Chapter 15

105 11 4
                                    

Warning!!! Adegan yang ada di chapter ini tidak boleh di praktekkan dirumah!!!

******

Pintu kaca tebal yang melindungi perangkat penarikan uang, di tutup dari dalam. Riku ikut masuk, melihat tenn yang memasukkan kartu ke dalam mesin. Keduanya menunggu. Tenn mematung, riku yang berdiri di belakang tubuh mungil itu, sibuk mengusap-usapkan hidung ke leher sang kakak.

"Berapa pin yang harus ku masukkan?" sang surai baby pink bertanya dengan penuh kebingungan.

"Ah! Aku tadi tidak sempat mencuri pinnya!" baru sadar.

Riku yang sedari awal tidak mempedulikan segala racauan penuh rasa panik dari surai baby pink lebih memilih untuk terus berdiam diri.

"Astaga! Riku, bisakah kau menyingkir sebentar? Jangan mencium leher ku terus! Bantu aku memasukkan pin kartu ini! Aku tidak tahu pinnya berapa!"

"Singkirkan tangan tenn-nii dari tombol ATM itu, jangan di sentuh." riku pada akhirnya merasa kasihan juga, ia mengeluarkan ponsel. Lengannya yang melesap di bawah lengan tenn menggeser-geser layar, membuka sebuah aplikasi.

"Kamera pendeteksi panas tubuh?" sang surai baby pink bingung.

"Ya. Belum pernah lihat di playstore, sayang ku?"

"Hm," tenn berusaha menyingkirkan dagu riku yang menekan pundaknya. "Memangnya dengan itu kita bisa tahu berapa pin kartu ini? Dari mana tahunya?"

"Bisa," riku mengangguk pelan. "Lihat." lelaki tampan itu memotret tombol mesin ATM, semakin membuat tenn bertanya-tanya.

Tombol-tombol itu terpotret, dengan bercak-bercak merah, kuning, hijau dan biru yang saling melingkari. Merah menjadi pusat lingkaran. Namun, setiap angka, kepekaan warnanya berbeda.

"Bisa membacanya, sayang?" layar ponsel ditunjukkan pada kakaknya. "Panas tubuh pengguna ATM yang tenn-nii curi kartunya tadi, bisa terbaca dari sentuhan yang diberikannya pada plastik yang ku pasang di tombol-tombol ini. Kamera pendeteksi panas milik android memakai prinsip Alogritma piksel."

Tenn terdiam. "Maksudnya?"

"Angka dengan warna merah paling lebar adalah angka yang dipencet terakhir," jelas riku. "Kita bisa membaca gambar ini dengan.... 2,4,7,8,3,0. Angka 0 yang lingkarang paling belakang. Tenn-nii percaya atau tidak jika tebakan ku benar? Coba tenn-nii masukkan pinnya."

Ragu-ragu tenn memencet satu demi satu.

2,4,7,8,3,0.

Tak selang tiga detik, layar sudah berganti. Menunjukkan bahwa pin yang dimasukannya sama sekali tidak meleset walau hanya satu angka.

"Luar biasa." tenn keheranan. "Bagaimana bisa? Apakah plastik ini yang membuat angkanya bisa terbaca?"

"Tenn-nii heran? Pernah SD? Pernah belajar tentang kalor dan isolator? Jangan-jangan selalu remedial."

"Ih, cuma nanya malah di ledek."

"Hahahah, tenn-nii perhatikan saja."

Riku memencet pilihan penarikan dengan nominal terbesar.

Mesin menghitung uang dengan bunyi getar yang menggairahkan.

No ExitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang