'Senandika'
[ Prolog ]
~Dari setiap sudut pandang~
🌸
'Sungguh aku tidak menyangka di wanita seperti itu.'
'Dasar bermuka dua.'
'Mati saja sana, dasar perusak hubungan orang!'
'Pergi dan mati saja kau!'
Ananta menetap komentar buruk di sepanjang kolong komentar akun sosial media nya. Menghela napas dengan kesal lalu mulai beranjak dari duduknya. Langkahnya lebar, terburu-buru— perempuan itu tidak peduli pada orang-orang yang ia tabrak di sepanjang jalan menuju suatu tempat, malahan perempuan di balut switer biru muda itu balik membentak orang-orang.
"Kau tidak punya mata?" tanya Ananta penuh dengan tatapan sinis.
Ia kembali melangkah, sepanjang koridor semua mata tertuju padanya. Berhenti di depan pintu yang bertuliskan Sejarah A. Mendorong pintu dengan tidak berperasaan hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Penghuni kelas menatap kearah pintu, Ananta menggeram kesal ke arah perempuan yang duduk di dekat jendela. Melangkah mendekat dan berdiri tepat di hadapan perempuan itu.
Para siswa ikut berkerumun, memenuhi jendela hingga koridor sesak oleh orang-orang. Mereka berbisik-bisik, berbicara tentang apa yang akan Ananta lakukan pada korbannya. Hampir semua dari mereka merekam kejadian langka tersebut, lagi pula siapa yang tidak haus akan berita dari primadona sekolah yang akhirnya memperlihatkan sifat aslinya.
"Lo gila, ya?" Ananta menunjukkan ponselnya, di sana terdapat sebuah postingan panjang yang penuh dengan kata ejekan. "Maksud lo dengan ini apa?"
"Apa sih?"
Ananta mendengus tidak percaya, perempuan ini masih bisa mengelak, "ingat ini baik-baik, kalau lo masih melakukan hal menjijikkan seperti ini gue bisa pastiin lo nggak bakal hidup tenang, nggak hanya lo aja ini berlaku untuk semuanya!" Ia memperingati. Meninggalkan kelas hingga berpapasan dengan seorang perempuan lain yang baru saja masuk ke dalam kelas.
"Hai." Ia menyapa, tapi Ananta dengan angkuhnya melewati perempuan itu tanpa ingin membuang waktu membalas sapaannya.
Menghela napas ia menoleh pada kumpulan orang-orang itu, tatapan matanya yang penuh dengan kekesalan membuat mereka dengan cepat membubarkan diri. Merasa takut berurusan dengan perempuan itu. Berdecak kesal lalu mulai melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam kelasnya sendiri tanpa mempedulikan tatapan penghuni lainnya.
"Wah, luar biasa. Lo jadi trending topik." Bobby itu memperlihatkan layar ponselnya, yang sedang menampilkan video Ananta yang sedang melabrak seseorang. "Ia pantas mendapatkan ini, siapa suruh selalu mengcopy dirimu dan dengan lancang merusak nama baik seorang Ananta di sosial media." Ia kembali berseru senang. Berbeda jauh dengan Ananta yang fokus pada bukunya.
"Kau membuat onar lagi?" Ananta mendongak, tersenyum lebar setelah mengetahui siapa seseorang itu.
"Iya, bagaimana aku keren bukan?"
Senandika mendengus, ia meneliti Ananta dengan mata hitamnya. "Kau tidak pernah berubah sedikitpun selalu saja keras kepala."
"Benar sekali." Ananta tertawa rasanya begitu lucu mengetahui orang di depannya ini masih saja tidak bisa mencegah perkataan jeleknya untuk Ananta, "bagaimana kau sudah puas?" Ia melangkah mendekat berdiri tepat di depan tubuh yang begitu menjulang itu.
"Untuk apa?" Senandika memiringkan kepala, berapa tahun ia mengenal perempuan ini, dan ia tidak pernah berubah selalu menjadi si angkuh yang begitu egois.
"Cinta ku, apakah kau puas?"
"Hei kalian lebih baik keluar sekarang." Bobby mengusir penghuni kelas seperti hewan ternak. Ia menggunakan sapu membuat orang-orang itu mendengus kesal.
"Tidak Bobby biarkan mereka mendengar, bukankah semakin bagus jika banyak yang mengetahui drama ini?" Jari telunjuknya yang kecil menunjuk dada kiri Senandika dengan kesal. "Iya, aku masi perempuan angkuh yang sama, si angkuh yang mengemis cinta darimu!"
Ananta menarik napas ini berat bagaimana pun ini sungguh sulit ia lakukan. Ia telah menjalani ini dari sejak lama, perasaan ini sudah tumbuh dari sejak lama tapi semuanya tidak benar dirinya tidak ingin tersakiti lagi. Dan di akan kembali pada dirinya yang sebenarnya.
"Selamat, aku menyerah! aku menyerah mencintaimu, aku menyerah mengejar mu, aku menyerah berharap, dan yang paling penting aku menyerah pada dirimu! jadi selama tinggal."
Ananta melangkah dengan lebar keluar dari kelas. Ia bahkan mencegah Bobby yang ingin mengikutinya. Langkahnya yang tidak terarah membawanya pada atap sekolah. Jam dinding berukuran besar di sana menunjukkan pukul dua belas tepat. Bunyi lonceng mereda teriakan penuh dengan beban itu. Mengusap air matanya kasar dan terdiam saat melihat seseorang yang ada di sana. Mata hitamnya yang lebih mendominasi menusuk mata coklat Ananta.
"Maaf... semua ini karena aku, seharusnya aku tidak mengatakan itu."
🌸
Jangan lupa baca cerita baru aku ya!
Sampai jumpa lagi.
Jangan lupa vote, komen dan follow akun aku.
Tata 🖐️
KAMU SEDANG MEMBACA
21 Prince In the Story || NCT
Fanfiction'hiduplah berdasarkan kenyataan, jangan berdasarkan rumor' Seperti kehidupan pada umumnya, aku terjebak dalam situasi dan kondisi dimana pendapat dan pandangan orang lain adalah hal yang paling utama. Mereka atau ... Aku, mungkin. Terjebak dalam kon...