Ada yang aneh dengan Watson seharian ini. Apa dia terganggu sesuatu? Dia tidak banyak bicara. Hellen menghela napas panjang, meletakkan baskom kompres di nakas.
Jeremy berdiri di sebelah Hellen. "Bisakah kita bicara empat mata? Ada yang ingin kukatakan," bisiknya serius, menatap Watson sekilas.
Jarang-jarang Jeremy seperti itu. Baiklah, Hellen mengangguk. Mereka berdua izin pergi ke taman belakang sekolah, tempat pohon sakura baru.
"Ada apa? Kamu terlihat gelisah."
"Kamu menyadarinya kan, Hellen?"
"Apa maksudmu?"
"Maksudku tentang Watson," ucapnya memperjelas. "Kamu sadar kan bahwa gelagatnya sedikit aneh."
Jadi Jeremy juga mengkhawatirkan Watson? Hellen mendesah pelan. "Entahlah. Tidak pernah kulihat Watson sependiam itu." Bahkan ketika awal-awal bergaul, meski pemurung dan dingin, Watson mau merespon sedikit-sedikit. Lah kini? Hari ini Watson baru sekali membuka mulut.
"Apa menurutmu Watson tertekan oleh keberadaan Grim dan Erika?"
"Mungkin saja. Sejak kemarin dia tampak tak nyaman dengan Grim. Apa dia merasa tersaingi, ya?" Jeremy out of topic.
Mana mungkin Watson bertingkah abnormal begitu. Mustahil Watson keluar dari karakternya. Ingin mengatakan itu namun Hellen urung. Biarkan Jeremy menebak-nebak dengan pikiran polosnya.
"Tapi jika itu benar, maka aku kasihan padanya." Terpaksa tutup mulut karena ada yang lebih mencolok darinya. "Aiden tak peka dan malah menuruti Grim. Kelihatannya dia terbawa arus suasana ketika periode Kak Anlow dulu."
Hellen menelan ludah. Apa benar hanya itu? Kenapa aku merasa ada yang lain...
"Pokoknya kita awasi Watson. Aku tidak mau dia jadi sakit hati oleh Grim dan Erika. Mereka hanya belum melihat kemampuan Watson dan Watson sendiri tidak tertarik memperlihatkan."
*
Sialan. Aiden kesal dengan dirinya sendiri. Dia tidak sadar telah mengabaikan Watson. Tidak menuntut Watson seperti biasa atau bertanya-tanya. Ini salah. Tidak seharusnya Aiden terlalu mengikuti Grim. Meski Grim sedikit lebih pintar pada kasus ini...
Plak! Grim terlonjak mendengar suara tamparan tersebut. Aiden menampar pipinya sendiri. "Kamu kenapa, Ai?"
Aiden tidak menjawab, berbinar-binar marah. Sialan. Sialan. Sialan! Apa Aiden barusan membandingkan Watson dan Grim? Ini bukan masalah kepintaran! Ini masalah siapa yang lebih profesional.
Memang benar Grim menang banyak tentang Mupsi sebab dia sudah mendalami kasus itu beberapa bulan. Sementara Watson? Dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak tahu harus memulai dari mana. Dan mereka justru tidak memberi masukan! Aiden melakukan kesalahan besar.
"Aiden."
Cewek itu terdiam. Ekspresinya kosong. Ingatannya kembali ke masa pertama kali Watson pindah. Watson dengan mudahnya mengetahui namanya.
"Bukankah itu namamu?"
Aiden menatap Watson yang tidur dengan napas tak teratur. Kedua pipinya merah, khas orang demam. Tidak bisa dibiarkan. Kesalahan ini harus diperbaiki. Grim tidak boleh mengambil alih tempat Watson.
"Hei, Sky," gumam Aiden pelan menoleh. "Bisakah kamu ceritakan apa saja yang kamu dapatkan dari penyelidikan kalian selama ini? Aku ingin tahu."
Erika tersenyum. "Hoo? Akhirnya niatmu datang juga. Berikutnya bakal seru nih."
Tentu saja Grim menjawabnya dengan senang hati. Inilah yang dia tunggu-tunggu, Aiden bertanya sungguh-sungguh. Mungkin telat, tapi sudah saatnya berdiskusi serius. Bertepatan Hellen dan Jeremy kembali masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Aiden Eldwers - Pembunuhan Mupsi
Mystery / Thriller'MuPsi' Nama kasus yang mengakhiri nyawa kakak Aiden saat berusaha menguak kebenarannya. Sampai sekarang kasus itu terbengkalai, tidak selesai. Kenapa? Simpel, karena tidak ada yang berniat mengambilnya. Kasus Mupsi sempurna terkubur. Tetapi, klub...