twenty-eight

6.3K 209 11
                                    

Veronica terdiam bingung ketika wanita anggun yang cantik luar biasa itu datang ke apartemen pada pukul tiga sore. Ada seorang lelaki berpakaian serba hitam juga yang menatapnya datar, mirip seperti patung.

“Hai, saya Imelda. Mamanya Raka.”

Veronica yang baru saja mencuci piring langsung membasuh tangan basahnya pake sweaternya sendiri. Cewek itu keliatan gelagapan.

“Hai, Tante.” Baru kali ini Veronica melihat sosok Mama Raka secara langsung. Dan kesan pertamanya adalah gugup. Sial, dia lagi pake celana pendek.

Tapi Imelda yang peka dan bersahabat, malah tersenyum lebar sambil berkedip. “Tante? Mama donggggg, kan bentar lagi mau jadi mantu.”

Veronica tersenyum malu.

“Raka mana, sayang?”

Veronica juga sebenarnya bingung. Gak seperti biasanya tadi pagi cowok itu pergi tanpa pamitan. Dan sampai sekarang belum pulang atau bahkan kasih kabar.

“Kuliah, Ma.” ada gelenyar asing waktu menyebut wanita dewasa ini 'Mama'. Perasaan sedih itu membuat Veronica kangen Mamanya sendiri.

“Iya, ya? Di kantor juga gak ada.” Imelda bergumam sendiri, tapi suaranya cukup terdengar ke telinga Veronica.

Membuat cewek itu mempertanyakan hal yang sama, berujung ragu dan sedikit curiga.

“Kak Raka lagi ada urusan sama temennya.” orang berpakaian serba hitam itu menyahut.

“Eh, astaga, J, kamu tuh diem terus Mama sampe lupa kamu ikut.” Imelda nyengir. “Vero, kenalin ini anak Mama yang kedua. Namanya Jerome.”

“Hai, Jerome.”

“Jero aja.” Jero tersenyum kaku. Mirip seperti Raka kalau lagi gak niat senyum. “Gimana kabar lo?” cowok itu berbasa-basi. Tentu aja dia tau kabar dan segala aktivitas cewek di depannya. Kakaknya yang kulkas tapi posesif itu selalu menyuruhnya untuk mengawasi Veronica. Jero merasa bersalah pada perempuan di hadapannya, tapi ia mengerti tindakan yang diambil Raka. Cowok itu cuma berusaha melindungi orang terkasihnya, tapi dengan cara paling aneh dan absurd.

“Baik.”

Jero mengangguk kecil.

“Kamu kayaknya udah makan ya, Ve? Padahal tadinya Mama mau ajak kamu late lunch gitu sebelum fitting baju.”

“Fitting baju?”

Imelda tersenyum sumringah. “Raka udah kasih tau Mama soal lamaran dia. Mama syok. Pertama, masa dia lamar kamu di dapur? Gak pake cincin lagi. Mama sampe pukul kepalanya pake sapu, kesel campur malu. Maafin anak Mama, ya?” wanita itu menyerocos lagi. “Tapi Mama pastiin wedding kalian bakal perfect walaupun serba tiba-tiba. Tuh anak pengen nikahin kamu lusa, gila gak tuh? Mana ada WO yang mau ngurus kalo acaranya serba tiba-tiba gitu. Gak waras, ngebet abis dia.”

“Aku sama Raka udah diskusikan, kita gak mau acara yang besar-besaran. Cukup keluarga terdekat aja.”

“Intimate wedding, ya? Bagus, tuh. Nanti kita ambil temanya party garden. Walaupun sekarang musim ujan, tapi bisa diatur lah. Mama punya banyak kenalan deket yang punya venue bagus-bagus. Kamu tinggal duduk manis aja, serahin semuanya ke Mama. Oke, cantik?”

Veronica merasa gak enak, ia merasa seperti beban di dalam hidup Raka. Cowok itu terlalu baik, dan Mamanya yang baru ia kenal beberapa menit ini juga sama.

Tapi di satu sisi Veronica senang. Sudah lama gak ada sosok ibu di dalam kehidupannya. Pertemuannya dengan Imelda mengalir begitu aja, Imelda cepat akrab dan memiliki sifat ceria, berbeda jauh dengan dua anaknya yang kaku mirip kanebo kering itu.

she. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang