4

122 14 6
                                    

Kim Hyeyoon

Diteror tapi tidak tahu siapa pelakunya itu adalah hal yang paling menakutkan. Tidak tahu siapa yang harus dihindari dan siapa yang boleh didekati. Lagipula jika benar tulisan itu hanya sebuah lelucon aja, serius itu sama sekali tidak lucu. Dan jika aku tahu siapa pelakunya lihat saja tidak akan aku membiarkan dia lolos. Aku akan membalasnya dan akan membuat dia kapok mengerjaiku. Hanya saja aku tidak terlalu yakin ini hanya sekedar bercandaan orang iseng. Terlalu menakutkan.

Aku mendeteksi satu persatu teman sekelasku yang berkemungkinan besar untuk menulis surat itu. Dan pilihan ku jatuh kepada pria tinggi yang kini berjalan menuju mejanya. Aku langsung berdiri di hadapannya sambil membentangkan tangan dengan tatapan yang ku buat setajam mungkin. Dia lah yang paling berpotensi karena dia selalu saja mengerjaiku. Mulai dari menarik rambutku, mengambil bukuku tanpa izin bahkan dia juga pernah mengunciku di dalam kelas.

"Kenapa? " tanya Seokwoo sambil memasukkan tangannya ke saku. Mungkin orang lain akan menganggap itu sebagai pose yang paling keren tapi bagiku tidak. Dia sama sekali bukan tipe pria yang tampan, wajah nya selalu membuatku naik darah. Tidak pernah sekalipun aku bertemu dengannya tanpa bertengkar.

"Ikut" jawabku lalu menariknya keluar. Mencari tempat sepi agar tidak ada yang menguping pembicaraan kami.

Tanpa basa-basi aku menyodorkan kertas itu tepat didepan wajahnya tanpa memperlihatkan isinya. Aku juga tidak akan membiarkan dia menyentuh barang bukti. Tingkahku ini membuat dahinya berkerut. Kenapa dia terlihat semakin menyebalkan jika dia memasang wajah yang seperti itu? Seolah-olah dia adalah anak paling polos yang tidak mengerti apapun.

"Kau yang buat ini kan? " tuduhku. Aku sangat yakin dia yang melakukannya. Walaupun sebenarnya aku tidak punya bukti apapun, hanya saja hatiku mengatakan demikian.

"Jika itu surat cinta maka itu dariku. " Seokwoo mendekatkan tubuhnya padaku. Seketika aku merasa merinding ditatap dengan sorot mata seperti itu. Aku mulai tersudut tapi aku tidak akan menyerah begitu saja sebelum dia mengatakan yang sebenarnya.

"Ini bukan surat cinta"

"Kalau begitu, bukan aku pelakunya"

"Kau pasti yang melakukannya"

"Kau punya bukti?" Aku terdiam mendengar ucapannya. "Tidak kan. Kalau begitu kau tidak boleh menuduhku sembarangan"

"Tapi kau selalu menjahiliku"

"Memang. Tapi kali ini aku tidak melakukannya. Lagipula aku lebih senang jika harus menulis surat cinta padamu dibandingkan surat yang tidak jelas"

Dia berlalu dari hadapanku. Meninggalkan aku sendiri yang sedang sibuk berkutik dengan pikiranku. Aku sama sekali tidak puas dengan jawabannya. Itu tidak membantu untuk mengurangi rasa penasaranku. Aku mengecek kembali surat yang sedari tadi ku genggam. Aku sangat berharap ada petunjuk yang bisa aku gunakan, tapi sayangnya tidak. Hanya tulisan bertinta merah yang terlihat tidak beraturan. Atau aku harus mencoba cara yang lain, mencocokkan tulisan semua orang yang ada didekatku. Sepertinya cara itu lebih baik. Daripada harus bertanya secara langsung, tidak akan ada pelaku yang mau jujur.

Saat berada didalam kelas, aku terus saja memantau Seokwoo. Aku tetap saja menaruh curiga padanya. Ah benar juga, dia tidak melihat isi suratnya lalu bagaimana dia bisa mengatakan bahwa surat itu tidak jelas. Semakin aku pikirkan semakin aku mencurigainya. Tidak ada yang lain selain dia. Entah ini karena dendam ku yang membuatku selalu ingin menuduhnya atau ini memang feeling seorang perempuan. Biasanya kan feeling  perempuan itu selalu benar.

Still Alive (Slow Update) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang