25

42 9 29
                                    

6 bulan kemudian.

"Pemberian sertifikat dan plakat kepada Siswa dan Siswi pertukaran pelajar SMA Negeri 1 Bima Sakti oleh Pembina Upacara."

Suara dari petugas mc upacara bendera membuat dada Renjun berdegup kencang.

Renjun sedang berdiri di tengah lapangan, tidak, dia tidak sedang dihukum, dia bertugas sebagai pembawa teks Pancasila, berdiri di samping pembina upacara.

Hari ini adalah hari kembalinya Saeron ke sekolah, sejak lama Renjun sudah menunggu moment ini segera datang.

Masalah dia yang ingin pertukaran pelajar ke China ternyata tidak bisa. Renjun sedang menjabat sebagai ketua club ilmiah dan dia juga sekertaris 2 OSIS, jadi keinginan Renjun untuk student exchange hanya bisa di dilakukan di dalam negeri saja. Agar kegiatan sekolah tetap bisa dia tanggung jawapi.

Renjun pasrah, dia tidak bisa meninggalkan sekolah ini untuk menghindari Ningning dan segala kenangan dengan Saeron yang membuat konsentrasinya selalu ambyar. Renjun berusaha agar bisa melewati ini setiap harinya.

Suara Saeron di koridor kelasnya pun masih dia coba untuk kondisika, kalau itu semua tidak nyata, dan Saeronnya memang belum kembali. Masalah Ningning, Renjun tidak ingin peduli lagi.

Renjun belajar seperti biasa selama enam bulan ini. Kegiatan dari Thailand, Renjun meminta ketua OSIS nya agar dia saja yang bertanggung jawab untuk mencari info di sana.

Kebetulan teman Saeron di sana ada lima orang, dan ketua mereka bernama Yeonjun mudah untuk Renjun tanyai kondisi dan kabar di sana. Karena jujur saja. Renjun ingin sekali dengar kabar tentang Saeron setiap harinya, tapi sayang Saeron memblokir nomornya dan Renjun meminta Yeonjun untuk mendapatkan kabar Saeron.

Setiap hari Yeonjun mengirimkan foto kegiatan anak-anak di sana, dikirim ke Renjun dan dia yang membuat mading dan menempel gambar.

Setidaknya ada yang membuatnya bertahan di sekolah ini setiap hari. Foto Saeron dan kegiatannya. Renjun berhutang budi kepada Yeonjun untuk itu.

Renjun pun mulai sekarang banyak berubah, yang awalnya dia tidak bisa makan seorang diri sekarang bisa beradaptasi dengan sepi.

"Saeron bisa hidup tanpa orang tua di sana, gue juga bisa, ortu gue sibuk terus lagian, jadi mau gimana lagi?" kata Renjun saat menyantap mie ayam seorang diri di rooftop kos kosan miliknya.

Dan hari ini adalah hari yang dia tunggu. Yeonjun mengatakan dari seminggu yang lalu kalo siswa yang ikut kegiatan student exchange akan pulang seminggu lagi. Renjun gugup, dia tidak akan melihat kegiatan Saeron dari layar ponselnya saja tapi akan melihat secara langsung.

Renjun sengaja mengambil tugas pembawa teks Pancasila agar dia bisa melihat Saeron dengan jelas di depan.

Lima siswa itu datang bergiliran. Mata Renjun belum teralihkan dari wajah Saeron dan senyumnya yang manis. Saeron terlihat berbeda sekarang. Dulu Saeron kulitnya sedikit tan, dan rambutnya berponi tebal. Sekarang Saeron memotong rambutnya sedikit dan poninya sudah menyatu dengan rambutnya yang lain. Saeron telihat lebih dewasa.

Mereka datang bersamaan dan berbaris berjejer.

"SAWADIKAAAAAPPP!!"

Saeron yang diberikan mic langsung mengambil alih salam pembuka, suaranya yang jail itu menggemaa membuat orang-orang yang berdiri di lapangan bersorak.

Renjun tersenyum kecil. Saeron dengan suara jailnya itu yang dia rindukan.

Kegiatan upacara pun dilanjutkan hingga selesai.

***

Bel pulang sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. Renjun sudah mempersiapkan diri sejak tadi, dia ingin bertemu Saeron, berdua saja. Ingin mengatakan perasaannya sejauh ini. Saeron harus tau tentang dia yang selalu menunggunya selama enam bulan ini.

Di samping gedung olah raga, arah menuju ke parkiran sekolah, Renjun bersandar di dinding, tatapannya tertuju ke ujung gedung, berharap Saeron muncul dari sana.

Sudah tiga puluh menit tapi Saeron belum juga kelihatan. Sampai sekolah sudah mulai sepi dan Saeronpun belum juga menampakkan diri. Renjun khawatir dia berniat untuk mencari Saeron ke kelasnya. Namun beberapa langkah ia ayunkan suara cekikikan Saeron terdengar di rungunya.

Saeron sedang jalan berdua dengan Hyunjin, menuju ke parkiran. Melihat Renjun yang berdiri di depannya. Saeron menghentikan langkah.

"Saeron?" panggil Renjun hangat. Renjun sadar sejak upacara pun Saeron abai padanya.

Saeron terdiam. Tidak menyahuti panggilan itu.

"Saeron, bisa kita bicara?"

Saeron menoleh ke Hyunjin di sebelahnya. Saeron paham Renjun ingin berbicara berdua dengannya.

"Pulang duluan aja, nanti aku pulang naik bis yang lain," kata Saeron ke Hyunjin karena mereka berencana untuk pulang bareng.

Hyunjin mengangguk, pria itu berlalu meninggalkan Saeron dan Renjun di belakang gedung olah raga. Tempat yang menorehkan luka di hati keduanya.

Renjun mendekat. Pria itu meraih tangan mungil Saeron, menariknya, mengajaknya untuk masuk ke gedung olahraga saja.

Saeron menarik tangannya tapi tenaga Renjun lebih kuat.

"Aku yang antar pulang ya?" kata Renjun.

"Bisa pulang sendiri, gapapa."

"Sae?"

Saeron menoleh sedikit, "Hm?"

Cewek itu melihat mata Renjun sedetik lalu menunduk lagi. Upaya untuk melupakan Renjun selama enam bulan tidak bisa runtuh begitu saja. Saeron mencoba untuk biasa saja. Tapi hatinya masih selalu bergetar karena Renjun.

"Aku antar pulang, ya?"

Saeron menggeleng kecil. "Ma-u bicara tentang ap—?"

Renjun menarik Saeron lalu mendekap gadis itu. Memeluknya erat. Renjun sangat rindu Saeron, tidak peduli dengan status mereka dan siapa dia kini. Renjun sangat rindu Saeron.

Gadis itu memberontak, pelukan Renjun sangat erat dan membuatnya sulit bergerak. Hingga dia pasrah dan membiarkan Renjun mencurahkan rindunya lewat pelukan.

Kepala Saeron yang sejak tadi menegang pun perlahan dia jatuhkan ke dada Renjun. Enam bulan pun sangat sulit untuknya. Saeron pun rindu dengan Renjun.

Gadis itu membuat seragam Renjun basah karena air mata, dan Renjun sadar, dia pun semakin mengeratkan pelukan.

"Aku kangen kamu, Sae, setiap hari rasanya kangen. Kamu jauh dan ada keliru yang belum aku sampaiin."

Saeron masih terdiam di dada Renjun, tanganya sedikit terangkat memegang seragam Renjun dari belakang. Gadis itu menunduk, air matanya tak mau berhenti.

Sepuluh menitan mereka diam dan saling berbagi rindu yang sama. Sampai Saeron melepaskan diri dari pelukan Renjun langsung membereskan wajahnya yang sedikit berantakan.

Saeron mundur.

"Ngga perlu antar pulang, aku bisa sendiri, dan gak ada alasan lagi buat kita saling ketemu, kan?"

"Ada!" Renjun menghalangi Saeron yang hendak berlalu. "Kamu. Kamu alasan aku," Renjun meraih tangan Saeron untuk dia genggam lagi. "Kita, kamu pernah tanya Sae, kita apa bisa ketemu di masa depan? Ya—"

"Ya, kita emang bisa ketemu di masa depan, tapi di kondisi yang udah beda," potong Saeron cepat dan langsung berlalu dari gedung itu meninggalkan Renjun.

Dada Saeron sakit, itu pertanyaan yang ingin dia tarik kembali selama enam bulan ini. Mimpi tentang masa depannya dengan Renjun ingin dia hapus di memorinya.

—tbc
1k words

menuju ending~

RENJUN JINGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang