Teng Nong!
Aiden menoleh ke jam yang menunjukkan pukul lima sore, berkacak pinggang. "Tidak adakah yang menyadari keganjilan pada jam besar itu?"
"Jam kuno besar berdiri di batas air pasang, tentu aku paham maksudmu Aiden. Terlebih, jam tersebut baru berbunyi di angka lima."
"Mungkin gunanya semacam pengingat keadaan air laut? Siapa tahu." Grim menjawab seadanya.
"Jam itu memang disetel demikian," celetuk seorang nenek-nenek, menyentakkan mereka.
Selagi mereka bertiga mengobrol santai, Watson terlibat pemikiran rumit. Tentang korban yang menghilang setelah menelepon pelaku kasus Mupsi, Momo. Apa benar dia dalang hilangnya mereka berlima? Bagaimana caranya? Momo kan di penjara."Inspektur," panggil Watson mengurut kepala yang pusing. "Apa Anda yakin tidak ada kekeliruan dalam laporan?"
"Warga menemukan tas korban di pinggir pantai pukul 05.17 pagi, Watson. Hanya ini yang tertulis." Deon sama pusingnya.
Jam lima lewat tujuh belas menit, huh? Watson menatap Aiden, Grim, dan Erika yang bercakap-cakap dengan nenek-nenek tua numpang lewat.
"Jam ini disetel selalu berbunyi setiap jarum panjangnya tiba di angka 5. Gunanya untuk mengingatkan pasang laut dan kondisi pasir."
Deg! Watson menelan ludah, beralih memandang jam yang mereka bicarakan. Hei, hei, hei, mungkinkah ini...?
"Ada yang ingin kuberitahu, Watson." Tahu-tahu Grim muncul di samping pemilik nama. "Aku rasa aku tahu ada apa di tanggal 23 Februari. Aku baru menyadarinya. Itu hari spesial."
Watson menatap tanda tanya.
"23 Februari adalah ulang tahun Aiden."
"Sudah lewat dong," gumam Watson datar malah keluar topik. "Tahun besok aku akan memberinya hadiah yang keren."
"H-hadiah?" Grim gelagapan.
"Hanya berbalas budi. Aku tidak suka berhutang." Watson berdeham. "Kembali ke pembicaraan, selain Mupsi, berarti Kak Anlow juga terlibat."
"Atau mungkin begini, Watson, Kak Anlow meminta tolong mereka berlima mencari boneka marionette yang hilang untuk hadiah Kak Nola." Grim menyimpulkan.
Kalau memang begitu, harusnya Klub Pencari Benda Hilang sudah menemukannya bahkan sebelum Anlow meninggal. Yang aneh, mereka menghilang setelah menelepon Momo.
Ah, jangan-jangan Momo lah pemilik boneka tersebut. Dia butuh bantuan mereka berlima karena boneka itu berharga. Masuk akal. Dapat disimpulkan bahwa Momo bukan pelakunya.
Tetapi, di mana mereka sebenarnya? Kalau mereka sudah menemukan bonekanya, seharusnya mereka pergi ke penjara dan menemui Momo. Kenapa bisa mereka berlima menghilang sekaligus dalam satu 'serangan'?
Rumit, namun menarik.
"Apa?!" Aiden tiba-tiba berseru. Dia dan Erika masih mengobrol bersama nenek-nenek itu. "Festivalnya dimajukan karena akan ada acara di Distrik Hollow pada hari terakhir musim panas?! Aku tak terima! Apa yang lebih penting dari pertunjukan kembang api?!"
"Sistem parlemen kota ini sedikit berantakan. Atas kandidat yang terpilih, mereka sepakat menyambut walikota baru pada akhir bulan nanti." Nenek itu tertawa renyah.
"Ka-kalau begitu, festivalnya kapan?"
"Nanti malam pukul sembilan. Mereka butuh waktu membenahi ujung ke ujung kota demi merayakan penyambutan walikota baru."
Aiden melotot. Erika geleng-geleng kepala, tersenyum sabar. Grim mengernyit melihat Watson menjatuhkan bolpoin di tangannya, bengong dengan ekspresi kosong.
Oke, ini tidak menarik lagi. Aku sukarela ikut karena kasusnya menarik, tapi kalau pertaruhannya adalah kembang api, mending lupakan saja. Watson mengepalkan tangan. Tidak ada pilihan selain melepas batas kemampuan otaknya!
Watson tersandung ketika hendak memunguti pena yang jatuh. "Eh?" Dia mengernyit melihat pasir. "Apa aku salah lihat... Barusan pasirnya bergerak."
"DAN!" Aiden tergopoh-gopoh ke tempat Watson. Gadis Penata Rambut itu dengan liar mengguncangkan tubuh Watson. "Kita harus pecahkan kasus ini secepatnya, Dan! Sekarang jam setengah enam, maka waktu festival kembang api tersisa tiga setengah jam lagi. Aku tidak mau melewatkannya!"
"Tenanglah, Aiden." Watson jengah, merasa mual digoyang-goyang Aiden. "Aku juga tak mau tidak melihatnya. Pertama, kita jabarkan semua petunjuk yang kita punya satu-satu."
"Hoh!" Telunjuk Aiden terarah ke hidung Watson. "Kamu mengucapkan kalimat yang sama dengan Momo! Kamu Dan palsu!"
Pang! Benjolan indah mencuat di kepala Aiden yang meringis. "Sakit...!"
"Aku sudah memperingatimu. Sekali lagi kamu bilang aku palsu, kamu kuhajar." Bisa-bisanya Watson berucap dan bertindak dengan tampang datar. Erika sampai merinding dibuatnya.
Nih anak anhedonia, ya?! seru Grim dan Erika dalam hati.
Skip time.
"Saksi mata melapor menemukan tas korban di tepi pantai pukul 05.17 pagi. Sesuai yang diberitahu Hellen, Momo yang terakhir kali menelepon Aber Admon. Ada kemungkinan Momo lah penyebab mereka di sini. Kita tak bisa mencap Momo sebagai seorang tersangka karena dia tidak ada di TKP. Tidak ada barang hilang di tas korban, benar-benar hanya seutuh tubuh.
"Kita tahu kalau kelima korban berhasil menemukan benda yang mereka cari—boneka marionette—dan momentum itulah mereka menghilang sekaligus. Seolah ditelan bumi."
Watson terdiam. Seperti ditelan bumi? Duh, walau sudah memaksakan otaknya, cowok itu tetap buntu.
"Apa jangan-jangan air laut lah yang membawa mereka?" celetuk Grim, kasihan melihat Watson tak punya ide. "Nenek tadi bilang jam ini selalu berbunyi setiap jarumnya tiba di angka lima untuk pengingat keadaan laut. Bagaimana kalau mereka berlima belum tahu fungsi jam itu karena masih terjebak euforia berhasil menemukan boneka marionette."
"Bisa jadi." Aiden manggut-manggut.
"Bagaimana menurutmu, Watson?"
"Itu tidak menjelaskan mengapa tas korban tertinggal." Watson menggeleng.
"Mungkin saja mereka berencana berkemah di depan bibir laut? Saat perasaan kita senang, bukankah kita akan mengadakan pesta kecil-kecilan."
Watson menggeleng lagi. "Jika benar mereka berniat berkemah, tak mungkin menyewa motel. Lagian tidak ada peralatan tenda atau apalah di ransel korban. Jawabannya tidak."
Daripada memikirkan soal kasus, pikiran Watson terebut oleh jam besar kuno. Dia mendekatinya, mengetuk batang besi, sontak tersetrum.
Watson duduk tegang mengelus tangan. "A-apa itu barusan? Tegangan listrik? Kenapa ada..." Barulah Watson menatap hamparan pasir di sekitarnya, manyun. "Mungkin firasatku benar."
Lalu setengah jam lagi berlalu. Diskusi mereka sama sekali tidak maju-maju. Tinggal tiga jam lagi waktu kembang api diluncurkan.
Aiden berkali-kali mendesak, tapi Grim menegurnya. Tidak baik memaksakan apa yang tidak mereka ketahui. Mereka hanya akan dihadang dinding tinggi.
"Stern," Sementara itu, Watson menelepon. Biasalah, cari informasi. "Bisakah kamu carikan tentang Pantai Diaxva (nama TKP sekarang)?"
[Fufufu. Kamu dapat sesuatu atau menebak-nebak ya, Watson?] Jeremy yang menjawab selagi Hellen sibuk googling.
"Mungkin begitu."
[Tebakanmu benar nih. Ada empat kasus lain selain menghilangnya anggota Klub Pencari Benda Hilang. Apa yang kamu pikirkan, Watson?]
"Tidak, tidak ada." Watson mengetuk-ngetuk dagu lewat jari, mengangguk. "Sekarang coba carikan riwayat pembelian terakhir Kak Anlow."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Aiden Eldwers - Pembunuhan Mupsi
Misteri / Thriller'MuPsi' Nama kasus yang mengakhiri nyawa kakak Aiden saat berusaha menguak kebenarannya. Sampai sekarang kasus itu terbengkalai, tidak selesai. Kenapa? Simpel, karena tidak ada yang berniat mengambilnya. Kasus Mupsi sempurna terkubur. Tetapi, klub...