PS - 53

2.3K 110 1
                                    

Jangan lupa berjejak!
Hepi Ridings!

***

Sudah lima belas menit lamanya ia berdiri di depan brankar―tempat pembaringan seorang perempuan yang rambutnya sudah dicukur pendek. Mungkin karena pengaruh kepalanya yang dililit oleh perban. Wajah perempuan itu masih terpejam dengan damainya, meski pucat menutupi seluruh wajahnya. Sudah terhitung berapa minggu perempuan itu berbaring di rumah sakit itu? Entah, bahkan Sekala sendiri tidak mengingatnya.

Sevar―perempuan yang tak sengaja ditabraknya dulu, yang kini harus membuatnya terjebak dengan Sekar―saudari kembar Sevar. Meski seluruhnya akan ditanggung oleh Sekala, tapi Sekar terlihat ambisius memanfaatkan keadaan. Sekala tentu saja bisa selamat dari beberapa kelicikan yang dilakukan oleh Sekar, namun ia juga tak akan membiarkan Sevar binasa hanya karena ulah saudara kembarnya sendiri.

Sekala tersenyum miring saat mengingat fakta yang ada. Sekar adalah saudari kembar Sevar, tapi jika dilihat-lihat, keduanya memiliki sifat yang berbeda. Mungkin. Sekala hanya bisa berspekulasi karena Sevar sendiri masih nyaman dalam tidur lamanya.

Tidak juga. Pihak rumah sakit menelponnya karena Sevar sudah sadar dari komanya. Sayangnya, kedatangan Sekala harus disambut oleh Sevar yang sudah kembali tertidur.

Selama mengamati Sevar, pikirannya tentu tertuju pada hubungannya saat ini bersama sang istri. Bagaimana mengembalikan kepercayaan Justica? Ia tak menginginkan situasi ini. Tidak. Bahkan ia berharap, pernikahannya berumur panjang, seperti yang diharapkan oleh kedua orang tuanya.

Sekala melangkah maju saat mendapati selang infus Sevar yang sudah berwarna merah. Rupanya cairan infus sudah habis. Sekala menekan tombol urgen di samping brankar Sevar untuk memanggil petugas. Tak lama, seorang suster datang. Sekala langsung mengatakan kalau cairan infus habis. Suster itu juga dengan cepat kembali untuk mengambil infus yang baru dan memasangnya.

Pergerakan suster yang tengah memasang infus ternyata membangunkan Sevar. Dengan perlahan, perempuan yang iris matanya belum ditatap lama oleh Sekala itu terbuka.

"Maaf sudah membangunkan, Mbak. Cairan infusnya sudah saya ganti. Nanti kalau habis, bisa panggil lagi, ya. Saya permisi!"

"Terima kasih." Sekala membalas ucapan suster itu.

Sedikit canggung, Sekala mendekati brankar Sevar dan mendudukkan dirinya di kursi yang berada di samping brankar.

"Saya Sekala yang sudah mengakibatkan kamu berada di sini. Saya minta maaf karena itu," ucap Sekala tanpa basa-basi.

Sevar dengan senyum tulusnya menimpali, "Untuk apa minta maaf? Saya sendiri yang salah, kok. Nggak lihat-lihat jalan pas nyebrang. Justru saya berterima kasih sama kamu. Dokter dan perawat sudah menceritakan semua kebaikan kamu saat saya sadar tadi. Kalau kamu nggak nolong saya, ya, mungkin saya udah nyusul kedua orang tua saya."

Pembawaan Sevar yang hangat membuat Sekala sedikit lega. Pikirnya, Sevar akan mempersulit dirinya, sama seperti saudari tirinya.

"Tetap saja. Kalau saya nggak menabrak kamu, kamu pasti masih bebas ke sana kemari. Bukannya terkukung di tempat ini."

"Saya nggak suka membahas apa yang sudah lalu-lalu, Mas. Lagian, kan, udah lewat. Saya juga udah nggak kenapa-kenapa. Yang saya tahu, kamu orang baik, Mas. Beruntung saya bukan korban tabrak lari," ujar Sevar lalu terkekeh ringan.

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang