Chapter 17

96 11 2
                                    

"Selamat pagi, sayang. Kau cantik seperti biasanya. Parfum bunga teratai lagi?"

Tenn mengusap pipinya yang dikecup tiba-tiba oleh riku. Mereka janjian bertemu di depan lobby.

"Sudah sarapan? Sudah siap beraksi? Ah, aku ada sedikit kejutan untuk mu." sang adik melempar sebuah kunci mobil pada tenn. "Penjahat tidak keren kalau cuma jalan kaki."

"Mobil sewaan?" mata mawar lembut melebar. "Terima kasih. Dan riku?"

"Aku lebih suka berkontak langsung dengan angin. Aku menyewa motor. Lebih gagah." kacamata hitam dikeluarkan, dipakai ganteng, dikawani senyuman--tenn dalam hati mengakui, adiknya jadi berkali-kali lipat lebih tampan. "Bagaimana menurut tenn-nii? Aku membelinya tadi pagi, sekalian beli baju."

Tenn tidak ingin berkomentar. Tsundere kumat. "Perasaan ini masih pagi. Baru jam delapan."

"Kabar baiknya, ada toko pakaian yang buka sebelum jam tujuh." seringai tersungging. Nanase riku merapatkan jaket kulit yang terpasang di badan, menutupi kaos hitam ketatnya yang begitu pas di badan.

"Oh."

Tenn menelan ludah. Lagi-lagi teringat roti sobek.

"Oke, jadi tenn-nii menyetir mobil, aku naik motor." riku memakai helm yang sejak tadi ditenteng di tangan kiri. "Aku duluan, atau tenn-nii duluan?"

"Riku.... saja." lalu kenapa dia jadi gugup begini!?

"Oke, itu mobilnya. Aku ambil motor dulu." tangan bersarung biker terulur. "Semoga berhasil, sayang."

Tenn makin membatu saat punggung tangannya diberi kecupan lembut.

Saat itu, seolah-olah gravitasi bumi berkhianat padanya. Mata mawar lembut itu tidak bisa lepas dari lelaki tampan yang melaju dengan motor sport merah, menderu membelah jalanan.

Tenn mendesah. Galau maksimal. "Kenapa riku jadi.... begitu lain?"

Memang lain. Sosok itu telah berhasil menimbulkan getaran aneh yang selama ini tidak pernah ada dalam diri tenn.

Sosok pembunuh bayaran psikopat--menyebalkan yang selama ini dikenalnya sebagai 'Calon suami yang selalu ingin diajaknya berpisah'.

.
.
.
.
.

No Exit

By

Lucian_Lucy_

.
.
.
.
.

Kantor cabang bank NBCX sudah cukup ramai, sepagi itu.

Nanase riku mengambil nomor antrean teller. Dan melihat tenn-nya belum juga datang, ia berkali-kali menukarkan nomornya dengan nomor milik nasabah lain yang tiba lebih belakangan.

"Tak apa, saya masih menunggu seseorang."

"Menunggu seseorang atau menunggu transferan?"

Senyuman tampan. "Dua-duanya boleh."

Dan senyuman itu makin kentara saat manik crimson si pria muda menangkap sosok kecil di sana.

Terlalu kecil jika dibandingkan tas ransel besar yang dibawanya. Seperti mau naik gunung.

"Ada yang bisa dibantu?" tentu saja. Tentu saja wajah polosnya mampu mengundang naluri penolong dari semua entitas mortal di sekelilingnya. Tak terkecuali satpan yang langsung mendekat, menawarkan bantuan.

No ExitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang