PS - 54

2.7K 128 2
                                    

Jangan lupa berjejak!
Hepi Ridings!

***

Sekala mengitari mobilnya, membukakan pintu untuk Sevar, membantu perempuan itu keluar dari mobil setelah mengambil sebuah tongkat untuk membantu Sevar berjalan. Sevar tersenyum sebagai ucapan terima kasih. Sekala menuntun perempuan itu memasuki sebuah kafe yang tak jauh dari rumah sakit.

Lima hari sudah lewat paska Sevar sadar dari komanya. Selama itu pula, hubungan Sekala dan Justica masih sedingin es kutub utara. Mereka hanya berbicara seadanya karena Sekala juga sangat menyadari kalau Justica masih butuh waktu untuk mendengarkan penjelasannya. Ia harus bisa mengimbangi sifat Justica yang sedikit sensitif, meski ia juga tahu kalau permasalahan mereka bisa saja berakhir dari jauh-jauh hari kalau saja Justica mau mendengarkan penjelasan Sekala seutuhnya.

Sekala bernapas lega. Setidaknya, semuanya akan berakhir hari ini. Sevar juga ingin bertemu Justica. Tentu ingin meluruskan kesalahpahaman yang sudah disebabkan oleh saudari kembarnya yang sudah mendekam di jeruji besi. Makanya mereka memutuskan untuk bertemu di kafe yang mereka tempati sekarang.

Bibir Sekala tertarik saat melihat istrinya duduk di pojokan kafe. Ia membantu Sevar berjalan menuju meja, di mana Justica duduk di sana. Kedatangan mereka disambut dengan tatapan dingin Justica. Sevar melirik Sekala canggung. Tatapan Justica seperti benar-benar ingin menusuknya.

"Terima kasih sudah mau datang, Justica."

Alis Justica bertaut mendengar ucapan Sevar. Jadi, namanya sudah ia tahu?

"Harusnya nggak usah buat orang nunggu lama," ketus Justica lalu kembali menyeruput jus alpukatnya.

Sevar tersenyum tidak enak karena memang ia telat tiga puluh menit. Alasannya karena masih ada beberapa tahap pemeriksaan yang harus ia lakukan sebelum akhirnya rumah sakit melepasnya.

"Gue minta maaf untuk itu."

Justica hanya diam. Sevar kembali melirik Sekala, seperti bingung mau memulai obrolan dari mana.

"Seperti yang Mas udah bilang sebelumnya, Ca. Mas di sini untuk meluruskan semua kesalahpahaman yang sudah terjadi. Mas nggak mau kalau kita terus-terusan larut dalam kondisi seperti ini," tukas Sekala.

"Di sini Mas bawa Sevar. Saudari kembar Sekar."

Justica hanya mengangguk cuek. "Mau ngenalin buat apa? Pacar baru?"

"Nggak. Gue di sini juga mewakili adik gue yang udah memanfaatkan keadaan, termasuk usaha Sekar yang ingin memisahkan kalian untuk meminta maaf. Tapi tenang aja, semuanya udah berakhir. Adik gue udah menerima hukuman yang setimpal atas perbuatannya," kata Sevar.

"Berakhir? Terus rasa sakit gue juga harus berakhir gitu?" tanya Justica.

"Makanya Mas minta kamu buat denger semua penjelasan Mas, Ca. Oke, Mas lagi-lagi minta maaf karena udah nggak sengaja nyakitin kamu. Tapi, semua yang Mas lakukan itu ada alasannya."

"Oh, ya?"

"Kamu ingat pas Mas seminar di luar kota? Buntut dari permasalahan itu ada di situ. Mas nggak sengaja nabrak Sevar sampai Sevar sendiri koma berminggu-minggu. Itu juga menjadi alasan kenapa Mas pulangnya sangat larut. Awalnya masih baik-baik aja setelah Mas urus semua berkas rumah sakitnya. Sampai beberapa hari berikutnya, Mas ketemu sama Sekar, saudari kembar Sevar. Mas pikir dia orangnya baik. Soalnya beberapa hari setelah kejadian itu, hubungan kita baik-baik saja. Maksud Mas, Sekar menerima kejadian itu sebagai takdir. Sekar juga hanya menghubungi Mas bila ada yang perlu Mas urus di rumah sakit. Mas udah janji bakalan bertanggung jawab atas perawatan Sevar. Tapi, ternyata dia memanfaatkan keadaan Sevar yang lagi koma. Diam-diam Sekar mengambil video CCTV yang merekam kecelakaan itu. Dengan video itu, Sekar mengancam saya. Ingin melaporkan ke polisi. Sekitar seminggu lebih setelah kecelakaan. Mas nggak takut. Tapi ancaman berikutnya yang buat Mas ketar-ketir."

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang