"Nanase tenn!"
Berlarian dalam kompartemen kereta bukanlah hal yang wajar.
Ia bahkan mendapat dua kesialan secara langsung.
"Tenn-nii?"
Gigir pintu automatis itu, sekalipun membuka, masih sempat menghajar pundaknya. Sekarang, puluhan pasang mata yang menyala ingin tahu juga sangat menggoda untuk dicolok. Napas terengah dan wajah kalutnya membuat Nanase riku jadi pusat perhatian. Ia masih berusaha mencari sosok itu di antara penumpang.
.
.
.
.
.No Exit
By
Lucian_Lucy_
.
.
.
.
."Sayang--ah, maaf. Ku kira kau istri ku."
Bocah dengan gakuran dan topi baseball memandang malas, "Aku masih SMP, Onii-san."
Menahan diri untuk tidak membalas dengan, 'Mending SMP, istri ku malah mirip murid PAUD'. Riku terus mencari. Kegaduhan suara sepatunya di lantai kereta semakin menjadi. Ia menemukan tenn di gerbong unreserved seat. Jaket hitamnya dipeluk lekat. Serupa boneka kesayangan.
"Tenn-nii," ia memanggil dengan suara pecah, "Nanase tenn."
Kepala mungil terangkat, "Riku?"
Jika ini drama Korea, mereka tidak akan segan berpelukan. Jika ini drama Taiwan, mereka tidak akan segan berciuman. Jika ini sinetron Indonesia, mereka akan pura-pura saling menjatuhkan barang dan memungut bersamaan sampai kepala saling berbenturan.
Namun sayang, ini bukan ketiga-tiganya.
"Kau di sini, ternyata."
Cinta adalah reaksi hormonal paling bejat sepanjang aturan sistem koordinasi manusia. Bagaimana mungkin menemukan seorang makhluk dengan surai baby pink di bagian gerbong tersepi bisa membuatnya seakan menemukan malaikat?"
Kelegaannya bercampur dengan rasa canggung, menjadi perasaan abu-abu yang berkerak di ujung kaki. Nuansa ambivalen membentuk substansi lengket yang menahan sol sepatu riku untuk tidak seketika melangkah, menubruk pujaan hatinya.
"Aku... berubah pikiran."
Nanase riku berdiri kaku. Mereka--detik itu--tidak lebih baik dari sepasang batu yang hanya saling bertukar tatap. Tenn tidak menyambut, riku pun bersikap seolah tidak ingin disambut.
"Kenapa?" tenn bertanya, "Itukah sikap seorang lelaki? Jangan membuat patah hati ku tersembuhkan di tengah jalan. Kalau berniat membuat hubungan keluarga kita hancur, biarkan hancur sekalian."
Kepala tenn kembali menunduk. Nanase riku tidak tahu mengapa ia ragu untuk memeluk. Tenn-nya kini seperti iblis yang disusupi malaikat sekarat. Ada cahaya redup dalam kebengisannya yang selalu kumat. Ada cinta senyap yang setiap detik selalu terancam untuk mati.
"Tenn-nii terlalu banyak berharap rupanya," motto lelaki itu adalah jangan pernah jadi pecundang. "Aku berubah pikiran, maksud ku bukan soal perpisahan. Tapi... aku tidak jadi memberikan seluruh uang hasil rampokan itu untuk mu. Kita harus membaginya jadi dua karena kita sama-sama berusaha. Dan tenn-nii, aku mau mengambil laptop ku yang terbawa di tas uang itu. Semua data ku ada di sana"--tapi kalau jadi munafik, boleh.
"Oh." tenn kecewa, tapi ia lekas menyodorkan tas besar di pangkuannya. "Ambil saja."
Entah grogi, entah canggung, riku sadar tangannya gemetar. Ia duduk di sisi tenn, memangku tas uang. Mendadak ritselting benda besar itu jadi seret dan massa uang jarahan di dalamnya jadi lebih besar dari kemunafikan sejuta dolar.

KAMU SEDANG MEMBACA
No Exit
FanfictionKeluarga Nanase merupakan sebuah keluarga yang memasuki kategori keluarga abnormal. Mereka saling menjaga dan melindungi sekaligus saling membahayakan.