twenty-nine

6.2K 213 11
                                    

Ia pernah bahagia. Ia ingat itu. Hidupnya dulu seperti pelangi, dipenuhi warna-warni ceria dan juga semanis cupcake, sebelum semua itu terenggut jauh dari genggamannya. Membawa ia ke sebuah jurang kelam di mana ia harus berjuang sendiri.

Serra cuma seorang anak perempuan, yang dulu sangat mengagumi ayahnya, hingga sang ayah lebih memilih wanita penggoda dan meninggalkannya bersama sang ibu yang tidak terlalu menyayanginya.

Kalau Serra mengatakan Sophie—ibu Veronica—seorang pelacur, maka ibunya adalah seorang wanita problematik yang bisa saja jadi baik kalau sang ayah tidak berulah.

Sejak ayah pergi bersama wanita keturunan Rusia itu, ibu selalu memukulnya. Salah sedikit, tangan melayang ke tubuh, bahkan terkadang ibu menggunakan benda keras yang selalu menimbulkan bekas yang sulit untuk ditutupi.

Maya tidak pernah perduli, bahkan soal sekolahnya. Semua itu harus Serra urus sendiri. Maya hanya duduk diam di rumah mengutuk mantan suami dan menyumpahi sang wanita penggoda agar kena sial seperti hidupnya sekarang, sampai akhir hayat wanita itu.

Doa wanita tersebut terkabul. Sophie tewas dalam kecelakaan pesawat menuju Rumania. Serra ingat seminggu setelahnya ibu juga meninggal.

Bunuh diri.

Nyatanya kematian Sophie tidak lantas membuat sang ibu senang dan merangkulnya lagi seperti dulu, dendam itu telah terbawa sampai akhir hayat wanita tersebut.

Usianya masih belia, dan ia harus menerima kehidupan sepahit itu. Serra tidak tau siapa yang harus ia salahkan atas nasib buruknya. Yang ia tau, ibu mati karena keegoisan ayah, meninggalkan mereka demi wanita lain.

Sophie dan Thomas memiliki satu anak. Usianya tidak jauh beda dengan Serra. Begitu melihat kehidupan anak itu bersama mantan ayahnya, Serra langsung tau siapa yang harus disalahkan. Amarahnya kini tertuju hanya pada satu orang.

***

Cecilia, apa kabar?

Serra tersenyum walau orang di telpon mungkin tidak akan bisa melihat senyumnya. Di dalam sebuah kamar bernuansa putih, Serra berbaring sambil menjawab sebuah telepon.

“Aku baik, Tante. Gimana Skotlandia di bulan Januari ini? Pasti dingin banget, ya.”

Skotland-nya ditunda, Tante langsung ke Siberia buat liat Aurora Borealis. Cantik banget, harusnya kamu ikut Cecilia. Kamu pasti senang.

“Lain kali, ya, Tante. Serra lagi ada banyak ujian.”

Gimana? Uang yang Tante transfer cukup? Kalau kurang kamu tinggal minta, gak usah bingung. Tante bakal selalu membantu kamu demi menebus dosa kakak sialan tante.”

“Uangnya masih cukup, Tante gak perlu khawatir. Nikmati aja honeymoon Tante, jangan dulu pikirin aku, oke?”

Tante senang kamu tumbuh jadi anak baik, nggak sedikit pun menyimpan dendam, bahkan sama adik tiri kamu. Kalian masih berteman baik kan?

“Iya, Tante. Rencananya aku bakal kasih kejutan, soalnya dia bentar lagi ulang tahun.”

Ah, bener, dua minggu lagi Veronica ulang tahun. Kalau gitu semoga rencana kamu berjalan lancar, ya.

Serra mengangguk masih sambil tersenyum lebar. Setelah telepon itu ditutup, senyum itu pun menghilang. Seorang cowok berkaus hitam sudah memperhatikan dari ambang pintu.

“Paling jago emang kalo soal muka dua.” Ujar orang itu diakhiri kekehan kecil.

Serra bangun dan melambai, menyuruh orang tersebut untuk duduk di sebelahnya. “Hai, Rei.” lalu membuka mulut saat orang itu menerjangnya dengan sebuah ciuman. “Mmmhh..”

“I miss you, babe.” Rei berbisik serak.

“I miss you too,” Serra membalas.

Mereka kembali berciuman selama beberapa saat. Sebelum suara ribut dari dapur menghentikan keduanya.

“Ada Rafe. Nanti dia liat.”

Lelaki bernama Rei itu mendengus lalu merapikan kausnya yang sedikit berantakan. “Kamu kapan bakal bilang ke Rafe soal kita?”

Serra berdecak. Perempuan itu berjalan ke arah meja rias untuk memoles bibirnya dengan lipgloss. “Rei, kita kan udah bahas ini. Aku bakal kasih tau Rafe soal kita, setelah semua rencana aku berhasil. Untuk sekarang aku masih butuh kembaran kamu, sayang, karena dia rela ngelakuin apa aja demi aku.”

“Maksud kamu aku nggak? Kalau kamu minta aku bunuh si Raka, aku juga bisa.”

Serra tertawa. Entah perempuan itu menertawakan Rei atau apa, maksudnya tidak terlalu terlihat.

Cewek itu kembali menoleh pada cermin untuk menyemprot tubuhnya dengan parfume. Rei memang manis dan hubungan kucing-kucingan ini memang menyenangkan, tapi Rei tidak sekacau Rafe.

Cowok tampan itu jelas bukan seorang pecandu seperti saudara kembarnya. Akan sedikit lebih susah bagi Serra untuk memanipulasi Rei, meminta lelaki itu melakukan segalanya tanpa mempertanyakan apa pun seperti Rafe.

“Kalo aku melamar kamu, kamu bakal terima?”

Serra atau Cecilia tersenyum melalui cermin. Senyum manis yang jarang ia perlihatkan, tapi tetap palsu. Cewek itu menoleh sedikit. “Setelah semua rencana aku berhasil? Ya.”

“Kalau gitu aku bakal bantu Rafe supaya rencana kamu cepet berhasil.”

Serra mendengus tidak suka. “Rei, aku gak mau menikah sama seorang pembunuh nantinya.”

Senyum cowok itu tertekuk lagi ke bawah. “Emangnya siapa yang bakal kamu bunuh?”

Serra bangun untuk meraih pundak lelaki itu. Senyumnya kembali terbit dengan manis. “Bukan aku, sayang. Kembaran kamu.”

***

kaget ya cuma sedikit🙂

she. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang