Pagi selanjutnya datang, membawa nuansa yang lain.
"Happy birthday, riku.... Happy birthday, riku.... Happy birthday.... Happy birthday...."
Bernyanyi dengan nada lembut sambil menunjukkan senyum cerahnya, tenn meletakkan nampan berat di atas pangkuan adik tercintanya.
"Selamat ulang tahun untuk kita berdua."Sang adik tersenyum, mengecup pipi tenn, "Terima kasih. Aku tahu tenn-nii pasti akan memberikan kejutan pagi ini. Sudah selesai ngambeknya gara-gara kejadian tadi malam dan dua hari sebelumnya?"
Tenn tentu saja membalas kecupan itu. Meminta riku untuk memandang nampannya. "Tentu saja aku harus memberi mu kejutan. Kalau begitu, apakah riku sekarang bisa memotong--hmpm. Curang. Riku sudah menyiapkan tang di laci itu sejak semalam."
Riku menyeringai. Menatap penghitung waktu yang belum berdenyut mundur, ia tersenyum pada belahan jiwa tercinta. "Tenn-nii memilih setelan 25 detik.... untuk menandai ulang tahun kita berdua yang ke 25 tahun, sayang?"
"Tentu," tenn mengangguk, "aku sangatlah pengertian pada adik ku sendiri."
"Tenn-nii memang lebih dari sekedar pengertian." bibir mungil di lindas kecupan penuh rasa terima kasih. "Sampai menghadiahkan bom pada seorang penjinak bom.... Tenn-nii sedang baik hati, atau tidak sengaja salah memilih senjata untuk membunuh ku?"
Memandang jenuh. Tenn bergerak menjauh. "Kalau riku bilang begitu...."
-PIP
Tombol stars di tekan cepat.
"Ku rasa tidak keduanya. Selamat berusaha, adik ku. Semoga tidak panjang umur."
Tenn berlari. Menghilang cepat. Membanting pintu sekasar merobohkan lemari.
"Terima kasih, sayang. Kau memang gila."
Riku memang tertawa. Tapi tidak meremehkan bom rakitan tenn. Dua tangan memilah seliweran kabel. Pisau yang rajin di asah, tergenggam, siap memotong sumbu ledak.
"Jika salah potong, aku mati di tempat. Hadiahnya kali ini benar-benar mematikan."
Penghitung waktu telah berjalan.
Otak jenius riku mulai aktif.
Bekerja.
Berpikir keras.
Bertarung dengan kemungkinan.
23 detik.
"Ini," pisau hampir turun, memutus kabel biru. Tapi mendadak berhenti. "Bukan yang ini."
Pokok saluran konduktor di telusuri.
Riku menarik napas. "Fake. Ini tidak ada sambungan langsung ke detenator."
Meneruskan analisis.
21 detik.
Manik crimson mengamati benar-benar.
20 detik.
"Baterainya di tanam dengan segel timbal. Tenn-nii semakin merajalela."
18 detik.
"Biru. Merah. Ungu. Kuning."
Bagaimana bisa tenn-nii memasang kabel pengecoh sebanyak ini!?
15 detik.
"Sumber arusnya cuma baterai"--melompat, laci-laci di setiap sudut kamar di tarik kasar-- "Aku membutuhkan magnet batangan untuk mengacaukan aliran listriknya."
Gusar mencari.
Riku menemukan setitik harapan untuk hidup.
"Ada!"
KAMU SEDANG MEMBACA
No Exit
FanfictionKeluarga Nanase merupakan sebuah keluarga yang memasuki kategori keluarga abnormal. Mereka saling menjaga dan melindungi sekaligus saling membahayakan.