PS - 47

2.4K 114 3
                                    

Jangan lupa berjejak!
Hepi Ridings!

***

Kacau. Liburan yang direncanakan dengan singkat itu harus dibatalkan secara paksa. Tepat jam satu malam, demam Justica semakin menjadi-jadi. Suhu tubuhnya juga semakin naik, bahkan setelah dikompres dan diberikan obat penurun panas. Tak hanya itu, Justica mengeluhkan badannya yang sakit semua. Untuk bangun saja, Sekala harus membantunya. Semua tulangnya terasa sakit, walau digerakkan sedikit saja. Termasuk di daerah pinggulnya. Sekala jadi bertambah khawatir karena Justica tidak berhenti mengadu kesakitan.

Hingga pada akhirnya, Sekala memutuskan untuk memesan tiket pesawat pada jam setengah tiga dini hari. Namun, pesawatnya baru berangkat jam lima subuh. Sahabat-sahabat Justica juga ikut pulang ke Jakarta. Masalah mobil sudah diurus oleh Natan dan Migo.

Sekarang, mereka sudah sampai di Jakarta. Lebih tepatnya dalam perjalanan menuju rumah sakit.

"Sabar, ya! Bentar lagi sampai," bisik Sekala lembut, tetap merangkul Justica yang tampak pucat. Justica hanya diam, menutup matanya, menahan sakit yang mendera.

Satu jam kemudian, mereka sudah sampai di rumah sakit, di mana salah satu sahabat Sekala bekerja.

"Langsung ke UGD aja, Kal!" ucap Febian, sahabat Sekala yang memang sudah menunggu di depan rumah sakit. Tak menggunakan brankar, Sekala langsung menggendong Justica menuju UGD. Untuk lebih lanjutnya akan diperiksa oleh Febian sendiri.

"Lu tunggu di luar dulu, biar gue periksa," ucap Febian. Seolah robot, Sekala langsung keluar, memberi ruang untuk Febian memeriksa istrinya. Raut khawatir dan takut begitu terpancar di wajahnya yang tegas. Ia hanya berdiri di depan pintu menunggu Febian. Sedangkan sahabat-sahabat Justica duduk di kursi tunggu dengan bungkam yang mereka pelihara masing-masing, tapi kecemasan tak pernah luntur di wajah masing-masing.

Tak lama, Febian keluar dari ruangan setelah memeriksa keadaan Justica.

"Gimana, Feb? Gimana keadaan Justica?" tanya Sekala tak sabar. Sahabat-sahabat Justica juga turut mendekat.

"Faktor utama adalah kecapean. Apalagi mungkin ini kali pertama Justica melakukan perjalanan panjang menggunakan mobil, ya, siapa aja bakal kecapean. Kemudian ia kekurangan cairan. Lain kali, lu perhatiin makanan yang ia konsumsi, terutama air putih yang sering-sering. Udara pangandaran yang dingin berbanding terbalik dengan udara di Jakarta yang panas. Tubuh Justica tidak bisa secepat itu menyesuaikan. Kemudian ia demam, dipadukan sama sakit badan. Makanya ia terlihat tersiksa seperti itu. Bisa dibilang ia sedang demam tulang. Tapi, lu nggak perlu khawatir. Gue akan memantaunya lagi selama Justica dirawat di sini untuk beberapa hari ke depan," jelas Febian. "Ia akan dipindahkan ke ruang rawat sebentar lagi. Nanti lu bisa bertemu dengannya di sana. Untuk sementara biarkan dia beristirahat," lanjut Febian.

Sekala terlihat gusar. Ia memijit pangkal hidungnya untuk mengalihkan kegusarannya.

"Kalau gitu, gue pamit dulu. Tenang, Kal! Dia nggak papa," tukas Febian.

"Makasih, ya, Feb."

Febian hanya mengangguk, lalu pergi.

"Bapak kalau mau pulang ganti baju atau mandi dulu, silakan. Biar kami yang jagain Justica di sini," ujar Valen yang merasa kasihan melihat kondisi Sekala yang begitu kacau.

Pak Sekala AstraningratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang