Seperti sebuah tradisi, Garra kembali melakukan penolakan kepada seorang adik tingkat. Sebenarnya belum selesai gadis berparas hitam manis itu berbicara, langsung dipotong Garra begitu saja. Bukan tanpa alasan, tapi terlihat dari gelagat Garra yang terlihat buru-buru ingin pergi.
Quen yang melihat dari kejauhan, sudah bisa menebak apa yang sedang terjadi di sana.
"Lumayan juga kalau yang ini."
"Ada apa, Quen?"
"Itu, biji terong lagi tebar pesona."
Hannele mengerutkan kening, heran dengan jawaban sahabatnya itu.
"Biji terong? Sia—"
Suaranya tercekat, saat kedua mata dengan mantap menyorot sosok seseorang yang dimaksud oleh sahabatnya itu.
"Saya tidak bisa! Jangan meminta saya untuk menjelaskan alasannya, seperti para gadis lain."
Merasa sudah cukup, Garra meninggalkan begitu saja gadis manis itu seorang diri.
"Han, pohon beringin itu pasti keramat," ujar Quen sok tahu.
"Keramat? Tentu saja, tempat khusus Garra untuk menolak cewek," jawab Hannele yakin.
"Iya, tapi ada satu hal lagi. Pasti kamu tidak tahu."
"Memangnya apa lagi? Ada penunggunya?"
"Bukan, kemari." Quen membisikkan sesuatu pada telinga Hannele. "Itu pohon banyak dijadikan tempat buang air kecil anak cowok kalau sudah kebelet."
Hannele mengangguk polos beberapa kali.
"Pantas saja, pohonnya subur dan semakin rimbun."
"Iya pasti, karena disiram terus."
Apa itu hanya sekedar gurauan, atau memang kenyataan. Hanya pohon beringin itulah yang tahu.
***
Garra berdiri di depan pintu rumah yang berukuran lumayan besar. Mencoba merapikan baju dan rambut menggunakan tangan seadanya. Tak lama pintu rumah terbuka, memperlihatkan raut wajah yang sudah tak lagi muda, ketika beliau tersenyum akan terlihat semakin banyak guratan halus pada pinggir netra yang berkeriput.
"Assalamualaikum, Pa." Garra menyalami orang tua itu.
"Waalaikumsalam, Garra. Ayo, masuk."
Orang tua paruh baya itu adalah Tuan Daud. Ternyata, usai materi terakhir yang disampaikan dosen di kelas tadi, sebuah panggilan masuk yang berasal dari Tuan Daud untuk menyuruh menantunya datang ke rumah.
Garra duduk sambil terus memperhatikan wajah Tuan Daud yang sedikit pucat.
"Papa sehat?"
Tuan Daud tersenyum, tak langsung menjawab. Ia terlebih dahulu memanggil mbok Ning untuk membawakan minuman.
"Bagaimana kehidupanmu dan Quen, Garra? Apa kamu kesulitan dalam membimbing Quen?" tanya Tuan Daud.
Garra tersenyum kecut sambil tertunduk, bingung harus menjawab apa.
Melihat reaksi Garra, Tuan Daud tertawa. "Hahaaa ... Papa mengerti, baru sehari menjadi pengantin baru, tentu saja membuat kamu belum paham dengan sifat Quen. Dia baik Garra, Papa jamin itu."
Tak lama, mbok Ning membawakan minum untuk kedua orang itu.
"Silahkan diminum, Mas, Pak."
"Terima kasih, Mbok," ucap Tuan Daud.
Garra menatap minuman yang berada di atas meja. Dua buah minuman yang berbeda warna.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPEKTRUM HATI QUENARRA
Romance"Kiri dan kanan. Sepasang kaki memang terlihat jalan beriringan, namun sadarkah Anda? Sepasang kaki jika berjalan tak pernah saling berpapasan. Bahkan, tak mampu untuk sekedar menyapa."-Garra Bhalendra "Tapi Anda melupakan sesuatu, sepasang kaki dia...