50. Kunjungan Hari Pertama

41 13 2
                                    

Seorang pria berkemeja biru tua tampak gusar sambil terus menatap benda mewah bercahaya yang tergeletak di atas meja di depan dirinya duduk. Bunyi panggilan teratur terdengar masuk ke telinganya, namun tetap saja tak dijawab oleh si penerima panggilan.

"Eder! Sudah lewat lima menit, dan sesuai janjimu jika Nara tak juga datang, Papa akan mengantarmu untuk terapi." Awei menatap penuh harap permintaannya ini tak ditawar lagi oleh anaknya.

Tawar menawar untuk segera pergi terapi memang baru saja dilakukan, tapi Eder tetap bersikukuh untuk menunggu Quen datang ke rumahnya, karena wanita itu sudah berjanji akan menemani dirinya terapi hari ini. Tetapi, melihat jarum panjang yang semakin melewati angka dua belas membuat Awei khawatir kalau Eder tetap ingin menunggu Quen, dan mengabaikan terapi pertamanya begitu saja.

"Tenangkan pikiranmu, Nara mempunyai kehidupan sendiri mungkin dia sibuk," terang Awei mencoba meredakan rasa kecewa yang singgah di hati pria yang masih terus memandang layar handphone-nya. "Baiklah, kita pergi sekarang."

Namun ada hal yang tak terduga terjadi, sebuah mobil sport menghadang jalan keluar. Sesosok pria berkacamata hitam keluar dari mobil yang dikendarainya diikuti dengan seorang wanita, mereka berdua adalah Garra dan Quen.

"Nara!" Eder langsung membuka pintu mobil, mengarahkan manik hitamnya ke arah Garra. "Apa ini alasanmu karena tidak mau aku jemput?"

"Bukan, Ed. Tapi, Nara memang akan selalu bersamaku mulai sekarang. Kau tak keberatan 'kan jika aku ikut?" Garra merangkul pundak wanita yang berada di sampingnya.

Quen diam, tak memberi jawaban. Ia segera pindah ke dalam mobil Awei segera melepas rangkulan.

"Apa sekarang kau sudah mempunyai pekerjaan?" Kembali Eder fokus menatap pria yang ada di hadapannya.

Mata elang Garra membalas tatapan itu, seolah menelan sebuah wajah penasaran seorang Eder.

"Apa maksudmu dengan pekerjaan?"

"Menjadi satpam Nara. Kau selalu saja mengikutinya."

Garra terkekeh mendengarnya, perlahan kedua kaki maju memposisikan dirinya di samping Eder yang memasang wajah masam.

Pria itu seperti membisikkan sesuatu pada Eder. "Sepertinya pikiranmu itu terlalu sempit, apa tidak ada yang terbesit di dalam pikiranmu selain satpam, mungkin misalnya saja seperti suami yang selalu menjaga istrinya?"

***

Lama Eder termenung, seolah psikiater yang dari tadi bertanya kepadanya tak ia hiraukan. Kini pria amnesia itu sudah berada di dalam sebuah ruangan untuk memulai terapi pertama.

"Apa Anda siap?" Kembali psikiater itu mengulang pertanyaan yang sama.

"Apa? Iya. Maaf, saya kurang fokus. Siap! Kita bisa mulai sekarang."

Sementara di luar ruangan, sudah ada tiga orang yang menunggu. Garra termasuk salah satunya, ia ikut berdiri di samping sang istri sambil terus menatap wajah Quenarra yang seolah tak menghiraukan kehadiran seorang Garra.

Segurat senyum terbentuk saat memandang wajah wanita itu, Garra kembali teringat kejadian beberapa jam yang lalu di rumahnya.

"Layani aku, Quenarra."

"Ap-apa yang kamu lakukan?! Memangnya aku pembantu yang harus melayanimu?!"

Quen memaksa untuk melepaskan genggaman tangan Garra, namun ia sedikit kesulitan karena tubuh besar pria itu berada di atas tubuhnya, selama berlangsung suara dering dari nada handphone-nya belum juga reda.

"Bukan itu Quen maksudku! Layani aku sebagai seorang istri!"

Mendengar hal itu, Quen tergemap. Kedua bola matanya membulat sempurna, benar sekali apa yang ada di benaknya dengan olahraga tak akan mudah untuk menghilangkan hasrat terpendam itu.

SPEKTRUM HATI QUENARRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang