Chapter 20

130 12 11
                                    

"Ini rumah ku, maaf kalau terlalu sederhana. Tapi ku rasa ini akan cukup kalau kalian gunakan untuk bersembunyi sementara. Penjagaan di rumah ku standar Paspampres."

Riku berjalan dibelakang tenn. Kakaknya mengerjap polos berkali-kali, padahal mansion Osaka sogo tidak terlalu jauh berbeda dari mansion keluarga Nanase. Dan sepertinya sekarang, kakaknya terlalu silau dengan pemandangan kastil raja brana yang dipampangkan sogo pada mereka.

"Sogo-senpai sepertinya sudah jadi orang hebat," tenn memuji, untuk beberapa hal, ia bisa menjadi benar-benar tulus. "Ku rasa, aku bisa tersesat di rumah ini kalau dilepas sendirian."

"Kau bisa saja, tenn-kun. Rumah ini mungkin memang besar, tapi selalu sepi karena ku huni seorang diri." sogo menyeringai, riku melirik diam-diam. Itu semacam curhat atau modus colongan?

"Lho, benarkah?" dan kadang-kadang riku sungguh kesal dengan tenn yang lambat sekali peka. "Ku pikir sogo-senpai sudah punya istri. Kenapa belum menikah?"

"Itu karena...." sogo pura-pura berpikir, "Aku sibuk mengumpulkan uang, aku masih miskin."

"Oh...." tenn makin terpana, "Kalau segini masih miskin, kayanya seperti apa, senpai?"

"Ya, sogo-san memang sibuk sayang. Tapi kesibukannya masih diragukan. Antara sibuk mengumpulkan uang atau sibuk membayar yakuza untuk menghabisi orang," riku menyela, suaranya pelan tapi tajam. "Maaf sogo-san, sejak tadi aku mau tanya. Rumah mu ini apa tidak punya ruang tamu? Sejak tadi kau membiarkan istri ku berdiri. Butuh sumbangan untuk membeli kursi?"

Sogo menoleh, menukar tatap dengan riku, kemudian tersenyum. "Maaf riku-kun, aku memang tidak punya kursi."

Tenn membulatkan mata,
"Punyanya apa?".

"Sofa."

Riku memutar mata, melangkah enggan mengikuti tenn yang sejak tadi diklaim sendiri oleh sogo. Pembicaraan mereka tak habis-habis. Tentang nostalgia semasa SMA--mereka sama-sama alumni SMA PRODIGY. SMA yang juga hampir dimasuki oleh riku, kalau saja dia tidak meleparkan diri ke SMA Swasta khusus anak nakal yang bebas bolos seenak jidat.

SMA PRODIGY adalah SMA unggulan dengan peraturan ketat. Riku menolak memasukinya sekalipun nilainya cukup. Alasannya, ia takkan punya banyak waktu untuk belajar merugikan negara.

Sejak tadi, manik mawar lembut tenn berbinar saat mendengar seluruh profesi teman-temannya semasa SMA. "Ternyata semua teman kita jadi orang hebat, ya senpai. Tidak ada yang jadi penjahat--"

"Ehm!"

"Riku kenapa?"

"Cuma batuk."

"Oh.... Ku kira tersinggung."

Riku menghempaskan diri ke sofa, di samping tenn. Ruang tamu orang kaya memang beda. Tempat duduknya saja selembut bolu susu.

"Jadi, apa kita bisa langsung bicara tentang kontrak baru itu?" riku entah kenapa merasa gerah, padahal AC di ruang tamu sogo ada sembilan. "Katakan apa rencanan mu, sogo-san."

"Ah, pentingkah kita langsung membicarakan bisnis saat kalian baru sampai?" sogo tertawa, menjentikkan jari. "Barista, tolong bawakan daftar menu untuk tamu ku."

Riku makin muak, tenn makin terpana. Bahkan untuk menjamu tamu saja ada daftar menu.

"Jus daun ganja?" mata tenn berbinar membaca salah satunya, "Boleh aku coba yang ini?"

"Darimana kau membeli ganja, sogo-san?" mata riku menyipit curiga. "Kau punya kenalan orang Kartel?"

"Oh bukan, ini cuma jus daun pepaya. Sebejat-bejatnya aku, aku bersih dari NAPZA. Kanabis, heroin, putawa. Semua itu barang haram. Kenapa tenn-kun kelihatan terobsesi dengan ganja?"

No ExitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang