38. Ketika Seruan Berpisah Memanggil

23 14 4
                                    

"Nara? Sepertinya kita sering bertemu di kampus, wajahmu sangat tidak asing bagiku."

"Tuhan ... alangkah indah ujian-Mu ini," batinnya berbisik.

Tak kuasa lagi menahan ribuan belati yang menghujam jantung hingga karam, wanita itu berbalik badan berlari keluar meninggalkan Eder yang masih tak mengerti dengan sikap wanita yang baru saja diajak berkenalan.

Tubuh kecil tak sengaja menabrak seseorang yang membuka pintu kamar perawatan. Garra dengan sigap langsung menangkap tubuh itu.

Mata pria itu tertuju pada wajah sang istri, deraian air mata tak dapat lagi tertutupi dari sorot mata sayu yang juga menatap dirinya.

"Ada apa? Mengapa menangis?"

Tanpa ada keinginan menjawab, kedua lengan melepas pegangan Garra meninggalkan mereka semua yang hanya bisa terdiam melihat kepergian Quen.

Ternyata bukan itu saja yang berhasil memaku tatapan mereka, tetapi pertanyaan Eder juga berhasil membuat mereka menyadari sesuatu.

"Nic, kau datang bersama siapa?"

Nicole yang tahu apa-apa soal amnesia yang dialami Eder mendadak bingung sekaligus gagap saat menjawab.

"A-aku? Datang bersama siapa? Gar ... Garra maksudmu?"

"Siapa Garra?"

Awei yang mendengarnya langsung terduduk lesu sambil memijit batang hidung dengan kedua mata yang tertutup rapat. Seolah semakin berat saja semua hal yang menimpa keluarganya saat ini.

Nicole tambah tak mengerti. Keningnya semakin berkerut setiap menerima pertanyaan dari pria yang duduk di atas tempat tidur dengan selang infus yang masih terpasang.

"Eder mengalami amnesia, dan ternyata bukan hanya ... Nara saja yang ia tak ingat, tetapi juga Garra." Hannele membantu menjawab kebingungan yang menerpa keduanya, Nicole dan Garra.

"Nara?"

Garra menatap Hannele yang disertai anggukan dari sahabat Quen itu.

Seketika ia teringat dengan Quen. Apakah Nara yang dimaksud oleh Hannele adalah Quenarra?

Pria itu berpikir sejenak, tak sampai satu menit tubuhnya menghilang mengejar sang istri.

Semua pertanyaan itu berputar bahkan menari di benak Garra, menemani setiap derap langkah kakinya yang semakin lama kian cepat.

"Di mana kamu, Quen? Apa sebenarnya yang terjadi dengan Eder?"

Awei perlahan membuka mata, setelah meredakan sedikit beban di pikiran ia segera mengajak Hannele dan Nicole untuk keluar.

"Dokter bilang, Eder bisa mengalami amnesia ini karena ada trauma yang mendalam. Apa hubungan Eder dan Garra di kampus tidak baik? Mengapa dia juga tidak mengingat Garra?"

Baik Hannele maupun Nicole belum ada yang mau menjawab. Hingga sahabat Garra itu  memberanikan diri untuk buka suara.

"Mereka berdua saling bermusuhan."

***

Tempat tertinggi merupakan tempat ternyaman bagi Quen untuk melepas gundah di hati. Bila dilihat dari atas maka langsung tertuju pada parkiran mobil rumah sakit.

"Aku kira matahari dapat terbit dengan sempurna, mengalahkan malam yang telah larut berkuasa. Tapi, tak tahunya malam hanya berkamuflase mengecohkan hati sesaat. Apa yang terjadi, Tuhan?!"

Quen merintih dalam gemuruh yang semakin hebat bergelut di hati. Entah berapa juta liter air yang terkuras hanya untuk menerima semua takdir Tuhan yang kini harus mulai dijalani. Tanpa perundingan, tanpa persetujuan. Sebagai seorang umat hanya menjalani apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya.

SPEKTRUM HATI QUENARRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang