twenty-one

8K 305 14
                                    

“Bokap lo tau?”

Veronica mengangguk. Menahan rasa mual dan sakit selesai menceritakan segala rahasia kelam ke cowok yang ada di depannya. Tanpa sadar kuku-kuku jari Veronica menancap di telapak tangan cewek itu, menekannya kuat sampai terasa perih.

“Tapi karena waktu itu dia butuh investasi dari kolega bisnisnya, akhirnya dia gak ngomong apa-apa. Seolah gak ada yang terjadi dan secara sadar dia udah ngejual anaknya ke temen sendiri demi uang.”

Raka terdiam dalam raut gak percaya dan gak habis pikir, ada rasa sesak yang juga ikut dirasakan Raka. Memikirkan bagaimana takutnya Veronica saat itu, trauma cewek itu, dan segala sesuatu yang harus ia simpan sendirian, membuat cowok itu meneteskan air mata.

Raka ingin mengutuk dirinya sendiri, Raka ingin mengumpat dan memukul apa saja untuk meluapkan emosinya, tapi cowok itu lebih ingin memeluk Veronica semakin erat.

“Semuanya gak akan baik-baik aja. Gue gak akan ngomong hal klise yang sebaliknya, tapi gue janji satu hal sama lo, gue gak akan tinggal diem.”

Tangis cewek itu makin berat dan kencang. Raka bisa merasakan kausnya yang basah, yang menyatu dengan badan Veronica yang terasa panas. Cowok itu menarik nafas dalam-dalam demi menenangkan diri.

“Kalo lo mau pergi setelah denger semuanya gak pa-pa, Ka. Lo gak harus bertahan sama cewek kayak gue. I have so many dark side that you can't take.”

“Hei, jangan ngomong gitu. Siapa yang mau pergi dari lo gak ada.”

“But I'm broke. I'm not the same Veronica that you know anymore..”

“Ve, we are all broken. Some of us are just better at hiding it.”

Cewek itu tidak lagi membantah. Raka mendongak untuk memperhatikan wajah Veronica yang sejak tadi tertunduk, lalu tersenyum.

“Merah tuh idungnya gara-gara nangis terus,” ujar Raka jail. “Udahan ya nangisnya?”

Veronica reflek menyentuh hidungnya yang memang berair, cewek itu sedikit tertawa dan menyusutnya ke kaus Raka. Dan Raka sama sekali gak protes atau pun marah, malah ikut tertawa kecil. Lega mendengar Veronica bisa tertawa lagi.

“Badan lo panas. Bentar gue kompres dulu.”

Raka pergi ke dapur untuk menyiapkan kompres, cowok itu juga membawa termometer digital dan mengeceknya dengan cara ke telinga Veronica.

“38,7 derajat. Lo demam, Ve.”

Dengan cekatan Raka mengurus Veronica. Menaikan selimut agar cewek itu tidak kedinginan, mengkompres keningnya dengan handuk kecil, dan mengelus rambut Veronica.

Raka tersenyum lembut. “Lo tau apa yang paling buat gue bersyukur di hidup ini?”

Veronica menggeleng lemah. Matanya sayu seperti mengantuk.

“Waktu gue ketemu sama lo.” Raka berbisik masih sambil terus mengelus rambut Veronica. “Gue tau ini najisin dan bukan gue banget, tapi ketemu sama lo bikin gue kenal hal-hal baru. Hidup gue yang dulunya datar gak ada apa-apanya, karena lo jadi seru. Lo bikin gue ngerasain sesuatu, Ve, jadi please gue mohon sama lo, lo jangan nyerah oke? Lo berharga. Lo berharga bagi gue.”

Dan masih banyak lagi yang ingin Raka sampaikan ke cewek itu. Veronica alasan Raka merasa hidup, Veronica alasan Raka bisa tersenyum tulus, Veronica alasan Raka bisa merasakan bahagia lagi. Cewek itu juga ibarat segalanya bagi Raka, hal-hal yang mengubur sisi gelap Raka, dan membuat cowok itu ingin hidup lebih baik lagi sama Veronica.

***

“Woy. Ketemu lagi,” Kekeh Arlan pada sosok bocah yang pernah ditemuinya beberapa minggu lalu di arkade. Arlan lupa belum nanya namanya.

she. | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang