12. Promise

35 18 1
                                    

Mendengar suara mobil yang berhenti di depan pagar rumah, dengan cepat Garra membuka pintu dan mendapati Quen sudah berpelukan dengan sang Mama.

Garra bersusah payah menelan saliva, takut jika Quen menceritakan kejadian sekitar lima menit yang lalu.

"Mau apa ke sini?" tanya Garra spontan.

"Pertanyaan macam apa itu? Apa kami berdua tidak boleh mengunjungi rumahmu?" Mr. Deswan mengernyitkan keningnya, heran.

"Bukan, Pa. Mungkin maksud Garra, kita berdua mau pergi. Nginap di rumah papa Quen," sanggah Quen cepat.

Kedua orang tua itu menatap koper yang berada di depan pintu.

"Itu koper lebih cocok dibawa untuk pindahan dari pada nginap semalam," balas Mr. Deswan dengan mata yang tersorot ke arah koper.

Quen melirik Garra, memberikan tatapan sinis ke pria tersebut.

"Bukan pindah, tapi sudah diusir," batin Quen. "Untuk berdua, Pa," jawab Quen lagi.

"Papa mau berkunjung apa mau interogasi, sih?" Garra mulai merasa tak nyaman dengan semua pertanyaan dari Mr. Deswan.

Pria itu langsung masuk begitu saja, setelah memastikan bahwa Quen tidak menceritakan apapun tentang kondisi mereka tadi.

Suara langkah kaki bersamaan dengan koper yang digeret masuk mengganggu pendengaran Garra yang sedang menonton televisi.

Melihat Quen lewat bersama dengan kopernya, Garra langsung mematikan siaran televisi.

"Papa dengan Mama mana?" tanya Garra ketus.

Mendapat pertanyaan dari Garra, Quen menghentikan langkahnya.

"Sudah pulang," jawab Quen singkat.

"Jadi?"

"Ap-apa?"

Garra berdiri dan menatap Quen, sama dengan tatapan beberapa waktu yang lalu saat ia diusir dari rumah.

"Siapa yang menyuruh kamu untuk masuk?" Garra melanjutkan pertanyaannya.

"Aku mau menginap tempat Papa, dan aku akan cerita semuanya ke Papa soal perlakuanmu padaku hari ini," balas Quen.

Garra memperhatikan wajah Quen, mencari keseriusan atas ucapan yang dilontarkan wanita itu barusan.

"Tidak bisa!" Garra langsung menginterupsi.

Seketika Garra teringat sesuatu tentang Tuan Daud.

"Kenapa?! tanya Quen cepat.

"Karena ... karena aku tidak mau mengantarmu," jawab Garra asal.

Quen membuang napas kasar. Jengah berhadapan dengan pria idiot di depannya. Ia segera menggeret kembali koper menuju pintu keluar.

"Kenapa juga aku bawa-bawa koper, kalau pada akhirnya aku bawa keluar juga." Quen merutuki kebodohannya sendiri.

Garra masih terus memperhatikan sang istri, melihat Quen benar-benar serius untuk tetap pergi, dan ia khawatir bila Quen pergi sendiri kemudian ia bercerita kepada Tuan Daud tentang keadaan mereka hari ini. Hal itu pasti akan memperburuk keadaan. Bukan saja mengenai mereka, tetapi juga sang mertua.

Hei!" teriak Garra, sebisa mungkin Garra masih tetap menghalangi. "Tidak memakai kendaraan online."

Quen menoleh ke belakang, memutar kedua bola matanya dengan malas. Sepertinya ia tak punya tenaga lagi untuk berdebat dengan Garra.

"Jadi, aku harus bagaimana? Jalan kaki?! Aku lelah! Capek, Gar! Sudah cukup semua perlakuanmu terhadapku tadi! Jangan siksa aku lagi! Aku tidak sang-gup—"

SPEKTRUM HATI QUENARRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang