Kisa. Dia bahkan tak menyangka akan melakukan hal semacam ini. Padahal ia akan lebih senang kalau Sunoo tetap bersamanya. Tapi jika keadaanya membaik untuk Sunoo, mungkin ia tak apa ditinggal sendiri nantinya.
Kisa tahu rencana Sunoo dan teman-teman manusianya. Jujur saja, ia sedikit tak yakin.
Bukan, bukan iri. Hanya saja ada hal yang terlewat dari apa yang mereka rencanakan untuk membuat Sunoo kembali. Tadinya Kisa tak ingin ikut campur lebih jauh, tapi di sinilah ia sekarang.
"Aku ga nyangka bakal ada di sini, liatin orang yang ga bergerak sama sekali. Udah hampir tiga hari ..." Monolognya, tepat di hadapan seseorang yang masih memejamkan matanya. Iya, itu tubuh yang mereka yakini sebagai tubuh Sunoo.
Tiga hari itu pula, Kisa memerhatikan sang ibu yang tak jarang masih menangisi putranya. Sedangkan pria yang ia yakini adalah ayah Sunoo tak pernah muncul lagi. Benar, dokter itu.
"Sunoo beruntung, ibunya rela ngabisin waktu yang hampir 7 bulan cuma buat nunggu dia sadar. Pengen peluk rasanya tiap ibunya tiba-tiba nangis ..."
"Ibu, maaf kalau pundaknya berat, cuma pengen peluk." Kisa memeluk sang ibu yang sedang terduduk dan fokus dengan kertas-kertas di tangannya. Untung tembus pandang, Kisa tidak akan disebut orang aneh.
Tak sengaja ikut memerhatikan kegiatan sang ibu yang sedang sibuk merapikan kertas-kertas yang ternyata semacam kertas cek. Matanya membulat kala melihat jumlah uang yang tertera di sana.
"Banyak banget! Dan setiap bulan?!" Mulutnya menganga, seumur hidupnya- bahkan sampai matipun, Kisa belum pernah melihat nominal sebesar itu. Semua uang itu dari mana? "Dari suaminya kah? Aku bakal dapet clue apa dari ini?"
"Sampai sekarang ibu masih nyesel, nak. Nyesel nerima semua ini. Ga akan bisa gantiin kamu ..." Lagi, ibunya menangis. Seolah anaknya mendengarkan, ia kembali bercerita tentang rasa sesalnya, setiap hari.
Kisa membulatkan tekad untuk mencari pelaku tabrak lari yang sudah menghancurkan hati ibunya Sunoo. Masih segar di ingatannya bahwa polisipun menghentikan kasus ini tanpa sebab. Sunoo yang memberi tahunya.
"Ga ada polisi, setanpun jadi."
Membaca pelan-pelan isi kertas cek itu, Kisa menemukan kalau yang memberi semua uang itu bukan ayah Sunoo. "Di sini penerimanya justru atas nama ayahnya? Kim Jaehwan. Aku yakin itu ayahnya. Marganya sama."
Kisa tahu nama sang ibu bukan Jaehwan, tapi Suni. Ia sering mendengarnya ketika perawat masuk ke ruangan ini, dan selalu memanggil ibu Sunoo.
Kisa menyipitkan mata saat membaca kata selanjutnya,"wait, so those money was from Park Su-"
Seseorang memasuki ruangan tanpa mengetuk. Kisa dan ibunya Sunoo tentu saja terkejut.
"Hah ... Sudah saya bilang jangan kemari lagi." Sang ibu beranjak dari kursinya, menghalangi seorang pria yang tampak familiar. Ia mendorongnya pelan.
Kisa mengulang memorinya, mengernyit bingung. Wajahnya mirip seseorang yang ia kenal, tapi siapa? Sulit untuk menyebutkannya.
"Omg, isn't he ... Sunghoon's dad?"
.
.
.
"Jadi gimana? Lo pindah ke meja yang lain, uang jajan seminggu gue yang kasih. Deal?"
"Seminggu ya? Jangan ada kurangnya dah pokoknya."
Sunghoon membawakan tas temannya, ia 'mengusirnya' dan memilihkan meja lain di sisi kanan kelas. "Gampang," jempolnya diangkat.
Sunghoon kembali ke tempat duduknya, senyum sumringah menghiasi wajah kecilnya. Ia merapikan kursi yang ada di sebelahnya, menepuk-nepuk seolah ada banyak debu di atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU GABUT ; sunsun.
Fanfiction"Gabutku jadi hantu bermanfaat pas ketemu dia." ; Park Sunghoon itu memang keren, tampan, prestasi di setiap tikungan ada, belum lagi jadi idaman seisi sekolah. Tapi ada satu kelemahannya. Gayanya sok realistis, eh ternyata takut hantu! Tapi gimana...