PS - 37

2.9K 168 6
                                    

Selesaiin kewajiban dulu coi sebelum dibaca!

Hepi Ridingsss!

***

Sekala yang tak kunjung memejamkan mata, akhirnya mendudukkan dirinya lagi. Sudah pukul satu dini hari, tapi tak ada tanda-tanda Justica akan muncul di balik pintu kamar yang masih terbuka itu.

Ia kemudian menghela napas, kemudian beranjak ke arah balkon hendak menghirup udara segar. Jujur saja, ia sebenarnya tidak marah. Hanya sedikit kesal karena sepanjang hari, Justica tak mengiriminya kabar. Bahkan untuk ke acara ulang tahun salah satu sahabatnya itu, Justica tak meminta izinnya. Walau pada dasarnya ia sudah tahu, namun kodrat Justica sudah berbeda. Apalagi sampai pulang di waktu yang sudah terbilang menjelang larut malam.

Kemudian sekarang, ia menunggu penjelasan dari wanita yang sudah berstatus menjadi istrinya itu. Tapi, malah berujung seperti perang dingin. Entah apa yang ada di kepala Justica. Sekala hanya ingin, Justicalah yang lebih dulu menjelaskan semua tingkahnya hari ini. Tapi, tak kunjung muncul di kamar.

Sekala membuka gorden kamarnya dan keluar melalui pintu penghubung menuju balkon. Matanya menyipit tatkala melihat siluet seseorang yang sedang berbaring di atas kursi panjang yang berada di taman depan rumah. Ia menajamkan matanya dan langsung beranjak turun saat ia sadar bahwa orang itu adalah istrinya sendiri. Benar-benar wanita itu. Apa coba yang ia lakukan di luar dini hari seperti ini?

Langkah Sekala terhenti di ruang tengah. Televisi masih menyalah, tapi yang nonton malah asik di luar sana.

Sekala memperhatikan Justica dari jauh, sebelum akhirnya mendekati kursi panjang yang ditempati oleh Justica berbaring. Anak itu sepertinya tengah melamun.

"Masuk!" perintah Sekala tegas yang berhasil membuat Justica kaget, hingga hampir terjatuh dari kursi.

"Apa lihat-lihat? Mau bikin saya tambah marah? Bukannya tidur, malah keluyuran di sini nggak jelas," oceh Sekala yang tak digubris oleh Justica. Pasalnya anak itu malah senyam-senyum nggak jelas.

"Maaf," ucap Justica masih mempertahankan senyumnya. Ia kemudian mengubah posisinya menjadi duduk.

"Saya pikir, Mas udah nggak peduli sama saya. Ternyata Mas juga masih nyusulin saya," kekeh Justica. Tapi tidak dengan raut wajahnya yang terlihat sedih.

Sekala kemudian duduk di samping Justica, memerhatikan mimik istri kecilnya itu.

"Mikirin apa? Ada masalah?"

Justica menoleh, "Ya, kan, Mas. Daritadi diemin saya. Mana mukanya asam bener. Saya tau, saya salah, Mas. Maaf juga karena saya kadang masih susah memosisikan diri saya. Setelah menikah, semuanya emang perlahan berubah. Sayang, butuh banyak belajar lagi. Hari ini, bukan maksudnya saya nggak minta ijin sama Mas, sampai nggak ngabarin Mas. Saya pikir, Mas udah tahu jadi saya nggak perlu ngabarin Mas. Tapi saya sadar, sudah sepantasnya saya juga tetap minta ijin dan ngabarin Mas. Nyatanya, saya terlalu sibuk sama sahabat-sahabat saya, hehehe. Maaf, Mas."

Sekala mendekatkan posisi duduknya di dekat Justica. "Itu yang saya mau dengar tadi, tapi kamu malah nggak nyusul saya ke kamar. Maaf juga karena udah diemin kamu. Harusnya saya biarin kamu ngomong dulu tadi."

Justica hanya tersenyum sekilas. Kemudian tatapannya kembali ia fokuskan ke depan.

"Ada apa?"

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang