami tanggung jika aku mengadukan semuanya. Wanita itu mana mungkin mempercayai perkataanku. Bisa jadi Nyonya Park malah berbalik menghancurkan semua kerja keras yang sudah kami lakukan mengingat betapa sayangnya wanita itu pada pria pertama yang selalu menuruti perkataannya.

"Kau ada ide?" tanyaku lesu. Semangat yang sedang menggebu-gebu sirna begitu saja. Tapi aku tidak akan pernah mau untuk mundur, aku sudah berjalan sejauh ini. Bagaimanapun aku harus membalaskan dendam Areum kepada mereka semua.

"Untuk saat ini belum. Kau tenang saja, kita bisa mengalahkan mereka. Kau tau kan aku juga pintar, sama dengan Myungsoo," jelasnya yang membuatku sedikit tenang.

"Ya," balasku.

Aku kembali menatap tiga orang gadis yang sedang bersiap-siap untuk beranjak pergi dari sana. Aku semakin membenci kehadiran mereka di kehidupanku dan aku pastikan hari ini adalah hari terakhir mereka bisa menginjakkan kaki ke makam Areum mungkin juga kesempatan terakhir untuk mereka tetap bernapas. Karena aku akan segera merubah target utamaku, aku akan menulis nama Jiae, Soojung dan Hyeyoon di daftar yang paling depan.

"Ayo, sebelum langit jadi gelap," ajak pria yang sedari tadi berada di sampingku.

Aku pun mengikuti pria itu tanpa berniat untuk mengucapkan sepatah katapun. Otakku terus berkerja memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya, sebelum semua kejahatan kami terbongkar. Siapa sangka ketiga gadis itu sudah melangkah sedekat ini denganku dan aku yakin mereka juga sedang mengantungi bukti-bukti. Ditambah bantuan yang terus mendatangi mereka.

Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Aku ingin menyelesaikan semuanya sampai tuntas, tapi semakin aku berusaha untuk menemukan jalan keluar, aku merasa kinerja otakku malah semakin menurun. Mungkin aku harus istirahat sebentar sebelum kembali berpikir.

**
Tanganku meraih sebuah buku yang tersimpan dalam kotak merah. Buku yang menjadi tempat curahan hati Areum disaat ia sudah tidak mempercayai dunia. Buku yang menjadi keharusanku untuk membaca sebelum menyambut hari esok. Buku yang juga membuatku merasa gagal menjadi seorang kakak. Dan buku yang mengingatkanku untuk meraih tunjuanku tetap hidup.

Tanpa perlu ditanya, aku sudah khatam dengan setiap tulisan yang ada disana. Termasuk nama siapa saja yang Areum tulis dengan tinta hitam, entah seseorang yang memberikan momen bahagia atau orang-orang yang selalu menyiksanya.

"Tunggulah sebentar lagi, dendammu akan ku selesaikan."

***
See you next time...

Love you all 💕

10 Januari 2022

Still Alive (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang