six

21K 359 12
                                    

Sinar pagi yang menyelinap dari jendela membuat Veronica terbangun. Veronica menguap panjang dan menyibak selimut. Berjalan ke arah dapur, dia bisa melihat Raka sedang sibuk memasak di sana.

“Morning.” sapa Veronica sambil menuang air putih ke gelas. “Masak apa?” cewek itu bersandar di pantry, tersenyum meskipun belum gosok gigi atau cuci muka.

“Bebek bakar. Lo suka kan?”

Veronica mengangguk. “Kita mau balik kapan? Besok gue ada kuis.”

“Nanti jam tiga sore. Gimana? Hari ini kita bolos dulu.”

“Boleh aja sih.”

Veronica berjalan ke arah kamar mandi yang ada di sebelah dapur. Di dalam ruangan berbahan marmer itu dia terdiam menatap pantulan dirinya sendiri di wastafel.

Pucat, seperti tidak ada kehidupan. Veronica membasuh wajah lalu kembali menatap ke arah cermin. Ada beberapa bekas keunguan di sekitar lehernya, tapi tidak terlalu keliatan. Masih bisa ditutupi pakai make-up.

Saat cewek itu menatap pergelangan kirinya yang terdapat banyak luka sayatan, tatapannya berubah kosong. Garis-garis kemerahan itu emang udah gak sakit, tapi masih sedikit perih kalau terkena air.

Jelas-jelas ini gila tapi Veronica suka ngeliat garis-garis kasar itu di tangannya. Pain is good, it remains you of life. Tanpa sadar nafas cewek itu memberat dan tangannya berpegangan pada wastafel.

Tidak. Jangan di sini. Veronica mengatur nafas pelan-pelan. Tolong jangan ada episode mental breakdown saat dia lagi sama Raka. Nggak. Raka adalah orang terakhir yang dia mau untuk tau keadaan Veronica yang sebenernya.

Begitu oksigen mengalir normal lagi ke paru-parunya, Veronica membuka kenop pintu dan menemukan Raka sudah ada di depan, sedang bersedekap dengan wajah datar.

“Lo ngapain sih? Lama amat? Itu sarapannya udah jadi.”

Veronica mengangguk dan mengikuti Raka ke meja makan. Ada bebek peking bakar, caesar salad, jus alpukat, dan bread toast ovomaltine. Veronica melahap saladnya lebih dulu.

“Bebek bakarnya dimakan juga. Gue masak pagi-pagi bukan buat lo makan sayur doang.”

“Iya-iya. Ini gue makan,” Veronica mengambil bebek peking bagian paha dan menggigitnya keras. “Puas?”

“Puas banget. Lagian lo kan butuh energi abis kegiatan semalem.”

Cewek itu cuma mendelik. Sedangkan Raka tertawa kecil. Entah apa yang cowok itu ketawain, tapi yang jelas ketawanya kedengeran nyebelin banget di telinga Veronica.

“Tadinya gue mau ajak lo liat festival di Jimbaran, tapi festivalnya sore. Kalo kita balik malem takut ujan lagi, nanti kena delay.”

“Kan bisa balik besok?”

“Ngaco lo. Gue besok ada presentasi.”

“Tumben lo mikirin kuliah?”

“Pinter, gue satu semester lagi lulus. Kalo gue masih doyan madol yang ada gue jadi pengangguran beneran.”

“Lo kan punya bengkel. Lo bisa over alih dari calon bisnisman ke montir.”

“Lo kalo udah ngeledek nyebelin, ya.”

Veronica tertawa puas. Raka itu sebenernya kakak tingkat Veronica. Saat Veronica baru aja semester tiga, cowok itu udah semester tujuh.

“Sorry lo ikut ke Bali tapi gak bisa ke mana-mana. Nanti lagi ya kalo libur panjang.”

“Libur panjang jatahnya Calista.”

“Bisa gak sih lo jangan bahas Calista mulu?”

“Gue rasa kita jangan ketemu dulu liburan natal-new year nanti.”

“Mulaiiiiii~” Raka mendengus bosan sekaligus kesal. Dia bener-bener gak tau gimana caranya buat ngeyakinin Veronica kalo dia gak suka Calista.

“Yang pacar elo itu Calista, bukan gue. Dia bisa sedih kalo lo gak pernah luangin waktu lo bareng dia.”

“Kayaknya kita bisa sampe lempar-lemparan piring kalo lo terus bahas soal ini.”

“Ka, gue serius, gue gak mau ke-cap sebagai pelakor. Apalagi sama temen gue sendiri.”

“Gak usah pura-pura bego, Ve, lo tau alesan gue pacaran sama Calista apa. Bisa gak sih lo jangan dorong-dorongin gue ke Calista terus? Gue gak suka.”

“Sekarang gue inget apa yang kemaren kita ributin sebelum gue pingsan.”

“Terus? Mau lo apa? Lo mau ini semua udahan?”

“Gue mau lo berhenti, Ka. Stop, apa pun yang ada di kepala lo sekarang, atau apa pun yang lo rasain di hati lo, jangan diterusin. Lo orang pertama yang gak mau gue sakitin.”

Veronica mendorong piring sarapannya dan beranjak pergi ke lantai dua. Dia tau yang barusan diomongin itu kasar banget, apalagi Raka baik dan selalu ngebantu dia—terlepas dari status fwb mereka dan hubungan aneh yang toxic ini. Tapi dia juga gak mau kehilangan Raka. Seperti yang tadi dia bilang, Raka adalah orang terakhir yang Veronica mau untuk tau keadaan dia yang sebenernya.

Bahwa Veronica kacau. Cewek itu menyimpan banyak rahasia kelam yang gak akan sanggup dibayangin siapa pun. Veronica itu rusak, gak berharga, dan gak pantes buat siapa pun, apalagi orang sebaik Raka.

Dengan nafas yang kembali terasa berat Veronica mengambil beberapa pil dari sling bag dan meneguknya bersama air sisa kemarin. Lalu cewek itu terduduk lemas di sofa kamar, mengatur nafas dan mati-matian menahan tangis.

she. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang