Chapter 14

96 11 1
                                    

Sejam setelah Yuki dan momo pergi. Tenn sudah menarik jatuh koper dari atas lemari.

"Aku mau pulang ke Belanda."

Riku hanya melirik dari jauh. Laptop jinjing yang selalu ia gunakan selama bekerja di biarkan menyala.

Ia dengan santai mengunyah Omurice buatan tenn, sebelum sang surak baby pink mulai sibuk melakukan segala persiapan keberangkatannya.

Tenn masih sibuk membobol isi lemari. Baju-baju di keluarkan. Celana-celana ditumpuk. Tidak lupa juga, seluruh bibit sayuran yang selalu di simpannya baik-baik. Si surai baby pink menoleh, riku tetap saja tidak bertanya, membiarkannya kerepotan sendiri. Membiarkannya bertanya-tanya sendiri.

"Riku tidak apa-apa ku tinggal lagi?"

Tenn tidak tahu mengapa dirinya berharap untuk dijawab. Dari lubang pintu kamar yang menjeblak, ia bisa melihat adiknya masih saja mengunyah makanan buatannya dengan tenang. Sesekali. Perhatiannya teralih, bukan pada tenn, melainkan pada layar ponsel. Sepertinya bermain game.

"Riku?"

"Pergi saja. Hati-hati di jalan."

Menghentikan kegiatannya mengepak barang, tenn menatap datar. "Tidak ditanya kenapa aku buru-buru pergi?" bahkan tenn sendiri masih tidak bisa mengerti, mengapa ia ingin--seolah-olah--sedikit di beratkan. "Riku tidak bertanya kenapa aku mau minggat ke Belanda lagi?"

"Memangnya kenapa?" suapan terakhir Omurice dilahap, "Yang dicurigai itu kau, bukan aku."

Baru sepuluh detik riku menjawab, tenn sudah merespon dengan menghantamkan koper ke lantai. "Ya sudah aku pergi! Jangan salahkan aku kalau besok pagi mansion ini digrebek polisi dan riku masih berada di sini."

"Hm."

Mendadak tenn menjadi sangat sibuk, dan sangat cerewet.

"Jangan salahkan aku," revolver CZ 75 dan beberapa batang pisau lipat ikut dikemas, "kalau riku ditangkap. Jangan sampai jika di introgasi mengatakan siapa aku yang sebenarnya. Kalau aku tahu hal seperti itu terjadi, aku akan membongkar keberadaan jaringan yakuza mu."

Kembali fokus pada layar laptopnya yang sejak tadi dianggurkan. Riku mulai bekerja seperti biasanya. "Memangnya tenn-nii yakin aku hanya seorang Bos yakuza, bukan Interpol?"

Gerakan tenn terhenti. "Kau bukan Interpol," ucapnya langsung. "Kau seorang pembunuh."

"Benarkah? Darimana tenn-nii tahu jati diri ku yang sebenarnya?"

"Pokoknya aku tahu." koper berat ditarik, "Kalaupun riku anggota Interpol, itu semua bukan urusan ku." tenn baru melangkah keluar pintu. Sempat terdiam saat melihat juluran cahaya lampu dari kejauhan dan beberapa maid yang berlarian, seperti berusaha menyelamatkan hidup mereka masing-masing.

Dirinya baru saja ingin bertanya pada salah satu maid yang berada di sekitarnya. Hingga beberapa suara senapang api yang saling bersahut-sahutan dari arah gerbang utama membuatnya membeku ditempat.

"Ah!"

Tenn baru menyadari sesuatu yang sangat penting.

Tentu saja suara tembakan yang saling bersahut-sahutan itu tidaklah aneh, karena kalau dugaannya benar--segerombolan petugas Interpol sedang mencoba menerobos keamanan mansion mereka.

Tenn buru-buru balik.

"Kenapa masuk lagi?" riku menatapnya seolah-olah ia merupakan makhluk paling anomali di sekujur bumi.

"Ada Interpol. Sepertinya mereka sudah mulai bergerak."

"Oh, Ok."

Mata mawar lembut melebar karena terkejut, "OK?"

No ExitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang