14. Don't be sorry

743 122 8
                                    

22Nov2021;Monday
Please give me ur vote!

.

.

.

.

.

Punggung itu terlihat kokoh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Punggung itu terlihat kokoh. Meski kenyataannya tak sekokoh yang terlihat. Sebisanya iris legam itu menahan diri untuk tidak meluruhkan airmata. Berpura-pura tidak tau, tidak terjadi apa-apa, dan tidak ada yang salah dari istrinya. Demi kebaikan rumah tangga yang sudah tiga tahun mereka bangun.

"Sayang, berpindahlah duduk ke depan!" Titahnya lembut, berusaha melembut yang lebih tepat.

Sementara wanita yang di ajak bicara tak henti-hentinya terisak. Terlebih melihat sikap suaminya yang seolah berusaha bersikap baik-baik saja.

"Oppa?"

"Hm!"

Bahkan sahutan singkat itu semakin membuat rasa bersalahnya menumpuk jauh lebih tinggi. Lisa kembali terisak. Betapa memalukannya hal yang tengah di alaminya pagi ini. Kepalanya menoleh singkat ke arah kanan, tepat ke arah pintu masuk gedung. Dimana sosok laki-laki lain yang juga mencintainya masih berdiri di balik pintu kaca itu. Memperhatikan kendaraan yang ia naiki. Menunggu kepergiannya, mungkin.

Tanpa ia sadari, Hanbin juga menangkap arah pandang matanya yang tengah menatap sendu Jaehyun. Rasa sesak seolah semakin menghimpit dada lelaki itu. Berkali-kali lipat lebih banyak. Hingga ia gagal untuk tidak meringis, merasakan sakit yang luar biasa di hatinya.

"Emm. Kau lebih nyaman di belakang ya? Baiklah! Sekarang waktunya pulang." Ujarnya, yang sekali lagi berusaha terlihat biasa. Walau kenyataannya, suaranya yang bergetar tetap terdengar miris di telinga Lisa.

Lisa menunduk. Kembali menutup wajah sedihnya.

"M—Maaf."

Tak ada sahutan. Suaminya itu tengah mengulum bibirnya ke dalam. Berusaha meredam suara isakan yang mungkin akan lolos kalau ia tak menahannya.

Keadaan seperti itu terus berlanjut, bahkan sampai mobil mereka memasuki garasi rumah. Hanbin turun lebih dulu. Berjalan sedikit cepat memasuki rumah. Ia ingin cepat-cepat mencuci wajahnya, membuang sebagian air hidung yang sedari tadi menyumbat arus pernafasan.

Suara gemericik air yang keluar dari wastafel cukup untuk menutupi isak tangisnya. Ingin rasanya ia memberi tahu Lisa, memberinya pemahaman, kalau apa yang di lakukannya hari ini benar-benar menyakitinya. Menghantam perasaannya tanpa ampun. Tak menyisakan sedikit pun ruang untuk merasa tenang, biar hanya setitik saja.

.

.

Sehari sebelumnya...

Hanbin baru saja memasuki ruang penginapan. Pagi ini dia senggang, tidak ada jadwal apapun, mengingat besok adalah jadwal kepulangannya dari Milan ke Korea.

NOT TO BE ALONE  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang