Chapter 6

190 24 15
                                    

Suasana hati sepasang saudara kembar itu terlihat sangat buruk, salah satu di antara keduanya kembali sibuk dengan paper work. Sedangkan yang satunya lagi hanya bisa menggerutu kecil sambil berusaha menarik salah satu tangannya yang tidak dapat di gerakkan dengan baik –di borgol- karena hampir saja membuat paper work milik lelaki bersurai crimson yang sedang sibuk itu hancur akibat tumpahan air raksa.

.

.

.

.

No Exit

By

Lucian_Lucy_

.

.

.

.

Siapa sangka kalau tenn ternyata masih menyimpan persediaan air raksa setelah sempat ia gunakan untuk di campur pada jus jeruk buatannya sesuai pesanan riku, tapi khusus untuk hari ini. Batas kesabaran riku sedang dalam tahap minim karena informasi yang baru saja momo berikan selaku bodyguard tenn. Padahal seingat riku, tadi pagi tenn terlihat baik-baik saja kecuali kejadian mencengkram tangan dengan kuat hingga tamparan keras yang tenn berikan.

Tapi bukan hal itu yang membuat dasar perut riku memanas dan terbakar amarah, riku merasa tidak suka saat mendengar kabar kalau kakaknya menangis di balik punggung pria lain meskipun orang itu merupakan senior tenn selama ia kuliah. Di dalam pikirannya sudah bermuncualan berjuta prasangka buruk pada gaku.

Hingga ponselnya yang sengaja ia anggurkan dan malah di gunakan oleh tenn untuk berseluncur di internet berdering dengan nyaring, dengan perasaan dongkol karena kegiatannya terganggu membuat tenn dengan tidak rela mengembalikan ponsel milik riku.

Riku menerima ponselnya sambil memberikan senyuman tipis pada tenn, kelewat tipis malah sampai tenn meragukan penglihatannya sendiri.

Oh, riku tahu siapa yang menghubunginya kali ini. Siapa lagi kalau bukan tambang emasnya.

"Halo, sogo-san? Oh aku sedang free hari ini".

Sogo berbicara, dan riku mendengarkan. Sekaligus tangannya masih sibuk menari dengan lincah di atas keyboardnya. "Apa? Kau ingin aku membunuh salah satu pesaing bisnis mu dengan cepat tapi tanpa ketahuan? Baiklah akan ku lakukan –eh? Yang penting mati mengenaskan? Main santet saja kalau begitu. Katanya yang penting mati."

Riku menunggu sogo memangkas kalimat demi kalimat, sementara ia sudah mulai meninggalkan pekerjaannya dan melangkah menujuk kearah tenn yang sibuk mengerutu karena kegiatannya terganggu sedangkan ponsel miliknya di sita oleh riku demi kebaikan tenn agar terhindar dari kejaran Interpol.

"Jadi intinya jangan sampai ketahuan kalau salah satu pesaing bisnis mu itu mati karena terbunuh? Baiklah –iya, dia pasti terbunuh dengan sangat mengenaskan. Kau seperti tidak pernah menerima hasil dari pekerjaan ku saja sogo-san. Sudah, ku tutup telpon mu ini, aku akan menyiapkan semua permintaan mu".

Setelah memastikan kalau suara sogo sudah tidak terdengar lagi, riku menatap tenn yang kini juga menatap dirinya dengan tatapan kucing minta di pungut tapi setelah di pungut malah ingin menggigit mati tuannya. Dengan santai riku merogoh saku kemejanya dan mengelurkan suatu benda yang sejak awal sangat tenn ingin lihat, bak sengaja mempermainkan hati tenn. Riku memain-mainkan anak kunci borgol yang sejak tadi sudah menahan pergerakan salah satu tangannya.

No ExitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang