˚ · . [ ARENA ]
✧ ˚ · .
┊ ┊
˚ ༘♡ ⋆。˚ ꕥ
Seperti ranting pohon yang mudah patah saat diterjang badai, kau sama lemah nya seperti itu. Tapi, kau juga seperti badai yang menghancurkan pertahanan ter...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jadi, kau benar benar mengatakan hal itu padanya?!" tanya si pemuda brunette dengan kedua mata membelalak tak percaya.
Si pirang berdehem pelan sebagai jawaban. Keningnya berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Tapi, mulutnya tetap mengatup rapat setelah ia menceritakan kejadian di tengah hujan bersama Armin.
Kedua sahabatnya tampak tengah berdiskusi kecil. Membiarkan dirinya larut dalam pikiran nya yang kalut. Wajahnya pucat, bibirnya juga membiru. Ia mengalami gejala flu yang sudah sering ia abaikan. Seperti tak peduli dengan kesehatan tubuhnya.
Mikasa menatap lamat pada wajah mengantuk Athena. Mengelus surai pirang yang tengah berusaha menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan nya. "Aku tak tahu harus berkata apa padamu. Jika dia benar benar menyukai mu, dia pasti akan melakukan apapun untuk bersama mu."
"Benar. Tapi, jika dia sampai menyatakan perasaan nya padamu saat sudah berhubungan dengan orang lain, itu yang membuatku heran." ucap Eren menimpali.
"Mungkin dia memiliki banyak alasan untuk melakukan itu."
"Dia tidak pernah mengatakan apapun padaku."
"Itu karena kau tidak pernah bertanya padanya." sela Mikasa masih dengan tatapan yang datar. "Athena, semakin kau menolak untuk mengakui perasaan mu, kau akan jatuh semakin dalam."
"Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Nasi sudah jadi bubur. Aku sudah mengatakan jika aku membencinya. Jika dia membenciku juga, maka tak ada alasan lain lagi untuk mendekatinya."
Eren berdehem. "Jika dia benar membencimu, dia tidak akan memberimu payung dan coat nya padamu sesaat sebelum dia pergi dan membiarkan dirinya yang kehujanan."
Benar. Jika Armin membencinya, laki laki itu tak akan memberinya perhatian meski sudah tahu ia telah di campakkan begitu saja oleh dirinya. Mengingat kejadian itu, kembali membuatnya sesak. Seperti distusuk ribuan jarum tak terlihat.
Netranya menatap sayu, tangan nya kembali terasa dingin sama seperti hati nya yang hampir membeku. "Sepertinya aku harus kembali ke kelas. Aku merasa pusing."
"Biar aku yang antar,"
"Tidak usah, kau temani saja Eren mu itu."
Athena langsung beranjak dari kursi kantin. Meninggalkan sepasang kekasih yang tengah bersemu. Maklum, pasangan baru.
Ia menguap. Merentangkan kedua tangan nya berusaha meregangkan otot otot nya yang kaku. Tatapan nya semakin sayu saat rasa kantuknya kembali mendesak menyergap kedua matanya. Entah ia sedang merasakan kantuk atau bukan, yang jelas, kedua matanya terasa berat.
Kaki mya terus melangkah menyusuri koridor. Sapaan ramah di sepanjang koridor tak ia indahkan satu pun. Hal itu memang sudah biasa terjadi dan masih saja tak henti hentinya berlangsung. Meski ia mengabaikan nya ratusan kali, orang orang tetap berusaha terlihat akrab dengan nya.