PS - 57

5.8K 141 15
                                    

Jangan lupa berjejak!
Hepi Ridings for the last time with Pak Sekala!

Tolong tandai typonya plis. Gue up langsung tanpa baca ulang!

***

Justica menggeliat dalam tidurnya saat cahaya matahari mengganggu tidur nyenyaknya. Ia mencoba menutup mata lagi, tapi cahaya matahari rasanya benar-benar menusuk. Ia memiringkan badannya menghadap Sekala yang masih terlihat tidur dengan nyenyak sembari memeluk pinggangnya.

Justica berdecak kagum beberapa kali di dalam hati. Pahatan wajah Sekala benar-benar sempurna. Baru kali ini ia bisa mengamati wajah suaminya sedekat dan seintens ini. Dan yang paling Justica suka adalah kedua ujung alis Sekala yang hampir menyatu, selain dari hidung Sekala yang begitu mancung.

Tak hanya itu, wajah Sekala benar-benar mulus. Seperti rajin perawatan, tapi setahu Justica, Sekala tidak pernah melakukan perawatan khusus, selain dari mandi atau mencuci muka. Meski selalu menampilkan wajahnya yang datar, saat tertidur nyenyak seperti ini, Sekala terlihat tidak menakutkan.

Sentuhan Justica di wajah Sekala sedikit mengusik. Sekala lantas semakin merapatkan tubuhnya dan mempererat pelukannya. Tak lupa, kepalanya ia tenggelamkan pada perpotongan bahu Justica. Justica membiarkan karena ia juga menikmati momen yang seperti ini.

Selang sepuluh menit, Justica akhirnya membangunkan Sekala karena sudah pukul sembilan lewat. Ia menepuk-nepuk pelan pipi Sekala.

"Mas? Bangun, dong. Udah cukup tidurnya," ucap Justica. Sayangnya hanya seperti angin lalu karena Sekala hanya bergeming.

"Mas?" panggil Justica yang sedikit menaikkan nada suaranya.

"Hm?" Berhasil, walau Sekala menjawab dengan masih menutup mata.

"Bangun, yuk. Mau lewatin sarapan apa?" Justica menyingkap selimut tebal yang membungkus tubuh mereka dari semalam.

"Bentar lagi, Sayang. Mas masih ngantuk dan capek," gumam Sekala pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Justica dengan jelas. Justica memaklumi.

"Ya, udah. Aku tinggal mandi, ya, Mas. Abis mandi, Mas udah harus bangun. Masa hari pertama di Lombok harus diabisin dengan tidur doang. Kan, nggak asyik. Mending, ya, di rumah aja kalau gitu," cerocos Justica sambil memperbaiki selimut yang ia singkap tadi agar suaminya tidak merasa kedinginan. Toh, ia mandi juga memakan waktu sampai tiga puluh menit, bahkan kadanv lebih.

"Iya, Sayang."

Justica mengecup dahi suaminya sebelum berlalu ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya. Di balik selimut, senyum Sekala terbit saat merasakan basah pada dahinya.

Sesuai pembicaraan mereka beberapa hari yang lalu tentang rencana honeymoon, akhirnya Sekala dan Justica benar-benar bisa merealisasikannya. Bukan sekadar wacana. Jam sembilan malam, mereka mendarat di Lombok. Wajar saja jika Sekala merasa kecapean. Setelah pulang mengajar jam lima sore, ia masih harus menjemput oma Justica di bandara yang mendadak datang. Namun suatu keuntungan juga bagi Sekala dan Justica karena Yaris tidak akan merasa kesepian selama kepergian mereka. Sebelum kepergian mereka, Fati―oma Justica dan juga sang ayah memberikan beberapa wejangan. Namun tak urung, juga pesanan oleh-oleh yang spesial. Apalagi kalau bukan cucu. Tak hanya sang oma dan ayah, sahabat-sahabat Justica yang mengantar ke bandara juga meminta hal yang sama.

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang