thirty-three

6.3K 214 5
                                    

Serra menatap Rei yang baru saja datang dibanjiri keringat. Seperti cowok itu habis berlari sepuluh kilo meter tak henti-henti. Dari atas sampai bawah, badannya diguyur keringat yang terus menetes.

Cewek itu langsung menarik Rei masuk, menatap ke kanan-kiri untuk memastikan tidak ada orang yang melihat, lalu membanting pintu dan menguncinya dengan panik.

“Lo ke mana aja, bego?!” Serra berseru panik. “Polisi udah tangkap Rafe. Gue gak bisa kehilangan lo juga.”

Rei cuma terdiam. Menatap Serra dalam tatapan yang sulit diartikan. Serra menghela nafas gusar, cewek itu berjalan untuk menutup semua gorden hingga yang menyelubungi mereka hanyalah kegelapan.

“Rei, anggap aja Rafe lagi apes. Setelah rencana gue berhasil, kita pikirin cara buat keluarin Rafe dari penjara. Sekarang lo mau bantu gue buat gantiin tugas Rafe?”

Serra bisa merasakan aura nafas hangat Rei dari sampingnya. “Sayang, gue udah selesaikan rencana lo bahkan sebelum lo minta.”

Serra menoleh. “Maksud lo?”

Cowok itu pun membuka topi serta mengeluarkan sesuatu dari jaket. Revolver hitam yang langsung membuat Serra melotot kaget.

“Gue udah bunuh Raka. Buat lo.”

“Rei?”

“Gue baru sadar sekarang, lo ternyata orangnya egois. Setelah apa yang Rafe lakukan buat lo, sampai dia masuk penjara dan digebukin bokap nyaris mati, yang lo pikirin ternyata masih diri sendiri dan rencana bodoh lo itu. Bales dendam? Ser, Veronica gak salah apa-apa. Lo pikir dia mau lahir dari ibu penggoda? Di sini yang salah itu cara mikir lo. Gue udah bunuh Raka, dan kalau sampe gue masuk penjara gara-gara ini, gue gak segan buat seret nama lo juga. Biar kita semua hancur aja bareng-bareng.”

“Rei, lo ngomong apa sih?”

Rei terkekeh. Cowok itu memainkan pelatuk pistol sambil menatap ke sekeliling. “Nyokap lo mati karena kanker, Ser. Lo tau itu. Lo bilang lo pernah beberapa kali mergokin dia rambutnya mulai rontok. Bunuh diri cuma jalan pintas biar dia gak tersiksa makin lama. Liat? Sama kan? Antara lo dan nyokap lo sama-sama gak pernah mau cari tau, langsung ngambil kesimpulan sendiri. Dan akhirnya, kalian berdua tersiksa dan nyusahin orang lain juga.”

Serra menerjang Rei dan mencekik cowok itu. “Lo gak ada hak ngomong begitu soal nyokap gue, anjing. Lo tau apa soal penderitaan gue, hah?!”

Dengan begitu mudah Rei menepis lengan Serra dan mendorong cewek itu sampai tersungkur ke lantai. “Pikir pake otak, Ser. Lo pikir yang menderita cuma lo doang? Gak usah sok paling menderita biar bikin orang simpati sama lo. Di sini nyokap lo juga salah, bokap lo salah, dan lo harus terima itu. Gak bisa lo taro semua kesalahan itu ke satu orang.”

“Kalo lo ke sini cuma mau ceramahin gue doang, pergi.” Serra menunjuk pintu putih di sampingnya. “Biar lo sama Rafe membusuk di penjara.”

Tapi Rei kembali menerjang Serra dan kini Serra lah yang dicekik cowok itu. “Lo pikir gue bakal turutin semua kata-kata lo lagi? Gue bakal bunuh lo, sama kayak gue bunuh Raka. Lo kangen nyokap lo kan? Biar lo nyusul dia ke neraka.”

Rei mengacungkan ujung pistol itu ke kepala Serra. Menodongnya tepat di dahi cewek tersebut sambil tertawa.

“Mau tengkorak cantik lo ini meledak di tangan gue? Lo pikir gue gak sanggup? Gue sangat amat sanggup buat bunuh orang satu kali lagi.”

Bukannya takut, Serra justru meludah ke wajah Rei. “Gue gak takut mati. Apalagi di tangan pecundang kayak lo.”

Rei menggeram marah dan menjambak rambut Serra, menarik kencang hingga rasanya kulit kepalanya mau lepas, lalu membenturkan kepala Serra ke dinding dengan kencang.

Serra tertawa berbarengan dengan mulut dan hidung yang mengeluarkan darah. “Cuma segini doang? Nyokap gue biasa ngelakuin lebih parah dari ini.”

Rei berjongkok. Menatap eksistensi perempuan yang dulu pernah disukainya, dan kembali menodong pistol itu tepat di dahi Serra. “Gue gak mau ngotorin tangan gue buat pelacur seperti lo. Time to say goodbye to the world, bitch.”

Serra menutup kedua matanya pelan. Sudah sangat siap untuk kehilangan nyawa—karena demi lubuk hatinya yang paling dalam, ia sendiri sudah lelah menjalani hari-harinya yang terlalu gelap. Mungkin mati sejak awal adalah pilihan yang tepat. Dendamnya telah terbalas, Raka mati dan hal itu pasti membuat Veronica menderita. Sama menderita seperti yang dirasakannya bertahun-tahun. Dan hal itu entah kenapa membuat Serra justru tidak merasa lega. Ia merasa kosong. Selama ini yang ia rasakan adalah kosong yang diselimuti amarah seorang anak dari ayah tukang selingkuh. Ia kalah oleh kenyataan. Kenyataan bahwa selama ini Serra hanya ingin ditemukan. Nyatanya sampai sekarang sang ayah tidak tau kalau anaknya itu masih hidup, dan Veronica tidak tau tentang status asli mereka. Walaupun cepat atau lambat perempuan itu pasti bakal tau dengan cara yang teramat buruk, dan mungkin bakal membencinya.

Satu-satunya orang yang mau menjadi sahabat dan selalu membela serta menolongnya itu, mungkin ia akan kehilangan.

Dan Serra merasa kosong.



she. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang