Chapter 9

152 17 23
                                    

Mobil Ferrari merah melintas dengan cepat menelusuri jalan raya. Menyalip dengan lincah. Tidak jarang sang pengemudi membanting setir, mobil menurut untuk belok di beberapa tikungan tajam. Karet roda menggesek dengan sinting permukaan jalan, menimbulkan bunyi decitan kasar.

Meski medan jalan yang ia ambil berliku-liku, riku masih fokus pada jalan dan peta navigator yang berada di dashboard mobil.

Tidak ada satupun di antara keduanya yang ingin memulai pembicaraan.

Manik mawar lembut lebih memilih menatap ke arah langit malam.

Manik crimson memilih fokus pada jalanan, riku tidak ingin tergoda menatap malaikat dari langitnya.

"Riku," tenn akhirnya menyerah untuk terus diam. "Apa masih jauh?"

"Sebentar lagi sampai," riku menjawab tanpa mengalihkan sedikitpun perhatiannya. "Dan apa kau sejak kita pergi tadi, berniat menggoda ku dengan pakaian mu itu, tenn-nii?"

Tenn menoleh, "Pakaian ku kenapa?"

"Sebenarnya pakaian mu cukup baik-baik saja tenn-nii, hanya paha mu cukup....." -seandainya kau tahu tenn-nii, paha mulus yang tersaji itu kelihatan sama lembutnya dengan keju sauvignon yang meleleh lugu di atas kursi jok mobil, serta menggugah selera dan serupa sebuah kocokan putih telur berkekuatan pengacau.

"Oke, paha ku kali ini kenapa?"

"Ya.... paha mu sepertinya cukup terbuka, tenn-nii." Riku menjawab santai, berusaha bersikap biasa saja mengabaikan bisikan setan yang semakin gencar memenuhi pikirannya.

Sepertinya malam ini akan terasa sulit untuk di lalui oleh riku.

.
.
.
.
.

No Exit

By

Lucian_Lucy_

.
.
.
.
.

Nanase riku menepikan mobil Ferrari merahnya, dan memperhatikan malaikat baby pinknya yang mulai sibuk membuka seatbelt.

"Tenn-nii, aku akan parkir di sini. Tapi maaf, kau terpaksa harus berjalan...." kaca di turunkan. Leher terjulur untuk menaksir jarak, "kira-kira lima menit, kau tidak keberatan bukan?"

Menoleh, riku tidak terkejut karena tenn sudah melesat hilang dan berlari keluar menapaki trotoar.

"Tunggu, tenn-nii. Kau sepertinya terlalu bersemangat."

Setelah menempatkan kendaraan di tempat yang benar, riku separuh berlari menyejajari tenn. Sedikit prihatin saat melirik --tenn sepertinya harus berjuang menahan rasa dingin yang membelai pahanya. Ia ingin bertanya apa sebaiknya mereka kembali saja, tapi urung karena tidak ingin menghancurkan binar mata antusias yang melebar senang saat melihat umbul-umbul terang, menjanjikan kesenangan bagi kaum urban yang ingin menghabiskan sisa hari di tempat itu. Hiburan yang murah tapi mengesankan.

Riku membiarkan tenn berlari lebih dahulu. Aura keberadaannya yang cukup tipis untuk sesaat tentu saja bisa di manfaatkan agar lepas dari atensi massa. Tapi riku tetap saja sedikit khawatir karena jika tanpa sengaja menarik perhatian, mereka berdua bisa di kejar-kejar oleh salah satu agen interpol hingga seluruh pengunjung gempar. Karena itulah riku memilih cepat menghubungi touma. Ia juga tidak menawarkan wahana permainan apapun pada tenn, riku memilih apatis dan bertanya di mana posisi touma dan haruka.

Sambil tetap mengawasi tenn --riku terkesan dan cukup kasihan karena tenn ingin melihat atraksi topeng monyet tapi tidak bisa karena masalah tinggi badan-- ponsel kecil menempel pada telinga. Di seberang sana Inumaru touma berbicara dengan efek suara belakang seseorang kasak-kusuk. Ada juga raungan-raungan ganjil, mirip suara-suara mengganggu dalam film horor. Riku menebak touma ada di rumah hantu, dan diiyakan oleh lawan bicaranya. Tapi bukan teritorial riku untuk menebak apa yang di lakukan kedua anak buahnya itu untuk sekarang --berlarian ketakutan, atau malah bermesraan sampai kesetanan.

No ExitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang